Langsung ke konten utama

Prasasti Sojomerto di Batang Jawa Tengah


Prasasti Sojomerto merupakan salah satu prasasti yang termasuk peninggalan Kerajaan Mataram Kuno di wilayah Jawa Tengah. Prasasti ini ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah. Tulisan pada prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu andesit berukuran panjang 43 cm, tebal 7 cm dan tinggi 78 cm menggunakan aksara Jawa Kuno (KAWI) dan ditulis dalam dialek Bahasa Melayu Kuno. Berdasarkan penggunaan hurufnya, prasasti ini diperkirakan berasal dari abad VII  Masehi. Aksara Jawa Kuno (KAWI) yang digunakan pada prasasti ini merupakan salah satu pengembangan dari aksara Pallava Grantha yang merupakan aksara induk bagi sejumlah dialek bahasa di kawasan Asia Tenggara (Baybayin, Mon, Champa, Khmer, Thai, Java, Bali, Batak, Sunda dll)

Periodisasi dari penggunaan Bahasa Kawi itu sendiri meliputi kurun waktu yang cukup panjang (±800 tahun). Dimulai pada masa Kerajaan Mataram Kuno hingga Kesultanan Mataram Islam yang notabene berada pada wilayah yang berdekatan,  sehingga sering kali ditemukan perbedaan dalam bentuk aksaranya. Pada Prasasti Sojomerto, bentuk aksara Kawi yang digunakan adalah berasal dari periodisasi awal seperti dijelaskan oleh gambar berikut.

Isi Prasasti

Isi dari Prasasti Sojomerto termuat dalam 11 baris tulisan yang sebagian telah rusak termakan usia. Menceritakan mengenai keberadaan seorang negarawan yang dihormati, bernama Dapunta Selendra. Ia memuja Dewa Siwa dan memiliki seorang Ayah bernama Santanu, seorang Ibu bernama Bhadrawati serta beristrikan seseorang bernama Sampula. Berdasarkan tinjauan etimologi, sebutan “Dapunta Selendra” memiliki kemiripan dengan tokoh bernama “SYAILENDRA”. Oleh karena itu, Prof. Drs. Boechari beranggapan bahwa Dapunta Selendra adalah merupakan tokoh pendiri dari Dinasti Syailendra yang pernah berkuasa di wilayah Jawa Tengah antara abad 7 Masehi hingga 10 Masehi. Secara lengkap, isi dari prasasti tersebut adalah sebagai berikut.

    … – ryayon çrî sata …
    … _ â kotî
    … namah ççîvaya
    bhatâra parameçva
    ra sarvva daiva ku samvah hiya
    – mih inan –is-ânda dapû
    nta selendra namah santanû
    namânda bâpanda bhadravati
    namanda ayanda sampûla
    namanda vininda selendra namah
    mamâgappâsar lempewângih



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d