Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2019

Prasasti Vo Canh dari Lin-Yi

Prasasti Vo Cahn adalah sebuah prasasti yang ditulis dalam aksara pra-Pallawa dalam bahasa Sanskerta yang tertua di Asia Tenggara, yang ditemukan pada tahun 1885 di desa Vo Cahn, sekitar 4 km dari kota Nha Trang, Vietnam.[1][2][3] Prasasti ini berbentuk tugu batu setinggi 2,5 m, dengan tiga sisinya yang tak rata bertuliskan baris-baris kalimat isi prasasti.[4] Pada prasasti ini disebutkan nama Raja Sri Mara, yang menurut analisa paleografi diperkirakan dibuat oleh penguasa keturunannya(cucu) pada sekitar abad ke-2 atau ke-3 Masehi.[1][4][5] Masih terdapat perdebatan apakah prasasti ini merupakan peninggalan Lin-yi, Champa, ataukah Funan.[1][2] George Coedès menyebutkan kemungkinan identifikasi Sri Mara dengan Fan Shih Man (k. 230 M), yang menurut kronik Tiongkok adalah salah seorang penguasa Funan.[1] Namun prasasti Vo Canh ini menurut Coedès adalah bukti atas proses Indianisasi gelombang pertama di Asia Tenggara.[1][2] tetapi hal tersebut bertentangan dengan berita naskah-naskah k

Jiedushi 節度使, Komandan(Komisaris) Militer

Komisioner/Komandan militer (jiedushi 節度使) adalah pejabat tinggi yang secara nominal mengontrol urusan militer di satu wilayah (lu 路, dao 道), tetapi semakin mendapatkan kendali atas masalah sipil. Kantor ini dibuat selama periode Tang 唐 (618-907) dan memainkan peran utama dalam disintegrasi kerajaan Tang. Banyak pemisahan kekaisaran independen selama akhir abad ke-9 dan ke-10 diprakarsai oleh komisaris militer. Istilah jiedushi berasal dari simbol kantor mereka, lambang atau spanduk (jingjie 旌 節). Kata jiedu pertama kali muncul pada 108 M, ketika Liang Dong 梁 懂 diangkat sebagai komisaris militer (khusus) untuk semua pasukan (zhujun jiedushi 諸軍 節度使) dari pasukan barat kekaisaran Han kemudian 後 漢 (25-220 M). Pada 263 penaklukan kekaisaran Shu 221 (221-263) oleh pasukan Wei 曹魏 (220-265) berdiri di bawah komandan dengan surat perintah khusus (jiedu 節度), sebuah gelar yang diberikan kepada mereka oleh bupati Sima Zhao 司 馬昭 ( 211-265). Kaisar kedua dinasti Tang, Li Shimin 李世民 (Kaisar Ta

Prasasti Yupa / Mulawarman dari Kutai

Prasasti Yupa atau Prasasti Mulawarman, atau disebut juga Prasasti Kutai, adalah sebuah prasasti yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai. Terdapat tujuh buah yupa/Tugu (sementara yang ditemukan) yang memuat prasasti, namun baru 4 yang berhasil dibaca dan diterjemahkan. Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa (Pa-Lao-Wa /Lao-Lang) dan dalam bahasa campuran sansekerta dan Yi (Hok-Lo / Ge-Lao) Kuno, yang diperkirakan dari bentuk dan jenisnya berasal dari sekitar 200 Masehi sesuai catatan kanung retawu terawal yg berkisar abad ke-2/3 M, meskipun sebagain sejarahwan menduga sekitar pd tahun 400 M. Prasasti ini ditulis dalam bentuk puisi anustub.[1] Isi prasasti yupa/mulawarman menceritakan Raja Mulawarman yang memberikan sumbangan kepada para kaum Brahmana berupa sapi yang banyak. Mulawarman disebutkan sebagai cucu dari Kudungga, dan anak dari Aswawarman. Prasasti ini merupakan bukti peninggalan tertua dari kerajaan yang beragama Dharma (Hindu?) di Indonesia. Nama Kutai umumnya digu

