Langsung ke konten utama

馬子 MAS Dalam Sebuah Tinjauan Sejarah dan filologi Kata

Di jawa panggilan MAS sering digunakan, banyak yang berasumsi bahwa panggilan Mas berasal dari kata logam mulia "Emas" untuk memuliakan orang yang dipanggil, tapi apakah demikian?, sekilas cocokologi tersebut cukup logis atau masuk akal, tetapi jika dirunut sejarahnya tentu tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya alias tidak jelas benang merahnya, dalam sejarahnya penggunaan panggilan Mas baru muncul pada era kerajaan demak dan setelahnya, dan yang pasti mempunyai sejarah yang melatar belakanginya, dan siapa tokoh yang dipanggil pertama kali dalam sejarah dengan panggilan Mas?, Berikut penjelasannya...


Kata Ma-S (Mas) sering dijumpai pada sebutan untuk panggilan laki-laki Jawa dan juga banyak yang mengartikannya sebagai Kakak Laki-laki ini merupakan kekeliruan dari makna tersebut.


Kata Ma-S dari kata :

馬 Ma artinya Klan Keluarga Ma, Marga Ma

子 Zi atau Tze/Se artinya Anak, Keturunan

Jadi kata 馬子 Ma-S atau Ma-Se(Ma-Tze) artinya Anak/Keturunan Klan Keluarga (Marga) Ma.


Jadi kata Ma-S (Mas) dalam bahasa Jawa tidak serta merta berarti Kakak laki-laki, sebagai contoh kata Ma-S (Mas) digunakan pada :

- Kang/Ka-Kang Ma-S (Mas) artinya Kakak laki-laki sebagai Anak/Keturunan dari Marga Ma

- Di/A-Di Ma-S (Mas) artinya Adik sebagai anak/keturunan dari marga Ma.

- Ni Ma-S (Mas) artinya Anak Perempuan dari keturunan Marga Ma.

- Nyi (Nya-i) Ma-S (Mas) artinya Istri dari Suami keturunan Marga Ma.

- Ratu Ma-S (Mas) artinya Permaisuri dari Raja sebagai anak/Keturunan Marga Ma.


Kata Ma-S (Mas) pertama kali digunakan oleh Ma-S (Mas) Karebet atau Hadiwijaya atau dikenal Joko Tingkir.


Oleh.

真 皓腦內

Jan Honone/Zhen Haonuonei.


Editor.

Koh Tzu


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d