Langsung ke konten utama

PRASETYA(SUMPAH) SUCI LELUHUR JAWA


Penulis merasa perlu mengangkat kembali PRASETYA(SUMPAH) SUCI LELUHUR JAWA untuk melawan lupa agar generasi jawa sekarang tidak melupakan asal usul leluhurnya termasuk didalamnya sejarah dan budayanya yang selalu dikaitkan dengan "INDIANISASI" atau "ke-INDIA INDIA-an" ini sesuatu sangat ironis dan tragis.


Wacana propoganda INDIANISASI yang digaungkan oleh pihak kolonial barat untuk mengaburkan asal usul, sejarah dan budaya adiluhung leluhur Nusantara, kenapa demikian???  agar generasi penerusnya tidak mempunyai pemahaman tentang leluhurnya tersebut sehingga rasa kebanggaan pada leluhurnya menjadi hilang, dan jika sudah hilang maka tidak akan ada rasa bakti(berbakti) pada leluhur serta menganggap leluhurnya itu bodoh dan tak berbudaya dengan label "ANIMISME dan DINAMISME".


Dan hal yang paling aneh dan konyol adalah generasi kemerdekaan(sekarang) menyatakan anti kolonialisme tetapi pemahaman/pandangan ahli kolonial masih dipertahankan bahkan dilanggengkan khususnya dalam pendidikan kesejarahan dan budaya di Indonesia yg mengacu pada Indianisasi yang merupakan pendapat imajinasi para ahli kolonial.


Untuk itulah perlu kiranya mencari kembali sesuatu yang telah dihilangkan/dikaburkan oleh pihak kolonial saat menjajah nusantara khususnya khususnya di jawa, kita akan membuka kembali ingatan masa lampau sejarah leluhur jawa berdasarkan catatan-catatan yang ditinggalkan salah satunya berupa sumpah suci leluhur jawa saat mereka menginjakkan kaki di pulau jawa berdasarkan naskah-naskah kuno dan cerita tutur masyarakat pesisir jawa khususnya Rembang dan Jepara.


Saat orang-orang tiongkok meninggalkan daratan tiongkok dan bermigrasi ke pulau jawa, orang-orang tiongkok dari dinasti chao (yang merupakan leluhur awal orang/suku jawa) tersebut melakukan ritual dan sumpah suci dimana dalam ritual dan sumpah suci tersebut agar anak turunnya tidak melupakan asal usul leluhurnya dan selalu menjaga adat dan budaya dimanapun berada.


Adapun Isi Prasetya(sumpah) Suci Leluhur Jawa adalah:


1.) Wong Jo-wo turun-temurun tutug Jaman opo wae tetep podho ngrungkepi Totopercayaan Suci Hwuning, naluri soko pepunden Nuso Bruney bongso Chaow (=inggatan[minggat]=ngumboro) soko Nuso Hai-Nan; jaman Jamajujo 3000 taon kepungkur. Guru-guru Agung bawono Masriki ugo durung miyos neng Alam-ndonya, yokuwi: 1. Laow Tze Tao, 2. Hud Tze Buddho, 3. Kong Tze Khonghucu.

Wondene asal-usule bongso Chaow sing kawitan kuwi wong soko negoro Chino, tepise bengawan Yang Tze Kiang udhik diapit gunung Kwen Lun lan gunung Tang La, Ching Wai. Wong-wong mau sumebar mengidul ning bumi Tiongkok-Kidul (Nalika 4000 taun kepungkur=2000 taon sakdurunge taon Masehi), ngliwati sakidule gunung Yun Lin. Ngliwati Yue Nan, Kwang Sie, Kwang Tung. Nuli nyabrang segara munggah dharatan Nuso Hei-Nan, sabanjure nuli nyabrang mlebu Nuso Bruney; sumebar anjrah dadi bongso anyar suku Dhai-ak rupo-rupo jenenge manut arane Bengawan-bengawan kono (Barito: Maanyan-siung. Kayan: Apokayan, Kenya. Segah: Segal. Maham. Punan. Sampit). Sawise dadi wong Dhai-ak Sam-Pit nuli ngumboro maneh nyabrang samudro ngancik Nuso Kan-Dhang(Kendheng), malih ngganti aran: Bongso Jo-wo(chao-wo).


2.) Ing mbesuk Wong-wong jo-wo neng Negoro ngendi wae tansah podho nguri-uri ngagungake Ke-Jowone, lan mekarake Senibudoyo Jo-wo.


3.) Wong Jo-wo sing nyingkur/nyepele ke-Jowo-ne bakal dadi wong Jowo-jawal sing ora nduwe Dhangkel lan Oyod-lajer. Uripe tansah Nglindur lan Mbangkong nganti ngoyo ngayal-anduporo, nguber kaendahane Jodhog-layung ing wayah surup Sandyakolo.


Referensi:

-Mbah Guru, Naskah Sejarah Kawitane Wong Jowo Lan Wong Kanung

-Kie Sen Dhang, Naskah Kuno Sendhang Nata Kan-Dhang

-Cerita Tutur Masyarakat Jepara & Rembang 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d