Langsung ke konten utama

Fosil Manusia Austronesia tertua di Jawa Berusia 2.650 Tahun(500 SM)


Dalam diskusi sejarah, bukti otentik tentang  penyebaran suatu kelompok manusia adalah fosil dari manusia kelompok tersebut yang kemudian diperkuat dengan bukti perkakas/peralatannya secara arkeologis.


Seperti yang diketahui, bahwa masyarakat Indonesia khususnya jawa sekarang ini adalah keturunan dari ras/kelompok Austronesia berdasarkan bukti genetika dan bahasanya, tetapi yang jadi pertanyaan adalah kapan leluhur nusantara (bangsa austronesia) masuk ke pulau jawa pertama kali?, dan dimana tempat pendaratannya?, Untuk menjawab teka-teki tersebut kita simak penjelasan berikut...


Kerangka manusia pra-sejarah yang ditemukan di Rembang, Jawa Tengah, ternyata berusia 2.650 tahun (kurang lebih 500 SM). Manusia pra-sejarah itu berasal dari ras Austronesia.


Kesimpulan itu merupakan hasil penelitian karbon tim Balai Arkeologi Yogyakarta bersama Laboratorium Direktorat Geologi Bandung. “Dari sampel yang kami kirim, Direktorat Geologi Bandung memastikan usia situs itu mencapai 2.650 tahun,” kata Gunadi, ketua tim arkeolog Balai Arkeologi Yogyakarta, Rabu, 2 Januari 2013.


Balai Arkeologi akan melanjutkan penelitian asal-usul manusia pra-sejarah itu hingga tiba di Jawa. Apakah perjalanan mereka dari Madagaskar ke Pasifik Timur, yakni Taiwan-Jepang-Filipina-Kalimantan-Sulawesi-Jawa. Apakah mereka bermigrasi melalui jalur barat, seperti Malaka-Sumatera-Jawa. “Ini butuh penelitian lanjutan,” katanya.


Situs manusia pra-sejarah ditemukan di Pantai Binangun dan Plawangan (Kecamatan Lasem) pada akhir November lalu. Selain itu, tim dari Balai Arkeologi menemukan peninggalan pra-sejarah di Pantai Laren, Kecamatan Sluke. “Di sini titik sebarannya lebih banyak,” kata Gunadi.


Menurut Gunadi, peninggalan benda pra-sejarah itu, selain artefak kerangka manusia, juga berupa peralatan gerabah tembikar dan kerang. “Dari temuan itu, diperkirakan kerangka manusia dan peralatan itu satu level, berasal dari tahun 500 Sebelum Masehi,” ujar Gunadi.


Kerangka kepala manusia dan sejumlah tulang itu ditemukan di empat titik, di tebing sepanjang Pantai Leran. “Masuk ke daratan, lebih banyak sebarannya,” kata dia lagi.


Kerangka di Pantai Binangun, Plawangan, menurut Gunadi, berbeda dengan yang di tebing Pantai Leran. “Kerangka yang di Pantai Binangun, giginya tajam, seperti gergaji. Sedangkan yang di Plawangan, tidak setajam itu, tapi ada alat tembikar dan kerang,” kata Gunadi. "Diperkirakan sama-sama dari 500 Sebelum Masehi."


Peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta itu terdiri dari enam ahli, dibantu dua ahli dari UGM dan seorang ahli dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah. Empat orang lainnya dari Forum Komunikasi Masyarakat Sejarah Lasem. “Berkat temuan kami, Balai Arkeologi menindaklanjuti dengan penelitian,” kata Agus A.S., Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Sejarah Lasem. 


Sumber: tempo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d