Dalam catatan sejarah, kolonial Belanda menjajah Nusantara/Indonesia sekitar 350 tahun, jauh sebelum kolonial-kolonial barat (inggris, prancis,belanda, spanyol, portugis dll) datang ke nusantara, jalur perdagangan di kontrol oleh dinasti-dinasti di tiongkok.
Saat negara-negara barat datang ke tiongkok untuk berdagang ternyata negara-negara barat mempunyai niat yang busuk yaitu ingin menguasai kerajaan-kerajaan di jalur perdagangan termasuk nusantara/indonesia, saat negara-negara barat memulai aksinya untuk menguasai dan menjajah kerajaan-kerajaan/negri-negri di jalur perdagangan termasuk nusantara, kaisar tiongkok mengambil sikap untuk mengusir dan memerangi orang-orang barat (inggris, prancis, belanda, spanyol, protugis dll) yang dianggap telah lancang dan tidak bermoral, salah satunya adalah Belanda yang suka menindas wilayah yang dikuasainya bahkan tidak segan-segan membunuh masyarakat yang dijajahnya, karen itulah dinasti Ming (tiongkok) mengambil sikap untuk mengusir penjajah belanda dari tiongkok dan nusantara sehingga terjadilah perang besar yang banyak menimbulkan korban di kedua belah pihat dengan kekalahan di pihak Belanda secara berturut-turut tanpa menang melawan tiongkok, berikut akan dijelaskan secara singkat kronologi sejarah peperangan antara dinasti Ming (tiongkok) dengan voc belanda....
Tanggal : 1620-an, 1630-an dan 1670-an
Lokasi : Fujian , Amoy , Penghu , Teluk Liaoluo, Kinmen , Tainan , Taiwan
Hasil : Kemenangan Kaisar Ming
Konflik Sino-Belanda adalah serangkaian konflik(perang) antara dinasti Ming dari Cina dan Belanda East India Company (Perusahaan Hindia Timur, VOC) atas seluruh tanah dan perdagangan pada tahun 1620-an, 1630-an dan 1662. Belanda berusaha untuk memaksa Tiongkok (Kaisar Ming) menuntut untuk menyetujui wilayah perdagangannya, tetapi Tiongkok mengalahkan atas tekanan dari pasukan Belanda.
1620-an
Perusahaan Hindia Timur Belanda menggunakan kekuatan militer mereka dalam upaya untuk memaksa Cina membuka pelabuhan di Fujian sebagai perdagangannya. Mereka menuntut agar Cina mengusir Portugis dari Macau. (Belanda bertempur dalam Perang Belanda-Portugis pada saat itu.) Belanda menyerang kapal pengiriman barang ke Cina setelah tahun 1618 dan menyandera jung kapal untuk memaksa Cina memenuhi tuntutan mereka. Namun demikian semua tindakan ini tidak berhasil.
Belanda dikalahkan oleh Portugis pada Pertempuran Makau pada 22-24 Juni 1622. Pada tahun yang sama, Belanda merebut Penghu (Kepulauan Pescadores), membangun sebuah benteng di sana, dan terus menuntut agar Cina membuka pelabuhannya di Fujian untuk perdagangan Belanda.