Tan Jin Sing, Pembuka Jalan Pertama ke Candi Borobudur

Tidak banyak orang tahu bahwa pembuka jalan ke Candi Borobudur adalah seorang Tionghoa. PADA 3 Agustus 1812, Tan Jin Sing bertamu ke rumah Residen Inggris di Yogyakarta, John Crawfurd yang sedang bersama atasannya, Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles. Tan Jin Sing memberi tahu Raffles dan Crawfurd bahwa dirinya sebagai bupati Yogyakarta yang diangkat oleh Sultan Hamengkubuwono III, akan menggunakan nama Secodiningrat. Sultan memberinya gelar Tumenggung, sehingga nama lengkapnya Kanjeng Raden Tumenggung Secodiningrat. Raffles menyatakan gelar itu pantas karena Tan Jin Sing berjasa kepada Sultan Hamengkubuwono III. Dia menyerahkan surat kuasa penarikan pajak di daerah Kedua kepada Tan Jin Sing. baca: https://lontarsejarah.blogspot.com/2019/04/tan-jin-sing-pembuka-jalan-pertama-ke.html Selain itu, Raffles juga mengungkapkan ketertarikannya pada candi-candi peninggalan nenek moyang orang Jawa dan ingin menelitinya. Dia telah melihat Candi Prambanan dan akan memerint

Prasasti Kedukan Bukit - Palembang

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor D.146. --->>>Teks Prasasti Alih Aksara     svasti śrī śakavaŕşātīta 605 (604 ?) ekādaśī śu     klapakşa vulan vaiśākha dapunta hiya<m> nāyik di     sāmvau mangalap siddhayātra di saptamī śuklapakşa     vulan jyeşţha dapunta hiya<m> maŕlapas dari minānga     tāmvan mamāva yamvala dualakşa dangan ko-(sa)     duaratus cāra di sāmvau dangan jālan sarivu     tlurātus sapulu dua vañakña dātamdi mata jap     sukhacitta di pañcamī śuklapakşa vula<n>...     laghu mudita dātam marvuat vanua...     śrīvijaya jaya siddhayātra subhikşa... Alih Bahasa     Sel

Bentuk Kerajaan Sriwijaya Berdasarkan Catatan I-Tsing

Catatan I-Tsing memberikan petunjuk soal bentuk Kerajaan Sriwijaya. Sejalan dengan pernyataan dalam prasasti Siriwijaya. Keberadaan prasasti-prasasti mandala yang melingkari kadatuan Sriwijaya membuktikan datu di pusat Sriwijaya mampu memperluas otoritasnya ke wilayah luar. Apa yang dibuktikan dalam prasasti itu ternyata sejalan dengan catatan biksu I-Tsing selama berada di Sriwijaya. Setelah berlayar selama 20 hari dari Guangzhou, I-Tsing tiba di Sriwijaya (Foshi) pada 651 M. Dia belajar di Sriwijaya selama enam bulan. Raja membantunya untuk sampai ke Melayu dan tinggal di sana selama dua bulan. Dari sana dia ke Kedah kemudian sampai India pada 673 M. Baru pada 675, dia memulai pengajarannya di Nalanda selama sepuluh tahun. I-Tsing kembali berlayar ke Kedah dan tiba di Melayu untuk kedua kalinya. “Melayu kini telah menjadi bagian dari Shili Foshi dan ada banyak daerah di bawah kekuasaannya,” catat I-Tsing. Di Shili Foshi, I-Tsing tinggal selama empat tahun (685-689 M). Dia sempat

Aksara Yi (Jowen/Jowo-en)

