Langsung ke konten utama

Sang Penegak Keadilan Bao Zheng (包拯)/ Hakim Bao

 


Tuhan sangat menyukai dan menyayangi orang-orang yang berbuat adil apapun agamanya!!!

“Setiap keturunan saya yang terbukti secara hukum melakukan suap, tidak diperkenankan kembali ke rumah atau dimakamkan di tempat pemakaman keluarga. Dia yang tidak memiliki nilai-nilai saya berarti bukan keturunan saya” – Instruksi Bao Zheng untuk keluarganya.

Kisah Sejarah Bao Zheng (包拯)/ hakim Bao ini mengajarkan kita semua bahwa meski diri sendiri melakukan kesalahan, juga patut dihukum. Apalagi orang lain?
Namanya akan selalu harum sepanjang masa tak lekang oleh waktu.

Bao Zheng (包拯) atau yang kita kenal dengan sebutan HAKIM BAO adalah seorang hakim dan negarawan terkenal pada zaman Dinasti Song Utara. Beliau lahir pada tahun 999 M dan mangkat pada tahun 1062 M. Karena kejujurannya dia mendapat julukan Bao Qingtian (包青天) yang berarti “Bao si langit biru”; sebuah nama pujian bagi pejabat bersih.

Sementara musuh-musuhnya menjulukinya Bao Heizi (包黑子) yang artinya si hitam Bao karena warna kulitnya yang gelap. Nama kehormatannya adalah Xiren (希仁).

Kehidupan Bao Zheng (Hakim BAO)

Bao dilahirkan pada jaman Dinasti Song tahun 999 dalam keluarga sarjana di Luzhou (sekarang Hefei, propinsi Anhui Tiongkok). Kehidupan awalnya banyak memengaruhi kepribadiannya. Orang tuanya walaupun hidup pas-pasan, namun masih sanggup menyekolahkannya dengan baik.

Ketika sedang mengandungnya, ibunya sering turun naik gunung untuk mengumpulkan kayu bakar. Di kampungnya dia banyak berteman dengan rakyat jelata sehingga dia mengerti beban hidup dan masalah mereka. Hal ini membuatnya membenci korupsi dan bertekad untuk menegakkan keadilan dan kejujuran.

Pada usia 29 tahun, Bao lulus ujian kerajaan tingkat tertinggi dibawah pengujian langsung dari Kaisar hingga menyandang gelar Jinshi. Sesuai hukum dan peraturan saat itu yang mengatakan bahwa seorang sarjana Jinshi dapat ditunjuk menempati posisi penting dalam pemerintahan, maka Bao diangkat sebagai pejabat kehakiman mengepalai Kabupaten Jianchang.

Namun dia mengundurkan diri tak lama kemudian karena sebagai anak berbakti dia memilih pulang kampung untuk merawat orang tuanya yang sudah tua dan lemah selama sepuluh tahun. Baru setelah kematian orang tuanya, dia kembali diangkat sebagai pejabat, kali ini sebagai pejabat kehakiman Propinsi Tianchang. Ketika itu dia telah berumur 40 tahun.

Sebagai pejabat, Bao bekerja dengan adil, berani, dan berpegang pada kebenaran. Kecerdasan dan bakatnya membuat banyak orang kagum, termasuk Kaisar Song Renzhong yang mempromosikannya dan memberikannya jabatan penting termasuk sebagai hakim di Bian (sekarang Kaifeng), ibukota Dinasti Song.

Dia terkenal karena pendiriannya yang tak kenal kompromi terhadap korupsi di antara pejabat pemerintahan saat itu. Dia menegakkan keadilan bahkan menolak untuk tunduk pada kekuasaan yang lebih tinggi darinya bila itu tidak benar.

Sejarah mencatat bahwa selama kurang lebih 30 tahun sejak dia memegang jabatan pertama kalinya, sebanyak lebih dari 30 orang pejabat tinggi termasuk beberapa mentri telah dipecat atau diturunkan pangkatnya olehnya atas tuduhan korupsi, kolusi, melalaikan tugas, dan lain-lain.

Dia sangat berpegang teguh pada pendiriannya dan tidak akan menyerah selama dianggapnya sesuai kebenaran. Dalam catatan sejarah, Beliau pernah 6 kali melapor pada Kaisar dan memintanya agar memecat pejabat tinggi, Zhang Yaozhuo, paman dari selir kelas atas kerajaan, 7 kali melapor untuk memecat Wang Kui, pejabat tinggi lain yang kepercayaan Kaisar; bahkan dia pernah beberapa kali membujuk Kaisar untuk memecat Perdana Menteri Song Yang.

Dalam pemerintahan, teman dekatnya adalah paman Kaisar yaitu Zhao Defang yang lebih dikenal dengan nama pangeran kedelapan (八王爷; Ba Wang Ye). Di kalangan rakyat, Bao Zheng dikenal sebagai hakim yang adil dan berani memutuskan segala sesuatu berdasarkan keadilan tanpa rasa takut, juga mampu membedakan mana yang benar dan yang salah.

