Langsung ke konten utama

BHINNEKA TUNGGAL IKA DALAM TINJAUAN BAHASA AUSTRONESIA KUNO

Kata "BHINNEKA TUNGGAL IKA" disepakati bersama oleh seluruh masyarakat Indonesia dengan makna "BERBEDA-BEDA TETAPI TETAP SATU". Apakah arti tersebut salah? Tentu Tidak! sebab itu kesepakatan bersama seluruh rakyat Indonesia, terlepas dari hal tersebut tentu kita bisa menelusuri arti kata tersebut yang sudah ada jauh sebelum masehi, kata BHINNEKA TUNGGAL IKA menjadi begitu terkenal setelah didokumentasikan dalam kitab kuno Sutasoma yang digubah oleh Empu Tan Tular/Taolaoer dengan menggunakan bahasa dan aksara Kawi pada era majapahit.


Beberapa hari yang lalu penulis pernah berdiskusi dengan seorang teman yang konon memahami bahasa Jawa Kuno, saat berdiskusi tentang arti kata BHINNEKA TUNGGAL IKA, teman tersebut memberikan penjelasan bahwa kata BHINNEKA TUNGGAL IKA berasal dari kata BHINNA+IKA TUNGGAL IKA yang diartikan sebagai berikut:

BHINNA    = Berbeda-beda

IKA.            = Itu

TUNGGAL = Satu

IKA.            = Itu


Pendapat dan tafsiran tersebut jelas sekali bersumber dari Kamus Bahasa Jawa Kuno karya P.J. Zoetmulder yang bekerja sama dengan S.O. Robson seperti yang dipaparkan pada link https://tatkala.co/2017/05/11/bineka-dan-bhinneka/amp/


Interprestasi tersebut jelas salah, dan perlu diketahui bahwa P.J. Zoetmulder dan S.O. Robson tidak memahami akar bahasa Jawa Kuno secara mendalam yang mana asal usul bahasa jawa berasal dari bahasa Austronesia kuno atau proto Austronesia.

Sesuai dengan pendapat para ahli bahasa bahwa bahasa Nusantara termasuk bahasa Jawa kuno merupakan rumpun bahasa Austronesia yang sumbernya atau asal usulnya berasal dari bahasa proto-Austronesia (Austronesia kuno) yang sebenarnya merupakan bahasa Tiongkok Timur (Dong Yi) yang dituturkan oleh suku Yi/Yue (proto austronesia) yang merupakan bagian dari masyarakat tiongkok yang tanah asalnya(Mainland) ada di pesisir timur dan tenggara Tiongkok termasuk Taiwan.


BEDA ARTI DAN MAKNA


Jika dianalisis secara mendalam, kata BHINNA merujuk pada kata BINA sesuai EYD kamus besar bahasa Indonesia yang dimaknai dengan MEMBANGUN atau MENDIRIKAN (lihat di https://kbbi.web.id/bina.html ), sedangkan arti kata IKA tidak terdevinisi yang dianggap sama dengan kata ITU oleh banyak kalangan. Jadi kalau digabungkan arti dari BHINNA+IKA = membangun/mendirikan itu, jadi sangat berbeda makna/arti dari kata BHINNA+IKA dengan BINEKA dalam EYD kamus besar bahasa Indonesia yang artinya Beragam atau beraneka, jadi kata BHINNA+IKA dan BINEKA mempunyai makna yang sama sekali berbeda berdasarkan EYD bahasa Indonesia.


Sedangkan pendapat lainnya mengartikan kata BHINNEKA yang artinya sama dengan kata ANEKA seperti pada link ini https://id.quora.com/Apa-arti-kata-ika-dalam-slogan-Bhinneka-Tunggal-Ika


Jadi semua pihak bisa mengartikan sesuai pendapat/interpretasi dan kapasitas pengetahuannya tanpa ada dasar/bukti manuskripnya yang lebih cocok disebut TEBAK TERKA KATA, tetapi tentu berbeda jika kata kuno tersebut dijelaskan atau dituliskan dengan aksara logogram/logo-grafi dimana aksara logogram menjaga makna kata yg dituliskan agar tidak berubah/bergeser maknanya.