Cina menolak tuntutan tersebut, atas titah/dekrit kaisar Ming melalui Gubernur Fujian (Fukien) Shang Zhouzuo (Shang Chou-tso) menyuruh Belanda agar menarik diri dari Pescadores ke Formosa (Taiwan), di mana Cina mengizinkan mereka untuk terlibat dalam perdagangannya. Hal ini menyebabkan perang antara Belanda dan Cina antara 1622-1624 yang berakhir dengan Cina yang berhasil membuat Belanda menarik diri ke Taiwan dan meninggalkan Pescadores. Belanda mengancam kepada Cina, bahwa Belanda akan menyerang pelabuhan yang terkait dengan perdagangan dan pengiriman ke Cina kecuali jika Cina mengizinkan perdagangan melalui Penghu dan tidak berdagang melalui Manila (Pedagangan Spanyol) tetapi hanya dengan Belanda di Batavia dan Siam dan Kamboja . Namun kiranya Belanda awalnya mengangap akan sama seperti dengan kerajaan yang lebih kecil lainnya di Asia Tenggara(nusantara), tetapi Cina tidak dapat diganggu atau diintimidasi(dijajah) oleh Belanda. Setelah Shang Zhouzuo memerintahkan Belanda untuk mundur ke Taiwan pada 19 September 1622, Belanda menyerbu Amoy pada bulan Oktober dan November. Belanda dengan sering melakukan "permintaan kepada Cina untuk perdagangannya dengan memaksa atau menerornya" dengan menyerang kapal pengiriman Cina dari Fujian ke Pescadores. Pasukan artileri besar didirikan di Amoy pada bulan Maret 1622 oleh Kolonel Li Kung-hwa sebagai pertahanan melawan Belanda.
Pada upaya Belanda pada tahun 1623 untuk memaksa Cina membuka pelabuhan, lima kapal Belanda dikirim ke Liu-ao dan misi itu berakhir dengan kegagalan bagi Belanda, dengan sejumlah pelaut Belanda ditahan dan satu dari kapal mereka hilang. Menanggapi Belanda menggunakan orang-orang Cina yang ditangkap untuk kerja paksa dan memperkuat garnisun mereka di Penghu dengan lima kapal tambahan di samping enam yang sudah ada, Gubernur baru Fujian Nan Juyi (Nan Chü-yi) diizinkan oleh China(Kaisar Ming) untuk memulai persiapan dalam menyerang (memberi pelajaran) pasukan Belanda pada Juli 1623. Sebuah serangan Belanda dikalahkan oleh Cina di Amoy pada Oktober 1623, dengan Cina berhasil menawan komandan Belanda Christian Francs dan membakar salah satu dari empat kapal Belanda. Yu Zigao memulai serangan pada Februari 1624 dengan kapal perang dan pasukan melawan Belanda di Penghu dengan tujuan mengusir mereka. Serangan Tiongkok mencapai benteng Belanda pada 30 Juli 1624, dengan 5.000 tentara Tiongkok (atau 10.000) dan 40-50 kapal perang di bawah Yu dan Jenderal Wang Mengxiong yang mengelilingi benteng yang dikomandoi oleh Marten Sonck, dan Belanda dipaksa untuk melakukan kedamaian di wilayah Cina pada 3 Agustus dan menarik diri dari Penghu ke Taiwan. Belanda mengakui bahwa upaya kekuatan militer mereka untuk memaksa izin perdagangan dari Cina telah gagal total dengan kekalahannya di Penghu. Pada perayaan kemenangan Cina atas "orang barbar berambut merah" sebagai penyebut orang Belanda oleh orang Cina, Nan Juyi mengarak dua belas tentara Belanda yang ditangkap dan di hadapankan ke Kaisar di Beijing. Belanda heran bahwa kekerasan mereka tidak dapat mengintimidasi orang-orang Cina seperti pada serangan Cina berikutnya di benteng di Penghu karena Belanda menganggapnya sebagai penakut seperti pengalamannya di kerajaan-kerajaan Asia Tenggara(nusantara) lainnya yang dianggapnya sebagai "bangsa yang lemah"" yang mudah ditaklukkan dan diadu domba
1630-an
Setelah kekalahan dan pengusiran Belanda dari Pescadores pada 1622-1624, mereka benar-benar diusir dari pantai Cina. Para perompak Liu Xiang dan Li Guozhu juga bergabung dengan Belanda, dan untuk sementara waktu Belanda mengira akan menang setelah berkoalisi dangan kepala bajak laut baru yang beroperasi di lepas pantai Cina, dengan kekuatan setidaknya 41 jung kapal perompak dan 450 orang perompak Cina. Namun mereka secara meyakinkan dikalahkan oleh pasukan Tiongkok di bawah Laksamana Zheng Zhilong pada Pertempuran Teluk Liao luo pada tahun 1633. Tiongkok menggunakan taktik mengecoh sebagai strategi perangnya dengan kapal yang penuh dengan bahan bakar yang sengaja dibakar dan dikemudikan (atau dibiarkan berjalan di laut) menuju armada musuh, untuk menghancurkan kapal, atau untuk membuat panik dan membuat hancur formasi musuh. Kapal-kapal yang digunakan sebagai kapal api adalah kapal perang yang amunisinya dihabiskan sepenuhnya dalam pertempuran, dengn menggunakan kapal yang sudah tua atau usang, atau kapal yang dibangun dengan biaya murah dibuat untuk mudah terbakar yang kemudian dikemudikan menuju sasaran, dan ditinggalkan dengan cepat oleh awak kapalnya
Strategi tersebut tidak diperkirakan oleh Belanda.
