Langsung ke konten utama

Sembahyang dan Sesaji Leluhur Nusantara dalam Perspektif Flologi dan Kesejarahan


Dalam pendidikan dan diskusi sejarah, sering sekali kepercayaan(agama) leluhur nusantara pra-sejarah dilabeli dengan nama Animisme dan Dinamisme, teori dan pandangan tersebut berasal dari ahli-ahli kolonial barat yg secara sengaja atau tidak sengaja merupakan bentuk merendahkan nenek moyang(leluhur) nusantara, dan paling parahnya lagi pendidikan sejarah di Indonesia mengadopsi pemahaman kolonial tersebut.


Animisme dan Dinamisme (tidak bertuhan dan menyembah benda2) yg dilabelkan pada keyakinan/kepercayaan leluhur nusantara jelas sebuah bentuk propoganda ahli-ahli barat untuk membentuk image/citra bahwa leluhur nusantara"Tidak Berbudaya" atau "Tidak Memiliki Budaya" atau istilah kerennya "Terbelakang bin Bodoh".


Perlu diketahui bahwa narasi/teori para ahli kolonial barat itu sangat tendesius, dan menganggap leluhur mereka(eropa) lebih tinggi dan lebih maju peradabannya dibandingkan leluhur bangsa timur (asia)  termasuk indonesia.


Atas pendapat bahwa kepercayaan leluhur nusantara itu animisme dan dinamisme sebelum masuknya agama hindu dan budha, itu menunjukkan KETIDAK TAHUAN atau KEBODOHAN dari ahli-ahli kolonial barat tersebut yang ingin menghancurkan sejarah dan peradaban leluhur nusantara yang berasal dari tanah leluhurnya(tiongkok). Untuk itulah perlu kiranya sebuah gebrakkan untuk meluruskan kembali pandangan sejarah dan budaya leluhur nusantara yang sudah kabur dan terkoyak-koyak oleh ulah penjajah dengan slogan devide et emperanya.


Pada masa lampau, pemahaman (kepercayaan) leluhur nusantara sudah sangat maju dilihat dari segi pemahaman hakikat dan spiritualitasnya, bahkan pemahaman leluhur atas hakekat dan spiritualitas lebih maju dan berkualitas dibanding generasi sekarang yang hanya melihat keyakinan secara kontekstual(syariat/doktrin) semata yang bisa membuat mata hati menjadi buta.


Pada masa kuno, ilmu tertinggi menurut leluhur nusantara adalah ilmu tentang diri sejati sedangkan agama hanyalah casingnya saja atau istilah sunan kalijogo hanya sebagai "ageman".

Dalam pemahaman ajaran jawa kuno ada istilah "Keblat Papat Limo Pancer" yang di lantunkan menjadi "Sedulur papat limo pancer" atau "Sangkan Paran Ing Dumadi", istilah-istilah tersebut sebenarnya merujuk pada tiga hal yang berharga dalam diri manusia yang merupakan pemahaman/kepercayaan kuno leluhur nusantara yang dibawa dari tanah leluhurnya ditiongkok beserta benang merahnya, untuk lebih jelasnya kita simak penjelasan singkat yang komprehensif berikut ini:


氣 QI (CHI), 風水 FENG SHUI DAN 三寶 SAN BAO (SAM PO)


Dalam tradis filsafat Tiongkok kuno disebutkan bahwa Semesta atau Makrokosmos (Jagad Besar) terkait erat dengan Diri individu atau Mikrokosmos (Jagad kecil) yang merupakan keselarasan antara Langit (Semesta), Manusia dan Bumi.


Dalam realitas Manusia hidup akan tergantung atau membutuhkan kepada TIGA UNSUR, yaitu:

1. 風 FENG (dalam dialek Hokkien ; HONG) yaitu UDARA atau ANGIN yang digunakan untuk bernafas.

2. 水 SHUI yaitu AIR yang digunakan untuk minum

3. 餐 CAN atau dialek lain diucapkan SHAN/TSAN yaitu MAKANAN (BUMI/TANAH)


Ke-TIGA unsur ini dipresentasikan pada karakter tulisan TIGA GARIS HORISONTAL "三" pada tulisan skrip tulang orakel masa dinasti SHANG dan tulisan skrip perunggu pada masa dinasti ZHOU yang kemudian ditulis "气" hingga sampai dinasti HAN dan kemudian ditulis dengan "氣" dengan penambahan...

"米" MI artinya BERAS, PADI sebagai MAKANAN, Ke-Tiga unsur ini kemudian sebagai 氣 QI diucapkan CHI.

氣 QI diucapkan CHI bermakna DAYA HIDUP, ENERGI HIDUP.

