Dalam banyak pembahasan sejarah di Indonesia, para ahli sejarah ataupun pecinta sejarah Indonesia banyak mengabaikan campur-tangan pihak kolonial dalam memanipulasi sejarah, setidak-tidaknya pihak kolonial berhasil memanipulasi sejarah nusantara dengan berbagai upayanya termasuk menciptakan kitab-kitab sejarah yang telah dimanipulasi, karena itulah sebagai generasi muda yang kritis hendaklah kita tidak menelan mentah-mentah pendapat ahli-ahli kolonial yang penuh tendensius tidak lupa juga untuk menganalisa secara hati-hati dan komprehensif atas studi-studi para ahli kolonial barat termasuk kitab-kitab karya mereka selama penjajahan di nusantara yang mengandung unsur-unsur devide et emperanya. Berikut kronologi yang dapat menjelaskan hal tersebut...
Hindia-Belanda pada abad ke-17 dan 18 tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Carel Frederik Winter, Sr. (1799-1859) adalah linguis Hindia-Belanda yang banyak bekerja sama dengan Ranggawarsita dalam menulis berbagai kitab pertama yang menghubungkan kesusasteraan Jawa dan Barat. C.F. Winter, begitu ia lebih dikenal, adalah seorang Indo yang ditugaskan untuk mendalami sastra Jawa oleh pemerintah kolonial. Pada gilirannya, ia bersahabat dengan Ranggawarsita, pujangga dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Hubungan keduanya kemudian bersifat mutualis, saling membutuhkan satu sama lainya. Karya abadinya adalah Kawi-Javaansch woordenboek (Kamus Kawi - Jawa Kuno), yang versi terjemahan ke dalam bahasa Indonesianya diterbitkan tahun 1983.
Dengan melihat tahun kedatangan Belanda tahun 1602, kemudian keberadaan Carel Frederik, Sr (CF) Winter yang sangat mumpuni dalam bahasa Jawi Kuno, bahkan melebihi kemampuan bangsa pribumi dalam meneliti bahasa Jawi Kuno itu, dan Keraton Surakarta sebagai pusat penelitian budaya Jawa pada masanya, tentu ini sangat erat kaitanya dengan informasi-informasi sejarah sejarah kelanjutnya.
Berikut karya-karya CF Winter berkaitan dengan kamus Kawi-Jawa Kuno, sebagai berikut:
1.Tembung Kawi Mawi Tegesipun, Winter, 1928, #1506 (Bagian 1: ha-ka). Bahasa dan Budaya | Kamus dan Leksikon #307.
2.Tembung Kawi Mawi Tegesipun, Winter, 1928, #1506 (Bagian 2: da-la). Bahasa dan Budaya | Kamus dan Leksikon #308.
3.Tembung Kawi Mawi Tegesipun, Winter, 1928, #1506 (Bagian 3: pa-nya). Bahasa dan Budaya | Kamus dan Leksikon #309.
4.Tembung Kawi Mawi Tegesipun, Winter, 1928, #1506 (Bagian 4: ma-nga). Bahasa dan Budaya | Kamus dan Leksikon #310.
Bukti perjalanan sejarah telah menunjukan kehadapan kita:
1. Pararaton dibuat pada tahun saka "Keinginginan Sifat Angin Orang" atau: 1535 atau 1613 M, 11 tahun ketika Belanda menginjakan kaki di tanah Jawa, yang konon katanya di tulis dalam bahasa Kawi -Jawa Kuno, identitas pengarang tidak diketahui, anonim.
2. Tetapi tentang Pararaton ini pemberitaan yang merupakan hasil penelitian Brandes tentang naskah Pararaton, yang sebenarnya telah siap 1893 silam, namun baru dimuat pada 1896 dalam seri VBG No XLIX dengan judul Pararaton "(Ken Arok) of het boek der koningen van Tumapel en van Majapahit" dan direvisi tahun 1902, digubah dan diterbitkan lagi seri terakhir VBG LXII tahun 1920 oleh para sarjana penerus Brendes.