Abjad Yi (Yi: ꆈꌠꁱꂷ nuosu bburma [nɔ̄sū bū̠mā]; Hanzi: 彝文; Pinyin: Yí wén) adalah abjad yang digunakan untuk menulis rumpun bahasa Yi. Abjad ini sebenarnya terdiri dari dua abjad yang saling berkesinambungan, yaitu Abjad Yi Kuno dan Abjad Yi Baku (mirip dengan Aksara Sunda Kuno dan Aksara Sunda Baku). Dahulu, abjad ini dikenal sebagai Cuan Wen (Hanzi: 爨文; Pinyin: Cuàn wén) atau Wei Shu (Hanzi sederhana: 韪书; Hanzi tradisional: 韙書; Pinyin: Wéi shū).[1], aksara Yi ini juga dikenal dengan aksara kuno jowen (aksara paling kuno di jawa) dan digunakan dalam catatan-catatan kuno kitab kanung baik versi retawu/kalingga maupun kandang Sering terjadi salah kaprah antara Abjad Yi dengan romanisasi Yi, padahal keduanya berbeda. Romanisasi Yi (彝文 羅馬 拼音 Yíwén Luómǎ pīnyīn) adalah sistem romanisasi bahasa Yi yang diciptakan oleh seorang Ulama Yi dan digunakan hingga hari ini oleh beberapa lembaga pemerintah.[2][3] Ada juga Abugida Yi yang dirancang oleh Sam Pollard untuk bahasa Miao dan bahasa Nasu.

Prasasti Gandasuli I ( Dan Pu Ha Wang Glis) (749 Ś = 827 M)

Prasasti Gandasuli merupakan prasasti peninggalan Kerajaan Mataram Kuna ketika Wangsa Syailendra berkuasa. Prasasti ini ditemukan di reruntuhan prasada/Candi Gondosuli, di Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu, Temanggung, Jawa Tengah. Yang mengeluarkan yaitu (Raja) Rakai Rakarayan Patapan Pu Palar. Prasasti Gandasuli terdiri dari dua buah yaitu Gandasuli I (Dang pu Hawang Glis) dan Gandasuli II (Sanghyang Wintang), yang ditulis dengan bahasa Melayu Kuna dengan aksara Kaw-i /Jaw-i (Jawa Kuna), berangka tahun 792M. Teks prasasti Gandasuli II terdiri dari lima baris dan berisi tentang filsafat dan ungkapan kebebasan serta kejayaan Syailendra, sedangkan Gandasuli I berisi tentang peristiwa kedatangan seorang penguasa besar Dangpohawang yg berkunjung dan memberikan sedekah (barang2) untuk prasada/candi agung di gondosuli. Tahun prasasti               : 749 Ś = 7 Mei 827 M Aksara                               : Kaw-i / Jaw-i (Jawa-kuna) Bahasa                               : Melayu-kuna Me

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Sojomerto di Batang Jawa Tengah

Prasasti Sojomerto merupakan salah satu prasasti yang termasuk peninggalan Kerajaan Mataram Kuno di wilayah Jawa Tengah. Prasasti ini ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah. Tulisan pada prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu andesit berukuran panjang 43 cm, tebal 7 cm dan tinggi 78 cm menggunakan aksara Jawa Kuno (KAWI) dan ditulis dalam dialek Bahasa Melayu Kuno. Berdasarkan penggunaan hurufnya, prasasti ini diperkirakan berasal dari abad VII  Masehi. Aksara Jawa Kuno (KAWI) yang digunakan pada prasasti ini merupakan salah satu pengembangan dari aksara Pallava Grantha yang merupakan aksara induk bagi sejumlah dialek bahasa di kawasan Asia Tenggara (Baybayin, Mon, Champa, Khmer, Thai, Java, Bali, Batak, Sunda dll) Periodisasi dari penggunaan Bahasa Kawi itu sendiri meliputi kurun waktu yang cukup panjang (±800 tahun). Dimulai pada masa Kerajaan Mataram Kuno hingga Kesultanan Mataram Islam yang notabene berada pada wilayah yang berdeka

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa