Langsung ke konten utama

Devide Et Empera Upaya Belanda Dalam Memecah Belah Bangsa


Dalam sejarah indonesia khususnya dijawa ada istilah "wong jowo lan wong cino" dimana istilah ini baru muncul selama penjajahan belanda.


Dimasa lampau(sebelum penjajahan belanda) penduduk/masyarakat/suku jawa selalu menyatakan/mengatakan sebagai masyarakat keturunan tiongkok dan bangga karenanya, hal tersebut dapat dilihat dalam catatan-catatan awal para penulis portugis berdasarkan pernyataan masyarakat jawa itu sendiri, selain itu catatan Ma Huan dalam Ying Yai Sheng Lang juga menjelaskan secara jelas bahwa leluhur penduduk jawa itu leluhurnya berasal dari tiongkok dimasa dinasti Tang dengan menulisnya dengan Tang-Ren(orang tiongkok dimasa dinasti Tang).


Hal tersebut tentulah bukan isapan jempol semata, fakta yang bisa dibuktikan adalah nasab silsilah keluarga Gus Dur, dimana leluhurnya (kakek buyut) berasal dari tiongkok asli yang diakui secara resmi oleh pemerintah tiongkok setelah melakukan serangkaian riset dan pengecekan catatan kuno di tiongkok, jadi secara fakta silsilah Gus Dur dan keluarganya masih keturunan tiongkok tetapi beliau juga diakui sebagai orang jawa atau "wong jowo" yang sudah turun temurun dijawa dan sudah njawani.

Dari fakta tersebut bisa dijadikan tolak ukur bahwa istilah "wong jowo" sebenarnya orang keturunan tiongkok yang sudah menetap dan turun temurun di jawa, sedangkan istilah "wong cino" baru muncul selama penjajahan belanda untuk melabeli pendatang baru dari tiongkok, jadi secara garis besar baik wong jowo maupun wong cino itu sama-sama keturunan tiongkok.


Lalu bagaimana sejarah dikotomi/pemisahan masyarakat keturunan tiongkok dijawa menjadi "wong jowo lan wong cino" terjadi?, berikut penjelasan sejarah dikotomi/pemisahan tersebut terjadi...


Devide Et Empera pada keturunan tiongkok "Wong Jowo Lan Wong Cino"


Geger pacinan pada tahun 1740 merupakan tragedi berdarah bagi Bangsa yang banyak memakan korban yang tercatat didalam sejarah sebanyak lebih dari 10.000 orang Tionghoa belum lagi korban dari pihak lain.


Upaya Belanda dalam memecah belah bangsa terus dilanjutkan yang kemudian tersebutlah atau tercetuslah "Dikotomi" antara "Cina" dengan "Jawa", antara "Pribumi" dengan Non-Pribumi".


Dari sinilah penyebutan penggunaan kata atau istilah "JAWA" atau "JAVA" yang keluar dari pihak Belanda untuk membedakan dengan orang "CINA" atau Tionghoa yang baru datang (sebagai imigran pada masa pemerintahan Belanda) dengan orang tiongkok yang sudah bergenerasi di jawa yang dilabeli dengan "JAWA".


Penggunaan istilah kata antara "JAWA" dengan "CINA" tanpa sadar telah digunakan pada masa Kesultanan Surakarta oleh Ronggowarsito (1845-1873) yang ditulis dalam karyanya dengan kalimat.. :


"Wong Jowo kari separo...

"Wong Cino kari sajodo...

"Londo ne Gela-gelo...


Tulisan narasi ini merupakan kiasan atas kejadian Geger Pacinaan, yang memakan banyak korban jiwa dari pihak Imigran baru dari Tionghoa dan juga bagi orang Jawa-nya sendiri, dengan pihak Belanda sebagai penontonnya.


Siasat memecah belah bangsa yang merupakan warisan strategi Belanda masih digunakan juga pada Masa Era Orde Baru yang awal kekuasaannya dibantu oleh pihak Amerika dengan agen-agen CIA yang berada di Indonesia.


Pemikiran ini masih terus berlanjut hingga saat ini tanpa disadari dikotomi ini masih terus digunakan antara :

PRIBUMI - NON PRIBUMI, WARGA ASLI - TIDAK ASLI yang kemudian menjadi berkembang termasuk ajaran-ajarannya AJARAN ASLI - AJARAN TIDAK ASLI.


Oleh.

真 皓腦內

Jan Honone/Zhen Haonuonei.


Editor.

Koh Tzu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Kedukan Bukit - Palembang

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor D.146. --->>>Teks Prasasti Alih Aksara     svasti śrī śakavaŕşātīta 605 (604 ?) ekādaśī śu     klapakşa vulan vaiśākha dapunta hiya<m> nāyik di     sāmvau mangalap siddhayātra di saptamī śuklapakşa     vulan jyeşţha dapunta hiya<m> maŕlapas dari minānga     tāmvan mamāva yamvala dualakşa dangan ko-(sa)     duaratus cāra di sāmvau dangan jālan sarivu     tlurātus sapulu dua vañakña dātamdi mata jap     sukhacitta di pañcamī śuklapakşa vula...

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber...

Prasasti Yupa / Mulawarman dari Kutai

Prasasti Yupa atau Prasasti Mulawarman, atau disebut juga Prasasti Kutai, adalah sebuah prasasti yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai. Terdapat tujuh buah yupa/Tugu (sementara yang ditemukan) yang memuat prasasti, namun baru 4 yang berhasil dibaca dan diterjemahkan. Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa (Pa-Lao-Wa /Lao-Lang) dan dalam bahasa campuran sansekerta dan Yi (Hok-Lo / Ge-Lao) Kuno, yang diperkirakan dari bentuk dan jenisnya berasal dari sekitar 200 Masehi sesuai catatan kanung retawu terawal yg berkisar abad ke-2/3 M, meskipun sebagain sejarahwan menduga sekitar pd tahun 400 M. Prasasti ini ditulis dalam bentuk puisi anustub.[1] Isi prasasti yupa/mulawarman menceritakan Raja Mulawarman yang memberikan sumbangan kepada para kaum Brahmana berupa sapi yang banyak. Mulawarman disebutkan sebagai cucu dari Kudungga, dan anak dari Aswawarman. Prasasti ini merupakan bukti peninggalan tertua dari kerajaan yang beragama Dharma (Hindu?) di Indonesia. Nama Kutai umumnya digu...