1660-an dan 1670-an
Pada tahun 1662, Belanda dikalahkan dan diusir dari Taiwan dengan Pengepungan Benteng Zeelandia oleh pasukan Cina di bawah Zheng Chenggong (Koxinga).
Belanda menjarah peninggalan bersejarah dan membunuh para biksu setelah menyerang sebuah kompleks Buddhis di Putuoshan di pulau Zhoushan pada 1665 selama perangnya dalam melawan putra Zheng Chenggong, Zheng Jing.
Angkatan laut Zheng Jing mengeksekusi tiga puluh empat pelaut Belanda dan menenggelamkan delapan kapal Belanda setelah menjarah dan menyergap Cuylenburg pada 1672 di timur laut Taiwan. Hanya dua puluh satu pelaut Belanda melarikan diri ke Jepang. Kapal itu pergi dari Nagasaki kemudian ke Batavia untuk misi dagangnya.
Perang Belanda pada periode yang sama
1628-1629 Perang Batavia, VOC Belanda dan Mataram
1642-an VOC Belanda dan Kamboja
Pada 1642 seorang Pangeran Kamboja bernama Pon hea Chan menjadi Raja Ramathipothei setelah menggulingkan dan membunuh Raja sebelumnya. Pedagang Muslim Melayu di Kamboja membantunya dalam pengambilalih kekuasannya dan ia kemudian masuk Islam dari agama Buddha, mengubah namanya menjadi Ibrahim, dan menikahi seorang wanita Melayu. Dia kemudian memulai perang untuk mengusir Dutch East India Company (VOC), dengan terlebih dahulu memulai perlawanan di ibu kota dengan Belanda, menguasai dua kapal dan menewaskan 35 orang Belanda dari Perusahaan tersebut di samping duta besarnya. Di Sungai Mekong, orang-orang Kamboja mengalahkan Kompeni Hindia Belanda di sebagian besar perang angkatan laut 1643-44 dengan pasukan Kamboja menderita 1.000 tewas, dan pasukan Belanda menderita 156 tewas dari 432 tentara dan beberapa kapal perang Belanda jatuh ke tangan Kamboja. Duta Besar Perusahaan Hindia Timur Belanda yang terbunuh bersama anak buahnya adalah Pierre de Rogemortes, dan baru dua abad kemudian pengaruh Eropa di Kamboja dapat pulih dari Kekalahan yang diderita Belanda. Raja Muslim Kamboja ini digulingkan dan ditangkap oleh penguasa Vietnam Nguyen setelah saudara-saudara Ibrahim, yang tetap beragama Buddha, meminta bantuan Vietnam untuk memulihkan agama Buddha ke Kamboja dengan mengeluarkannya dari tahta. Pada 1670-an Belanda meninggalkan semua pos perdagangan yang telah mereka pertahankan di Kamboja setelah pembantaian pada 1643.
Referensi.
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Sino%E2%80%93Dutch_conflicts
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Cambodian%E2%80%93Dutch_War
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Siege_of_Batavia
Oleh.
真 皓腦內
Jan Honone/Zhen Haonuonei.
Editor.
Koh Tzu
Komentar
Posting Komentar