3. Usaha JLA Brandes menerbitkan terjemahan Pararaton itu begitu mengagumkan masyarakat sejarah, karena waktu itu merupakan satu-satunya karya sejarah ilmiah tentang Singasari dan Majapahit. Tetapi yang perlu dipertanyakan dalam hal ini tentang teks asli dan asal-usul pararaton yang tidak jelas, ditambah lagi tanpa identitas si pembuat, tidak seperti halnya Negara Kertagama.
4. Di Keraton Surakarta ini pula Kitab Kidung Sundayana dan kitab Kidung Sunda diteribitkan oleh C C Berg, C.C. Berg, 1927, �Kidung Sunda. Inleiding, tekst, vertaling en aanteekeningen�. BKI 83: 1 � 161. C.C. Berg, 1928, "Inleiding tot de studie van het Oud-Javaansch (Kidung Sundāyana)".Soerakarta: De Bliksem, yang isinya tentang cerita peristiwa perang Bubat yang lebih detail, seperti yang di kisahkan dalam Pararaton. Konon katanya Kidung Sunda dan Kidung Sunda ditemukan dari sisa-sisa kebakaran pada penyerangan Belanda di Bali, itu artinya tidak ada pihak ketiga lainnya yang menyaksikan secara langsung dokumen itu diketemukan, hanya pihak Kompeni Belanda.
5. Naskah Pararaton pada awal mulanya tidak memperjelas kedudukan Ken Angrok alias Ken Arok sebagai Sri Rajasa Sang Amurwabhumi, pendiri wangsa Rajasa, terbukti dengan penyerangan C.C. Berg terhadap Negara Kertagama dengan 6 (enam) artikelnya yang dia tulis kisaran tahun 1950-1955, seperti sudah diterangkan diatas, yang tidak mengakui Ranggah Rasaja atau Sri Rajasa Sang Amurwabhumi sebagai raja pertama Singosari. Pertanyaan sekarang, terjemahan kitab Pararaton yang ada sekarang dan sudah beredar lama, termasuk yang dijadikan referensi oleh penulis, adalah terjemahan Pararaton versi yang mana? oleh karena dalam versi terjemahan yang ada sekarang ini jelas-jelas menceritakan tentang Sri Rajasa adalah Ken Angrok adalah pendiri sekaligus raja pertama Singosari.
6. Selain di Keraton Surakarta, sebelumnya di keraton kesultanan Cirebon dipusatkan juga penelitian budaya dan sejarah nusantara, dan dikontrol langsung oleh para pakar sejarawan dan para penguasa Hindia Belanda. Tidak mengherankan tentunya, kalau dari kedua tempat ini (Keraton Surakarta dan Kesultanan Cirebon) muncul kitab-kitab kontroversi semisal; Pararaton, Kidung Sundayana, Kidung Sunda dari Keraton Surakarta dan Wangsakerta dari Kesultanan Cirebon yang terdiri dari : Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara, pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa, Pustaka Nagara Kretabhumi dan Pustaka Carita Parahiyangan.
7. Tempat tempat pusat penelitian kebudayaan ini (Keraton Surakarta dan Kesultanan Cirebon) dikontrol langsung oleh pemerintahan Hindia Belanda dan oleh para sejarwannya. Dan yang teramat aneh, ke semua kitab ini saling mendukung dan saling menguatkan dalam kisah-kisah tertentu, dan ini wajar sejalan dengan keharusan ada justifikasi bersama terhadap suatu peristiwa sejarah supaya legitimasi, kisah perang Bubat adalah salah satunya.
8. Dalam Wangsakerta sendiri, pemikiran dan pengetahuan sejarah pada masa pra-masehi (sejarah) dikupas, dan apakah benar pengetahuan mereka sampai sejauh itu. Terdapat beberapa kesamaan dan kecocoknya isi naskah dengan karya-karya sarjana Barat (J.G. de Casparis, N.J. Krom, Eugene Dubois, dsb), sehingga ada dugaan bahwa naskah ini disusun dengan merujuk pada karya para ahli tersebut (tidak dibuat abad ke-17), Para arkeolog yang ahli tulisan kuno (paleografi), naskah Wangsakerta ini dikelompokkan sebagai naskah kontroversi, disebutkan bahwa kertas yang dipergunakan untuk naskah ini adalah kertas manila yang dicelup.