Dialek Kanton dan Hakka (Khek) diucapkan : HEI, HI

Min Nan (Hokkien) dan Teochew diucapkan : KHI, KHEI

Wu (Shanghai) diucapkan : TI


Ke-Tiga unsur atau komponen sebagai dasar filsafat Tiongkok yang menjadi sebagai representasi :

風 FENG (UDARA)

水 SHUI (AIR)

餐 SHAN/CAN (MAKANAN/TANAH/BUMI).

 Ke-Tiga ini merupakan sebagai filsafat Tiongkok kuno yang disebut sebagai 風水 FENG SHUI sebagai ajaran untuk menyelaraskan 氣 QI (CHI) antara Langit (Semesta), Manusia dan Bumi.


風水 FENG SHUI yang artinya UDARA(ANGIN) dan AIR sudah merupakan filsafat Tiongkok Kuno yang terkait dengan Kosmografi (Ilmu alam semesta) yang telah di praktekkan sejak 4000 SM dengan bukti ditemukannya Situs Neolitik di pemakaman wilayah PU YANG (terletak antara Shan Dong dan He Nan) 4000 SM dengan peta Bintang Tiongkok Kuno yang menggambarkan Resi Bintang atau asterisme NAGA, HARIMAU dan Bintang BEI DOU (Bintang Kutub Utara) yang mengorientasikan Kutub Utara dan Selatan.


Pada Komplek situs ini juga ditemukan pula peta atau gambar Bentuk BUNDAR dan PERSEGI/

KOTAK yang merepresentasikan LANGIT (BUNDAR/BULAT) dan BUMI(PERSEGI/KOTAK) sebagai Pusat upacara/ritual HONG SHAN (dialek Hokkien) atau 封禪 FENG SHAN di pemukiman LONG SHAN di LU TAI GANG, yang kemudian 封禪 FENG SHAN digunakan sebagai Upacara atau Ritual Resmi bagi Kaisar-kaisar Tiongkok yang digunakan sebagai penyelarasan 氣 QI (CHI) antara Langit (semesta), Manusia dan Bumi dalam tradisi yang dilakukan Kaisar-kaisar Tiongkok kuno yang dilaksanakan di Gunung TAI atau 泰山 atau 太山 TAI SHAN di wilayah SHAN DONG.


FENG SHUI juga merupakan sebagai dasar dalam penemuan Kompas kuno atau di sebut sebagai 羅盤 LUO PAN (LO PAN).

羅盤 LOU PAN artinya PAPAN PENUNJUK UNTUK MENEMUKAN TEMPAT BERKUMPUL atau KOMPAS TIONGKOK KUNO


Kata 羅 LUO atau LO artinya KAIN KASA, JARING, BERKUMPUL, UNTUK MENGUMPULKAN, UNTUK MENDAPATKAN, UNTUK MENEMUKAN

Kata LUO itu yang kemudian menjadi kata LOU-ER atau LO-ER (LOR) yang didalam bahasa Jawa bermakna untuk menunjuk arah UTARA.


Dalam tradisi dan mitologi rakyat Tiongkok disebutkan bahwa HUANG DI atau Kaisar KUNING telah menggunakan LUO PAN (Kompas Tiongkok kuno) untuk melawati serangan dari CHI YUO yaitu kabut asap tebal hingga HUANG DI (Kaisar Kuning) dapat lolos.


LUO PAN atau Kompas Tiongkok Kuno berbentuk PERSEGI/KOTAK (di jawa disebut Yoni) yang merepresentasikan BUMI dan ditengahnya BUNDAR/BULAT(di jawa dikenal dengan Lingga) yang merepresentasikan LANGIT/SEMESTA.


Didasari pada filsafat penyelarasan ke-Tiga unsur atau komponen disebut 氣 QI (CHI) yang merepresentasikan Langit(semesta), Manusia dan Bumi yang digunakan untuk upacara atau ritual yang disebut sebagai SAJI dalam tradisi di Nusantara (Jawa)

仨給 SA JI

仨 SA = TIGA

給 JI = MENYEDIAKAN, MENYUGUHKAN, MEMBERIKAN, MELIMPAHKAN, MEMBAYAR, BANYAK

仨給 SAJI artinya MENYAJIKAN atau MENYUGGUHAN TIGA (TIGA UNSUR)

Ke-Tiga unsur tersebut yaitu :

風 FENG (HONG) yaitu UDARA

水 SHUI yaitu AIR

餐 SHAN/CAN yaitu MAKANAN


Biasanya kata SAJI mendapat imbuhan atau tambahan kata TSE/TZE/SE yang disebut sebagai SE-SAJI, yang makna kata SE/TZE adalah :

資 ZI (TZU, TZE) : KEKAYAAN, UANG DAN BARANG, BIAYA, SUMBER DAYA, PEMBERIAN DARI ALAM, MATERI, URUSAN, BIJI-BIJIAN

Dialek lain :

Kanton : ZI, JI

Hakka (Khek) : CH(e), TS(e), ZI

Min Dong (Fu Zhou) : CE

Min Nan (Hokkien) : CHIR/TSIR/TS(e), CHU/TZU/ZW, CHI/TSI, CHE/TZE

Teochew : ZE/TZU

Wu (Shanghai) : TSR/TSZ

Vietnam : TU


Jadi makna kata 資 仨給 SE-SAJI artinya MENYAJIKAN atau MENYUGUHKAN TIGA SUMBER DAYA (YANG BERHARGA)

氣 QI atau CHI sebagai dasar penyelarasan Ke-Tiga unsur yang kata 氣 QI (CHI) diucapkan juga sebagai HI atau HEI dalam dialek Kanton yang kemudian akan disebut sebagai HI YANG atau HYANG.

Kata 陽 YANG artinya CAHAYA, TERANG, LANGIT.

Jadi 氣陽 HI YANG atau HYANG artinya CAHAYA DAYA HIDUP atau CAHAYA HIDUP YANG BERASAL DARI LANGIT, dengan 陽 YANG merupakan unsur LANGIT.


Ke-TIGA unsur juga direpresentasikan apa yang disebut sebagai 三寶 SAN BAO (SAM PO) artinya TIGA HARTA YANG BERHARGA YANG TIDAK TAMPAK (TERSEMBUNYI/RAHASIA).


Dalam penyajian atau pelaksanaan SAJI atau SE-SAJI biasanya disebut sebagai SAM BA HI YANG atau SEM BA HYANG, kata SAM BA yang maknanya dengan 三寶 SAN BAO atau SAM PO yaitu TIGA HARTA YANG BERHARGA YANG TIDAK TAMPAK (YANG TERSEMBUNYI/RAHASIA)

Makna 三寶 氣陽 SAM BA HI YANG atau SEM BA HYANG artinya TIGA HARTA YANG BERHARGA YANG MERUPAKAN SEBAGAI CAHAYA HIDUP.


Dalam SAJI atau SE-SAJI biasanya menyajikan TIGA dari masing-masing jenis seperti :

1. Untuk 風 FENG atau UDARA menyajikan HIO atau DUPA dengan asap dan wanginya, seperti menggunakan Tiga batang HIO

2. Untuk 水 SHUI atau AIR menyajikan Minuman yang berjumlah Tiga jenis seperti ARAK atau AIR KEMBANG (WANGI) merepresentasikan UDARA, AIR PUTIH merepresentasikan AIR dan AIR YANG BERWARNA merepresentasikan SHAN/CAN (TANAH, BUMI)

3. Untuk 餐 SHAN/CAN (MAKANAN) menyajikan Tiga jenis Daging, seperti AYAM/BURUNG merepresentasikan Hewan UNGGAS (UDARA), IKAN (BANDENG) merepresentasikan Hewan AIR, dan BABI merepresentasikan Hewan Tanah (TANAH/BUMI) juga menyajikan Tiga jenis Kue dan Tiga Jenis Buah...


Kata 三寶 SAN BAO (SAM PO) yang didalam dialek Vietnam dan Kamboja diucapkan sebagai TAM BO seperti juga yang menjadi dasar atau hikayat bagi Tradisi leluhur orang Sumatera khususnya orang Min Ang dan Kerinci (Jambi).

Ke-Tiga unsur tersebut yang disebut sebagai 三寶 SAN BAO (SAM PO) ini kemudian disebut sebagai BAO DI atau BO DI atau BU DI yang sekarang dikenal dengan BU-DI <=> PAKERTI.


Kata 寶㪆 BOU-DI atau BU-DI artinya Harta yang paling berharga yang tidak tampak (tersembunyi).

寶 Bao (Pao) : Harta yang berharga, Kekayaan, Permata, Harta yang terpendam

Kanton : Bou, Bu

Hakka (Khek) : Po, Bo

Min Bei/Pei (Jian'Ou) : Bau, Pau

Min Dong (Fu Zhou) : Bo, Po

Min Nan (Hokkien) : Po

Teochew : Bo, Po

Wu (Shanghai) : Pau, Po

Vietnam : Bo, Bu, Bau


Sedangkan...

