Langsung ke konten utama

Prasasti Vo Canh dari Lin-Yi

Prasasti Vo Cahn adalah sebuah prasasti yang ditulis dalam aksara pra-Pallawa dalam bahasa Sanskerta yang tertua di Asia Tenggara, yang ditemukan pada tahun 1885 di desa Vo Cahn, sekitar 4 km dari kota Nha Trang, Vietnam.[1][2][3] Prasasti ini berbentuk tugu batu setinggi 2,5 m, dengan tiga sisinya yang tak rata bertuliskan baris-baris kalimat isi prasasti.[4]

Pada prasasti ini disebutkan nama Raja Sri Mara, yang menurut analisa paleografi diperkirakan dibuat oleh penguasa keturunannya(cucu) pada sekitar abad ke-2 atau ke-3 Masehi.[1][4][5] Masih terdapat perdebatan apakah prasasti ini merupakan peninggalan Lin-yi, Champa, ataukah Funan.[1][2] George Coedès menyebutkan kemungkinan identifikasi Sri Mara dengan Fan Shih Man (k. 230 M), yang menurut kronik Tiongkok adalah salah seorang penguasa Funan.[1] Namun prasasti Vo Canh ini menurut Coedès adalah bukti atas proses Indianisasi gelombang pertama di Asia Tenggara.[1][2] tetapi hal tersebut bertentangan dengan berita naskah-naskah kanung yang menyebutkan budaya Dongsong(Dong-Yi) yang berkembang pesat di wilayah indochina dan menyebar keseluruh asia tenggara,china selatan dan india selatan pada masa awal-awal masehi. [9]

Saat ini, prasasti Vo Canh tersimpan di Museum Nasional Sejarah Vietnam di kota Hanoi, Vietnam.[4]

Teks prasasti

Teks bahasa Sanskerta yang tertulis pada prasasti ini telah banyak mengalami kerusakan.[6] Dari ketiga sisi prasasti, pada sisi pertama setidaknya enam baris pertama sudah hampir hilang sama sekali, dan demikian pula delapan baris pertama pada sisi kedua.[7] Pada sisi ketiga, bahkan hanya beberapa aksara saja yang masih terbaca.[7]

Bagian-bagian teks yang masih dapat terbaca mengandung kalimat-kalimat sbb.:[7]

6-
7- -- PratamVijaya
8- Sukla Divasaya -- Paurana Syam ajnapitam sadasi raja Varena
9- --taddhottrair nnu raajasatvaa gamratam Chanda Sri Mararaja Kulavamsa
10-bhusanena Sri Mara Chanda tanayaa Kula Nandana ajnapitam svajanasam
11-maddhye vaakyam prajahi takaram karinor varena lokasvaya gataagatin vi
12-taa simha san addhyaa sinaa putre bharaatari tantuk sva samikara Chandena
13-ptr su yati kincit rajatam varanama satha vara rajagam kusatha garuka
14-tam priyah ite visya tam may tad etam may anujnatam bhavisaya api raja
15-Anuman ta Pyam vidtam astu ca me bhrttyasya Virasaya

 
Tranlate:
    "karunia untuk para makhluk"
    "para pendeta, tentu saja, yang telah meminum amerta dari beratus-ratus sabda raja"
    "hiasan... yang karenanya merupakan sukacita keluarga putri dari cucu Raja Sri Mara (Mara Warman?)... telah dinobatkan"
    "mereka yang duduk di atas singgasana"
    "yaitu yang harus dikerjakan dengan perak atau emas"
    "harta benda"
    "semua yang disediakan oleh ku sebagai seorang yang baik dan berguna"
    "menteri saya Vira"
    "perintah yang membawa kesejahteraan para makhluk, dari yang terbaik di antara dua karin, kepergian dan kedatangan dunia ini"

Penyebutan ".. sukacita keluarga putri dari cucu Raja Sri Mara.." mungkin mengindikasikan keberadaan sistem matrilineal (?), yang menerapkan pewarisan harta kepada kerabat perempuan.[3][8] Kata karin dapat berarti "gading" atau "pajak", yang di sini mungkin saja berarti sang raja seorang yang pemurah.[7]

Penggunaan istilah Sanskerta tertentu pada teks prasasti, menurut Jean Filliozat, menunjukkan kemungkinan bahwa epik Ramayana karya Valmiki telah tersebar di Semenanjung Indocina pada saat dibuatnya prasasti ini.[4][6] Istilah keagaamaan Hindu yang digunakan pada prasasti diperkirakan berasal dari masa pra-purana.[4][7]

Referensi text

    1.^ a b c d e Coedès, George (1968). The Indianized States of South-East Asia. University of Hawaii Press. hlm. 40-41. ISBN 082480368X, 9780824803681.
   2. ^ a b c Keat, Gin Ooi (2004). Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor. 1 (edisi ke-berilustrasi). ABC-CLIO. hlm. 643. ISBN 1576077705, 9781576077702.
    3.^ a b Glover, Ian (2004). Southeast Asia: From Prehistory to History (edisi ke-Berilustrasi). Psychology Press. hlm. 219. ISBN 041529777X, 9780415297776.
    4.^ a b c d e Baker, Mona; Saldanha, Gabriela (2009). Routledge Encyclopedia of Translation Studies (edisi ke-Direvisi). Routledge. hlm. 528. ISBN 1135211140, 9781135211141.
    5.^ Viswanatha, S.V. (2013). Racial Synthesis in Hindu Culture. Routledge. hlm. 225. ISBN 1136384200, 9781136384202.
    6.^ a b Iyegar, Kodaganallur Ramaswami Srinivasa, ed. (2005). Asian Variations in Ramayana: Papers Presented at the International Seminar on "Variations in Ramayana in Asia : Their Cultural, Social and Anthropological Significance", New Delhi, January 1981 (edisi ke-Cetak ulang). Sahitya Akademi. hlm. 192-193. ISBN 8126018097, 9788126018093.
    7.^ a b c d e Miksic, John Norman; Goh, Geok Yian (2016). Ancient Southeast Asia. Routledge World Archaeology. Routledge. ISBN 1317279034, 9781317279037.
    8.^ Tran, Ky Phuong; Lockhart, Bruce (2011). The Cham of Vietnam: History, Society and Art. UPCC book collections on Project MUSE (edisi ke-Berilustrasi). NUS Press. hlm. 366. ISBN 997169459X, 9789971694593.
    9.^ Pitutur Mbah Sepuh Ji-tsa (1968). The Kanung Ancient of Ratawu. History of Keling Jepara. .

Referensi Sumber
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Vo_Canh
The Kanung Ancient of Ratawu
http://meruheritage.com/Insc-VoCanh.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d