9. Dalam artikel ini, nama-nama yang terlibat dalam pararaton seperti Ken Arok, Ken Arok, Ken Umang dan Tunggul Ametung, sesuai dengan jalan ceritanya, nama-nama tersebut lebih cocok kalau diartikan dengan bahasa jaman sekarang atau sekurangnya nama-nama pada abad ke 19, yang berarti bahasa melayu yang berperan.
10. Apakah sesuatu yang mustahil jika kitab-kitab itu adalah sebenarnya karya sejarawan Belanda, misalnya saja dasar dari bahasa Kawi-Jawa Kuno sudah ada kamus lengkapnya dari C.F Winter, selain Brandes juga termasuk mumpuni dalam bahasa itu terkait sajarawan yang mengasai ilmu filologi dan linguitik, tehnik tulisan lembaran lontar sungguh sesuatu yang bisa dibuat atau modifikasi, dengan data yang berasal dari sumber-sumber sejarah lainya, dibuat sedemikian rupa dan digabung sehingga penandaan waktu dan data sejarahnya bisa melebihi Negara Kertagama, sampai keruntuhan kerajaan Majapahit. Hal yang perlu diingat bahwa pada masa itu sebagian prasati sudah diketemukan. Pararaton mempunyai kelebihan lainnya yaitu keakuratan data geologi, tentang beberapa peristiwa vulkanik didalamnya.
Artikel C.C. Berg itu yang dibuat 1950-1955 ini gan, silakan pelajari:
"Kertanagara, de miskende empire builder" (the neglected Empire builder), Qrientatie, July 1950, pp. 1-32 (=Kert.).
�De evolutie der Javaanse geschiedschxijv
ing" (The evolution of Javanese historiography), Mededelingen dtr Koninklijke Nederlandse Akademie van IVetenschappen, Afd. Letterkunde, Nixiwe reeks 14, no. 2, 26 pp. Ev.).
"De geschiedenis van pril Majapahit I: JA &. mysterie van de vier dochters van Kertanagara" (The history of early Majapahit I: the mystery of the four daughters of Kertanagara), Indonesie IV, 1950/51, pp. 481-520 PM. I).
"De geschiedenis van pril Majapahit, II: Achtergrond en oplossing der pril-Majapahitse conflicten" (II: Background and solution of the early Majapahit conflicts), Indonesia V, 1951, pp. 193-233 PM. II).
"De Sadeng-oorlog en de mythe van Groot-Majapahit" (The Sadeng war and the myth of Greater Majapahit), Indonesie V, 1951, pp. 385-422 (=SO�GM);
"Herkomst, vorm en functie der Middeljavaanse rijksdelihgstheorie" (Origin, form and unction of the Middle-Javanese theory concerning the division of the empire), erhandelingen der Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen, Afd. Letterkunde, Nieuwe reeks LIX, no. 1, 306 pp. Rd).
Sebagian dari hasil penelitian dari C.C Berg, dua diantaranya dipublikasikan di BKI 110, 1954, dan tiga diantaranya lagi dipublikasikan di Indonesie VIII dan satu Studio Islamica, 1955. Dan sepertinya, semua artikel yang dipublikasikan itu merupakan hal baru di dalam sejarah ditatar Jawa.
Hal yang disampaikan C.C Berg ini tentunya menimbulkan kekagetan dari para sarjana dan sejarawan pada saat itu, termasuk salah satunya FDK Bosch yang kemudian dia sendiri menyusun tulisan dengan judul �C.C. Berg and ancient Javanese history� In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 112 (1956), no: 1, Leiden, 1-24, (C.C. Berg dan Sejarah Jawa Kuno).
Kesan pertama yang muncul karena adanya publikasi hasil penelitian C.C Berg ini dari FDK Bosch adalah rasa curiga, ada hal penting apakah gerangan yang mebuat C.C Berg mempublikasikan artikel-artikel tersebut, atas kebutuhan apa? Soalnya dia melihat bahwa apa yang disampaikan itu adalah hasil penelitian yang dangkal, tidak berdasar dan gegabah.
