Langsung ke konten utama

POSISI TANGAN DALAM IKONOGRAFI BUDDHIS

 

Dalam ikonografi Budhis, kita semua tentunya seringkali melihat rupang atau lukisan dari Sang Buddha yang dimana tangan Beliau membentuk beberapa pose/posisi tangan yang sering disebut sebagai “Mudra”. Berikut akan dijelaskan beberapa “Mudra” beserta dengan artinya dengan berbagai contoh Mudra yang diambil dari rupang-rupang Sang Buddha di Candi Borobudur ataupun candi-candi lain.

1 : ABHAYA MUDRA – TIADA KETAKUTAN

    Marilah kita mulai dengan salah satu bentuk Mudra yang sangat populer yang biasa disebut dengan Abhaya Mudra, yang melambangkan Tiada Ketakutan / Tidak Gentar.

Ini adalah bentuk Mudra yang sangat populer yang banyak sekali dijumpai dalam image Buddha baik itu berapa rupang, lukisan atau beberapa kerajinan tangan lainnya.

Apakah Abhaya Mudra? Abhaya jika diartikan dalam Bahasa Sansekerta berarti “Tiada Ketakutan”. Abhaya Mudra dibentuk dengan posisi tangan yang terbuka dan menengadah di pangkuan, sementara tangan kanan diangkat sedikit di atas lutut kanan dengan telapak yang mengahadap ke depan. Jika Anda melihat posisi Abhaya Mudra tersebut, Anda akan merasakan suatu bentuk perlindungan, kedamaian dan turut merasakan kekuatan yang luar biasa serta perasaan sangat aman. Mudra ini identik dengan Dhyani Budha Amogasidha yang berkuasa di utara.

2 : DHYANA MUDRA – MEDITASI

Apakah Dhayana Mudra itu? Dhayana atau Mudra Samadhi adalah suatu gerakan Mudra yang memberikan energi meditasi, perenungan yang mendalam, penyatuan dengan kekuatan yang lebih besar.
Perputaran enerji ini terjadi dari bentuk segitiga yang terbentuk dari pertemuan kedua ibu jari dari kedua tangan dimana kedua tangan diletakan di pangkuan, tangan kanan berada di atas tangan , menengadah dan kedua ibu jari bertemu.
Dengan pose Dhyana Mudra ini dan mempraktekkannya, kita akan dapat merasakan kedamaian dan ketengangan ketika bermeditasi. Mudra ini identik dengan Dhyani Budha Amitabha yang menjadi penguasa daerah barat.

3 : BHUMISPARSA MUDRA – MEMANGGIL BUMI SEBAGAI SAKSI

Mudra ini menggambarkan sikap tangan sedang menyentuh tanah. Tangan kiri terbuka dan menengadah di pangkuan, sedangkan tangan kanan menempel pada lutut kanan dengan jari-jarinya menunjuk ke bawah.
Sikap tangan ini melambangkan saat Sang Budha memanggil Bumi sebagai saksi ketika ia menangkis serangan Iblis Mara/Molo.

4 : WARA MUDRA – KEDERMAWANAN

Mudra ini menggambarkan pemberian amal/berkat. Sepintas sikap tangan ini tampak nampak serupa dengan Bhumisparca Mudra tetapi telapak tangan yang kanan menghadap ke atas(agak kedepan) sedangkan jari-jarinya terletak di lutut kanan. Dengan mudra ini dapat dikenali Dhyani Budha Ratna Sambawa yang bertahta di selatan.

5 : WITARKA MUDRA - KECERDASAN DAN NALAR

Sedangkan Witarka Mudra adalah mudra kecerdasan dan nalar. Posisinya mirip dengan Abhaya Mudra, kecuali tangan kanan diangkat lebih tinggi. Ini menggambarkan harapan yang tinggi terhadap kearifan hidup yang mengantarkan pada kebahagiaan. Orang yang melakukan ritual pada mudra kelima ini adalah mereka yang mengejar kedamaian dan ketenteraman hidup di dunia.
Selain Dharmachakara Mudra, Witarka Mudra ini juga menjadi ciri khas bagi Dhyani Budha Wairocana yang daerah kekuasaannya terletak di pusat.

6 : DHARMACHAKRA MUDRA - PEMUTARAN RODA DHARMA

Mudra ini melambangkan gerak memutar roda dharma. Kedua tangan diangkat sampai ke depan dada, yang kiri di bawah yang kanan. Tangan yang kiri itu menghadap ke atas, dengan jari manisnya. Sikap tangan demikian memang serupa benar dengan gerak memutar sebuah roda. Mudra ini menjadi ciri khas bagi Dhyani Budha Wairocana yang daerah kekuasaannya terletak di pusat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Kedukan Bukit - Palembang

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor D.146. --->>>Teks Prasasti Alih Aksara     svasti śrī śakavaŕşātīta 605 (604 ?) ekādaśī śu     klapakşa vulan vaiśākha dapunta hiya<m> nāyik di     sāmvau mangalap siddhayātra di saptamī śuklapakşa     vulan jyeşţha dapunta hiya<m> maŕlapas dari minānga     tāmvan mamāva yamvala dualakşa dangan ko-(sa)     duaratus cāra di sāmvau dangan jālan sarivu     tlurātus sapulu dua vañakña dātamdi mata jap     sukhacitta di pañcamī śuklapakşa vula...

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber...

Prasasti Yupa / Mulawarman dari Kutai

Prasasti Yupa atau Prasasti Mulawarman, atau disebut juga Prasasti Kutai, adalah sebuah prasasti yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai. Terdapat tujuh buah yupa/Tugu (sementara yang ditemukan) yang memuat prasasti, namun baru 4 yang berhasil dibaca dan diterjemahkan. Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa (Pa-Lao-Wa /Lao-Lang) dan dalam bahasa campuran sansekerta dan Yi (Hok-Lo / Ge-Lao) Kuno, yang diperkirakan dari bentuk dan jenisnya berasal dari sekitar 200 Masehi sesuai catatan kanung retawu terawal yg berkisar abad ke-2/3 M, meskipun sebagain sejarahwan menduga sekitar pd tahun 400 M. Prasasti ini ditulis dalam bentuk puisi anustub.[1] Isi prasasti yupa/mulawarman menceritakan Raja Mulawarman yang memberikan sumbangan kepada para kaum Brahmana berupa sapi yang banyak. Mulawarman disebutkan sebagai cucu dari Kudungga, dan anak dari Aswawarman. Prasasti ini merupakan bukti peninggalan tertua dari kerajaan yang beragama Dharma (Hindu?) di Indonesia. Nama Kutai umumnya digu...