Langsung ke konten utama

Austronesia Dalam Pemahaman Sejarah Yang Sebenarnya


Dalam kajian ilmu linguistik, masyarakat nusantara atau asia tenggara di golongkan sebagai bahasa "Austronesia", yang kemudian bangsa penuturnya juga disebut bangsa Austronesia.


Dalam diskusi sejarah di Indonesia sering dikatakan bahwa bangsa austronesia itu berbeda atau bukan bagian dari bangsa tiongkok, pemahaman tersebut tentu perlu dipertanyakan kebenarannya. Dalam catatan sejarahnya bangsa austronesia merupakan bagian dari bangsa tiongkok itu sendiri, banyak catatan/manuskrip kuno tiongkok menyebut bangsa austronesia dengan bangsa Yue yang merupakan bagian penduduk asli tiongkok.


Banyak para ahli yang menyebutkan dan berargumen secara tendensius bahwa Indonesia merupakan Ras Austronesia yang berbeda dari bangsa Tiongkok, pernyataan ini merupakan salah besar bagi teori/pendapat tersebut.


Kata Austronesia penyebutannya timbul pertama kali oleh Wilhelm Schmidt kelahiran Horde, Jerman yang hidup pada tahun 1868 - 10 Februari 1954.

Wilhelm Schmidt seorang missioner Katolik dari gereja Latin (Gereja Barat) atau disebut sebagai SOCIETAS VERBI DIVINI (SVD).


Kata Austronesia menurut Wilhelm Schmidt merujuk kepada bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang tinggal di Laut china selatan.


Pada tahun 1898 - 1914 Jerman mengalahkan Kaisar Qing menduduki wilayah teluk 胶澳 Jiao‘Ao/Jiao’Au (sebutan pada masa dinasti Qing), sekarang disebut 胶州 Jiao Zhou atau 青島 Qing Dao di semenanjung Shan Dong ( 山東 半島 SHAN DONG BAN DAO) yang merupakan Teluk Laut Kuning.


Wilayah Jiao'Ao(Au) merupakan pangkalan militer laut jauh bagi kekaisan Jerman.

Wilayah Timur di teluk Tiongkok merupakan rumah atau tanah bagi Budaya 河姆渡 文化 Hemudu Wen Hua (5500-3300 SM) dan 良渚 文化 Liangzhu Wen Hua (3400-2250 SM) yang merupakan Budaya Kuno (Neolitik) Tiongkok yang terkait dengan orang 夷 Yi/I atau 東夷 Dong Yi/I.


Menurut Kamus karakter 說文解字 SHUOWEN JIEZI tahun 121 M mendifinisikan bahwa Yi/I 夷 sama dengan 夏 XIA atau 華夏 HUA XIA yang artinya Tiongkok.


Kedua Budaya Kuno (Neolitik) Tiongkok ini yang menjadi dasar bagi Wilhelm Schmidt untuk menyebutkan Austronesia sebagai bahasa yang digunakan oleh orang-orang Laut Tiongkok selatan, yang juga disebutkan bahwa budaya Hemudu dan Liangzhu merupakan proto Austronesia atau awal/cikal bakal bahasa orang-orang Austronesia.


Oleh. 

真 皓腦內

Jan Honone


Editor.

Koh Tzu


Referensi:

https://en.m.wikipedia.org/wiki/

Wilhelm_Schmidt_(linguist)

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Qingdao

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Jiaozhou_Bay

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Hemudu_culture

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Liangzhu_culture

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Dongyi


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d