Baginya siapapun termasuk kerabat dekat Kaisar sekalipun harus dihukum bila terbukti bersalah melakukan pelanggaran. Bao meninggal tahun 1062 dalam usia 63 tahun dan dimakamkan di makam keluarganya di Hefei, di kota itu juga dibangun sebuah kuil untuk mengenangnya, yang bernama Bao Gong Ci (包公祠).

Cerita Mengenai Alat Pancung, Tongkat Emas dan Pengawal Bao Zheng

Bao Zheng banyak menghiasi karya literatur dalam sejarah Tiongkok, kisah hidupnya yang melegenda sering ditampilkan dalam opera dan drama, kebanyakan kisah-kisah ini telah di dramatisasi. Dalam opera biasanya dia divisualisasikan sebagai pria berumur dan berjenggot, dengan wajah hitam serta tanda lahir berbentuk bulan sabit di dahinya.

Beberapa versi menyebutkan tanda ini berasal dari luka ketika dia memberi hormat dengan sangat keras pada ibunya untuk menunjukkan baktinya!

Disebutkan juga bahwa Kaisar menganugerahi Bao 3 buah Guillotine (鍘刀; Zhádāo) atau alat penggal dalam tugasnya sebagai hakim. Ketiga Guilotine itu mempunyai dekorasi yang berbeda dan digunakan untuk menghukum orang sesuai statusnya, yakni :

1. Guilotine kepala anjing (狗頭鍘; Gǒutóu zhá) untuk menghukum kalangan rakyat jelata,
2. Guilotine kepala macan (虎頭鍘; Hǔtóu zhá) untuk menghukum kalangan pejabat,
3. dan Guilotine kepala naga (龍頭鍘; Lóngtóu zhá) untuk menghukum kalangan bangsawan kekaisaran.

Dia juga dianugerahi tongkat emas kerajaan oleh Kaisar sebelumnya untuk menghukum Kaisar sendiri bila bersalah dan pedang pusaka kerajaan sebagai tanda berhak untuk menghukum siapapun termasuk anggota kerajaan tanpa melapor atau mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Kaisar.

Dalam tugasnya dia dibantu oleh 6 pembantunya, yaitu kepala pengawal yang ahli beladiri Zhan Zhao (展昭), sekretaris penasihat yang pandai Gongsun Ce (公孙策), serta 4 pengawal lainnya Wang Chao (王朝), Ma Han (馬漢), Zhang Long (張龍), dan Zhao Hu (趙虎).

Beberapa Kisah Legenda Bao Zheng

1. Zhá měi àn (鍘美案); mengisahkan Bao Zheng mengeksekusi Chen Shimei, seorang sarjana yang meninggalkan anak istrinya setelah lulus ujian kerajaan dan menikahi seorang wanita bangsawan. Chen bahkan mencoba membunuh istrinya dengan mengirim pembunuh bayaran.

2. Límāo huàn tàizǐ (貍貓換太子); mengisahkan Bao Zheng membongkar konspirasi dalam istana, dimana bayi putra mahkota ditukar dengan anak kucing ketika baru dilahirkan. Dalam kasus ini Bao harus berhadapan dengan kasim yang menjadi temannya pada awal kariernya, Guo Huai, sehingga Bao harus memilih antara perasaan pribadi sebagai teman dan kewajibannya menegakkan keadilan.

Bao menyamar sebagai Dewa Yama, raja neraka untuk membongkar kejahatan Guo Huai. Guo pun akhirnya mengakui segalanya karena dia mengira telah berada di neraka.

Banyak kisah Jaksa Bao yang difilmkan oleh perusahaan film Taiwan, Hongkong dan Tiongkok dengan judul ‘Justice Bao‘ (包青天; Bao Qingtian) yang meraih popularitas luar biasa di Asia pada dekade 90-an.

Meski hampir semua kisah dalam serial tersebut adalah fiksi yang dihubungkan dengan kehidupannya, namun sarat akan nilai-nilai tradisional Tiongkok, seperti bakti pada orang tua, kesetiaan pada Negara, dan keadilan bagi rakyat.

Trivia

Dalam setiap serial TV Justice Bao, setiap kali Hakim Bao membuka pengadilan, para petugas/pengawal pengadilan akan mengetuk tanah dengan tongkat di tangan sambil berucap “Wei Wu” (Hanzi : 威武),
Wei Wu 威武 yang artinya Sangat Berkuasa yang dimaksudkan Hakim Bao berkuasa untuk menghukum yg bersalah tanpa pandang bulu .

Referensi:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bao_Zheng
https://www.tionghoa.info/bao-zhengjaksa-bao-hakim-teradil-dan-terjujur/
http://www.diaridona.com/post08081841022983?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d