PENAFSIRAN TANPA DASAR 


Dari hal tersebut diatas, atas dasar apa P.J. Zoetmulder dan S.O. Robson mendefinisikan kata BHINNA+IKA(BHINEKA) dalam Kamus Bahasa Jawa nya tersebut?, Apakah berdasarkan referensi cocokologi kata dari pujangga-pujangga kraton yang membantunya ataukah dari sumber prewangan (seperti dalam kasus pembuatan babad kediri)???

Yang jelas metode yang digunakan lebih mirip menggunakan metode TEBAK-TERKA atau GATHUK-MATHUK.


ASAL-USUL PENUTUR


Untuk mengetahui makna yang sebenarnya dari kata BHINNEKA TUNGGAL IKA tentu harus memahami sejarah bahasa jawa kuno dan asal-usulnya terlebih dahulu.

Sesuai dengan pendapat dan kesepakatan para ahli bahasa bahwa bahasa Jawa merupakan rumpun bahasa austronesia yang asal-usulnya berasal dari Taiwan dan pesisir timur Tiongkok, hal ini juga sesuai dengan narasi Kitab Sejarah Kawitane Wong Jowo lan Wong Kanung yang menyebutkan delta(tepise) sungai Yangtse di pesisir timur tiongkok sebagai salah satu tempat leluhur orang Jawa, hal tersebut juga semakin diperkuat dengan bukti terbaru dari ahli genetika dimana y-DNA masyarakat kuno pesisir timur tiongkok di teluk Liangzhu sama dengan kode genetik y-DNA O1-M175 dengan sub O1a-M119 masyarakat Jawa sebagai penanda genetik bangsa Austronesia.


IDENTIFIKASI BAHASA & AKSARA


Kata BHIN-NE-KA TUNG-GA-L I-KA merupakan penggalan kata-kata yang sudah dituturkan jauh sebelum masehi yang ditulis dalam aksara Yi kuno logogram(worm bird script) yang kemudian dalam perkembangannya ditulis kedalam aksara Palawa ataupun Kawi sebagai bentuk pembakuan/penyederhanaan aksara(berdasarkan bunyi ) tentu standarisasi/penyederhanaan tersebut berdampak pada fungsi makna aksara dari kata tersebut yang diwakili menjadi hilang karena dampak dari perubahan (penyederhanaan) tersebut tetapi tidak serta merta merubah makna kata yang ditulisnya secara langsung.


Dalam sejarahnya masyarakat Austronesia kuno(proto Austronesia) merupakan leluhur dari masyarakat nusantara khususnya Jawa, berdasarkan catatan sejarah bahwa suku Austronesia kuno atau dikenal dengan suku Yi/Yue mempunyai peradaban yang sangat maju pada masanya termasuk dalam hal bahasa dan aksara yang sudah ada ratusan tahun bahkan ribuan tahun sebelum masehi, hal ini dibuktikan dengan penemuan situs Liangzhu yang sangat maju, masyarakat Yi/Yue (Austronesia kuno) mempunyai bahasa yang rumit (bertingkat, bahasa halus dan bahasa umum) yang disebut dengan bahasa Yi/Yue(Austronesia kuno) yang dituturkan dipesisir timur, tenggara, dan selatan tiongkok serta taiwan, selain itu mereka juga mempunyai aksara logogram tiongkok kuno yang disebut aksara I/Yi/Yue yang motif(ciri)nya seperti bentuk guratan mirip cacing dan burung atau dikenal dengan worm bird script atau dalam catatan tiongkok disebut Nio Chong Shu, yang kemudian berevolusi (dibakukan/distandarkan/disederhanakan) menjadi aksara silabis yang disebut Palawa/Kaw-i yang didasarkan pada bunyi, aksara Kawi dibuat oleh seorang tokoh yang bernama Aqi (lihat https://id.m.wikipedia.org/wiki/Aksara_Yi )


IDENTIFIKASI KATA


Setelah mengidentifikasi bahasa dan aksaranya maka kita dapat dengan mudah mengidentifikasi kata BHIN-NE-KA TUNG-GA-L I-KA dalam aksara kuno/aslinya, dalam hal ini akan menggunakan aksara pinyin sebagai turunan aksara logogram kunonya sebagai pengganti aksara YI/I worm bird script, berikut arti kata BHINNEKA TUNGGAL IKA yang didasarkan atas BUKTI MANUSKRIP ASLI dari aksara logogram/logo-grafi kunonya dalam bahasa Austronesia Kuno atau Proto Austronesia atau Bahasa Yi/Yue (Dong Yi) atau lebih tepatnya BAHASA PESISIR TIMUR TIONGKOK sebagai bahasa nenek moyang leluhur JAWA... , Berikut penjelasan kata BHIN-NEKA-TUNG-GA-L-I-KA berdasarkan bukti aksara kunonya...


Kata BIN dalam BIN-NE-KA adalah :


繽 BIN artinya BERLIMPAH, BERAGAM, BANYAK, WARNA YANG BERCAMPUR, DALAM KEBERAGAMAN


那 NA atau NEI/NE artinya ITU, BEGITU, SEPERTI ITU, JADI (MENJADI), BAHWA


個 GE atau KA/KO/GA/GO artinya TUNGGAL, SATU, KESATUAN, SECARA TERPISAH, MASING-MASING


Jadi makna 繽那個 BIN-NE-KA atau BIN-NA-GE artinya BERLIMPAH / BANYAK SEBAGAIMANA ITU / MENJADI SEPERTI ITU atau BEGITU (SEPERTI ITU) KAYA BERANEKA RAGAM.


Perlu diketahui bahwa kata 繽 BIN dalam kata 繽那個 BIN-NE-KA BIN-NE-KA merupakan kependekan kata 繽紛 BIN-FEN yang merupakan kata Kiasan atau Idiom dalam filsafat/sastra Tiongkok yang mana artinya BERANEKA RAGAM YANG LUAS KAYA BERANEKA RAGAM.

Kata 繽紛 BIN-FEN merupakan kosa kata yang sering digunakan dalam sastra berupa kata Kiasan / Idiom dalam kosa kata Tiongkok seperti 五彩 繽紛 WU-CAI BIN-FEN yang artinya LIMA WARNA YANG MENJADI KAYA BERANEKA RAGAM / BERANEKA RAGAM YANG LUAS.

Dalam Tao Te Ching (道德經 Dao De Jing) Bab 42, Lao-zi (Lao-Tze) menyebutkan :

道生一, 一生二, 二生三, 三生萬物

DAO SHENG YI, YI SHENG ER, ER SHENG SAN, SAN SHENG WAN WU.

Artinya : Tao menghasilkan Satu, Satu menghasilkan Dua, Dua Menghasilkan Tiga, Tiga menghasilkan Sepuluh Ribu bentuk atau bermacam-macam (banyak) bentuk.

Kata 萬物 WAN WU artinya BERMACAM-MACAM BENTUK atau BANYAK BENTUK direpresentasikan ke dalam kiasan kata 繽那個 BIN-NE-KA yang mana artinya BEGITU KAYA BERANEKA RAGAM.

Kata 那個 NE-KA (NE-GE/NA-GE/NI-KO) merupakan kosa kata Tiongkok sampai sekarang masih digunakan dalam bahasa Tiongkok (Mandarin) yang artinya : ITU atau SATU ITU, SEPERTI ITU.

Kosa kata 那個 NE-KA atau NE-KO/NI-KO juga dapat dijumpai dalam bahasa Jawa Krama hingga saat itu yang artinya ITU atau SEPERTI ITU.


TUNG-GA-L 


動 DONG atau TUNG artinya BERGERAK (GERAKAN), BERTINDAK (TINDAKAN), BERBUAT, MENJADIKAN


各 GE atau KA/KE/GA/GO artinya MASING-MASING, SETIAP-TIAP, SETIAP, LUAR BIASA, TIDAK BIASA, BERPASANGAN, TUNGGAL (SINGLE), SAMA, SAMA-SAMA


了 LE atau LEU/LIAO artinya kata partikel akhir keadaan/pekerjaan/tindakan, perubahan keadaan, MENYELESAIKAN, MENGAKHIRI, MEMAHAMI, LENGKAP, SEPENUHNYA


Jadi kata 動各了 TUNG-GA-L atau DONG-GE-LE artinya SEPENUHNYA DENGAN BERPASANGAN (SAMA/SAMA-SAMA/MASING-MASING) UNTUK BERGERAK / BERTINDAK, atau BERGERAK / BERTINDAK DENGAN BERPASANGAN (SAMA/SAMA-SAMA/MASING-MASING) UNTUK SEPENUHNYA MENYELESAIKAN


I-KA


一 YI atau I artinya SATU


個 GE atau KA/KO/GA/GO artinya TUNGGAL, SATU, KESATUAN, SECARA TERPISAH, MASING-MASING


Jadi 一個 I-KA atau YI-GE artinya SATU KESATUAN atau SATU YANG TUNGGAL.


Jadi kata 繽那個 動各了 一個 BIN-NE-KA TUNG-GA-L I-KA atau BIN-NEI-GE DONG-GE-LE YI-GE artinya BEGITU KAYA BERANEKA RAGAM DALAM BERGERAK / BERTINDAK DENGAN BERPASANGAN (SAMA/SAMA-SAMA/MASING-MASING) UNTUK SEPENUHNYA MENYELESAIKAN DALAM SATU KESATUAN


PENOLAKAN


Sebagai catatan akhir, banyak pihak yang menolak apa yang penulis paparkan diatas baik oleh para ahli ataupun pecinta sejarah di Indonesia, kenapa begitu? Sebab masih ada tendensi/perspektif anti Cina dalam pemahaman/doktrin sejarah yang dipahaminya yang merupakan warisan kolonial di Indonesia, karena itulah pemahaman sejarah di Indonesia tidak lagi sesuai dengan fakta sejarah sekarang yang apa adanya dan bukan sejarah yang ada apanya.

Mengakui sejarah leluhur apa adanya adalah bentuk berbakti, begitu juga sebaliknya jika mengaburkan sejarah leluhur dan tidak mengakui asal usul leluhur itu adalah bentuk kedurhakaan.


Mengakui asal usul leluhur dan budayanya bukan berarti tidak punya rasa Nasionalis, itu dua hal yang berbeda!!!, Rasa Nasionalisme harus dijaga dan dipertahankan rumah yang bernama NKRI sebagai rumah kita bersama, baik kita dari etnis jawa, cina, sunda dll harus bersatu menjaga rumah kita dari rongrongan negara lain meskipun dari negri tiongkok itu sendiri. Jadi Sejarah dan Nasionalisme itu dua hal yang berbeda...


Lihat di Indo-Cina seperti Vietnam, Thailand, Kamboja, Laos dan Myanmar, Mereka masih memegang Budayanya dengan bukti dari Aksara Tulisannya....

Dan menolak segala doktrin barat !! Di Indo-Cina memegang teguh politik anti-KOLONIAL.

Beda dengan disini Indonesia dan Malaysia aksara Tulisan menjadi LATIN, konsep pemahaman sejarah mengikuti ahli kolonial alias malas menggali pemahaman leluhur sendiri.... hilang indetitas ORANG YI (I) dengan aksara KAW-I nya...

Masa KOLONIAL dan paling gencar masa ORDE BARU, Indonesia menjadi negara yang tercabut dari asal-usulnya....


Harap dicermati secara Bijak sejarah-sejarah yang ada..!


Editor.

Koh Tzu

Rangkuman dalam diskusi bersama kang 真 皓腦內Jan Honone/Zhen Haonuonei dalam group覓 探以 MI TAN-I 道佑...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d