㪆 Di (Tih) : Rahasia, Untuk dirahasiakan, Gaib, Tidak Tampak, Misterius

Kanton : Dai/Tai

Min Nan (Hokkien) : Te

Vietnam : De

寶㪆 BUDI yang bermakna Harta yang paling berharga yang tersembunyi (tidak tampak) merupakan representasi dari 三寶 SAN BAO (PO) atau SAM BOU yang maknanya Tiga Harta yang Tersimpan (Tersembunyi).


Ke-TIGA YANG TIDAK TAMPAK ini atau BUDI merupakan dasar atau penyebab yang kemudian akan menjadikan (menghasilkan) atau Akibat sebagai Karakter (Delapan Karakter / BA GUA) yang menjadi Dasar atau Prinsip perbuatan dan tindakan yang kemudian disebut sebagai PAKERTI atau 八卦而諦 PA KUA-ER TI.

八卦 BA GUA (PA KUA) artinya DELAPAN SIMBOL SEMESTA atau DELAPAN KEPRIBADIAN (KARAKTER) MANUSIA

而 Er : Kemudian, Dan, Lalu, kata untuk menunjukkan sebab akibat

諦 Di (Tih) : Prinsip, Dasar, Essensi, Kebenaran, Kehati-hatian, Ketelitian

Kanton : Dai/Tai

Min Nan (Hokkien) : Te

Vietnam : De

八卦而諦 PA KUA-ER TI artinya DELAPAN KARAKTER MANUSIA YANG MENJADI PRINSIP/DASAR PERBUATAN DAN TINDAKAN.


Di dalam diri Manusia 三寶 SAN BAO disebut apa yang dinamakan sebagai :

神 SHEN : PIKIRAN, KESADARAAN

氣 QI (CHI) : DAYA HIDUP

精 JING (CHING) : ESSENSI, SARI PATI


Didalam filsafat Jawa apa yang disebut sebagai :

CIPTA : sebagai representasi dari SHEN

RASA : sebagai representasi dari QI (CHI)

KARSA : sebagai representasi dari JING (CHING)


Kata 三寶 SAN BAO atau SAM PO yang kemudian akan menjadi sebagai SAM PO ER NO (NA)...

三寶 SAN BAO atau SAM PO artinya TIGA HARTA YANG BERHARGA YANG TIDAK TAMPAK (TERSEMBUNYI/RAHASIA).

而 Er : Kemudian, Dan, Lalu, kata untuk menunjukkan sebab akibat

挪 NUO/NO/NA artinya UNTUK BERGERAK, UNTUK BERTINDAK


Kata 三寶 而挪 SAM PO ER NA artinya TIGA HARTA YANG BERHARGA YANG TIDAK TAMPAK (TERSEMBUNYI/RAHASIA) KEMUDIAN MENJADI UNTUK BERTINDAK (BERGERAK)


Di dalam tradisi Jawa kemudian ini di sebut sebagai KA SAM PO-ER NA AN (KA SAMPOERNA-AN) yang mendapat imbuhan KA dan AN yang maknanya :

教 JIAO artinya AJARAN

Dialek lain :

Kanton : KAU, KA

Hakka (Khek) : KAU

Min Dong (Fu Zhou) : KA, GA

Min Nan (Hokkien) : KA, KAU

Teochew : GA, KA

Wu (Shanghai) : KAU

Vietnam : GIAO

安 AN artinya UNTUK KETENANGAN, UNTUK DI LAKSANAKAN


教 三寶 而挪 安 KA SAM PO-ER NA AN (KASAMPORNAN) artinya AJARAN TIGA HARTA YANG BERHARGA YANG TIDAK TAMPAK (TERSEMBUNYI/RAHASIA) KEMUDIAN MENJADI UNTUK BERTINDAK (BERGERAK) SEBAGAI UNTUK KETENANGAN DENGAN DILAKSANAKAN.


Dasar ke-Tiga unsur atau 三寶 SAN BAO atau SAM PO yang bermakna TIGA HARTA YANG BERHARGA YANG TIDAK TAMPAK (TERSEMBUNYI/RAHASIA) ini juga disebut sebagai TRI RATNA (dalam sebutan SANZIKERTA) atau TIGA PERMATA/MUSTIKA atau TISARANA (dalam sebutan bahasa PALI) yang ke-TIGA-nya direpresentasikan sebagai :

1. BUDDHA : PENCERAHAN, KESADARAN, KEBAJIKAN

2. DHARMA : MENJALANKAN AJARAN BUDDHA

3. SANGHA : PARA MURID YANG BERJUMAH DELAPAN ATAU EMPAT PASANG YANG DIBERKAHI SANG GURU (sebuah representasi dari BA GUA : DELAPAN KARAKTER)



Oleh.

真 皓腦內

Jan Honone/Zhen Haonuonei.


Editor.

Koh Tzu



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d