1. Sumber sejarah yang dipakai misalnya kisah perjalanan Bujangga Manik, yang beberapa nama atau istilah terdapat didalamnya, seperti : Majapahit, Bubat, Dedes, Rabut Palah, Kagenengan, Gunung Kawi, Gunung Wilis, Samprok yang hampr mirip dengan Angrok dan lain sebagainya terutama peta tempat-tempat yang dikunjungi. Anehnya, dalam perjalanan Bujangga Manik ini tidak dikupas masalah besar yaitu peristiwa di Bubat yang nyata-nyata telah terjadi tragedi besar, menurut kisah Pararaton, padahal dia sendiri menceritakan kisah mitos Tangkuban Perahu yang tidak nyata, kisah atau peristiwa itu sendiri belum terjadi lama ketikan Bujangga Manik melakukan perjalannya.
2. Dan adalah wajar jika kisah-kisah Pararaton dan kitab lainya ini menjadi bahan debat dan diskusi tiada berujung, karena banyak latar belakang dan isinya yang masih kontroversi dan adanya ketidakjelasan sebagian kisahnya, terutama kisah-kisah yang dianggap krusial, sedangkan bukti sejarah yang mendukung sangat minim.
3. Apakah kerajaan Hindia Belanda untuk memproteksi atau melindungi kepentingannya terhadap wilayah Hindia Timur, nusantara, hanya mengandalkan tangan kosong dengan tidak mengirimkan orang-orang intelejennya. Bisa jadi, mereka yang berkedok sebagai para sejarawan atau para sarjana dan para peneliti budaya nusantara lainya adalah mereka yang membawa misi ganda kepentingan hajat hidup orang banyak dikerajaan Hindia Belanda nun jauh disana. Ingat, fungsi Intelegen bukan hanya untuk perang fisik, tetapi banyak peran intelegen terhadap tinjauan kedepan sebuah strategi pemerintahannya.
4. Secara logika, mereka dibiayai, didanai dan digaji, bahkan dijadikan beberapa kepala urusan negara dibidang masing-masing seperti halnya JLA Brandes, kalau tidak memberikan kontribusi positif bagi pemerintahan Hindia Belanda.
5. Pemerintah Hindia Belanda dengan masyarakatnya, sudah menggap bahwa Hindia timur atau nusantara ini adalah bagian atau sudah dianggap milik oleh mereka, terbukti bagi setiap perlawanan yang dilakukan oleh para pejoang kita, disebut dengan istilah para pemberontak. Sungguh wajar kalau mereka dalam rangka mempertahankan keberadaan mereka melakukan penjagaan dan perlindungan terhadap potensi-potensi yang membahayakan mereka.
6. Seandainya ada pertanyaan, semisal tentang peristiwa perang Bubat bahwa seolah-olah sudah turun-temurun dan ketidakyakinan bahwa itu tidak terjadi sangatlah kecil, jawabanya adalah bukan kah yang memberikan warna terhadap Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana (KUHP) yang sekarang dipakai oleh undang-undang bangsa kita dalam masalah hukum masih menggunakan sebagian besar produk kompeni, Hindia Belanda?
7. Apa yang dilakukan C.C Berg pada tahun 1950-1955, dengan menerbitkan 6 artikel yang menyerang Negara Kertagama, yang terkesan dipaksakan dan merevisi ulang sejumlah pemikiran dia dan beberapa sajarwan dari bangsanya sendiri sebelumnya, tujuannya tiada lain adalah propaganda bahwa luas nusantara yang diungkap dalam Negara Kertagama adalah tidak betul, tidak seluas itu, dia mempertahankan pendapatnya bahwa luas nusantara hanyalah seperti pada masa kejayaan Raja Kertanegara, dan sudah barang tentu ini mempunyai muatan politis dari pemerintah Hindia Belanda.
8. Peristiwa politik yang paling akbar pada saat itu, dengan sisa-sisa kemampuan yang ada Pemerintah Hindia Belanda masih berusaha mempertahankan Irian Barat, dan tentunya mereka perlu justifikasi historis atau sejarah sebagai legimitasi bagi pembenaran sikapnya itu, terbukti dengan penyampaian CC Berg di depan forum UNESCO PBB supaya sikap mempertahankan Irian barat mendapat legitimasi dunia. Irian Barat masuk wilayah NKRI tahun 1963.
referensi: berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar