Langsung ke konten utama

Sang Wisnu dalam Budaya Yue/Yi(Austronesia) di Tiongkok

 


Dalam kisah pewayangan Baratayuda Jaya Binangun atau dikenal dengan epos Mahabarata, ada seorang tokoh kunci yang sangat berwibawa dan dihormati oleh Pandawa yaitu Prabu Kresna yang merupakan titisan atau penjelmaan Dewa Wisnu dan dikenal dengan Narayana yang mengajarkan filsafat Bagua Jida (Bagawat Gita) kepada Pandawa, Selain itu Dewa Wisnu juga menjelma sebagai Sri Rama dalam epos Ramayana.

Siapakah Prabu Kresna atau Dewa Wisnu ini sebenarnya?, Dan dari mana sumber cerita Wisnu/Kresna dalam epos Mahabharata dan Ramayana?

Jika ditelusuri tentang kisah tokoh Kresna/Wisnu di India hanya terdapat pada
beberapa susastra Hindu, yaitu MahabharataHariwangsaBhagawatapurana, dan Wisnupurana [1], kitab Mahabharata yang paling lengkap menggambarkan sosok Kresna/Wisnu, begitu juga di Jawa juga hanya dijelaskan dalam kitab pewayangan/pedalangan (Baratayuda Jayabinangun), dan tidak ada kisah/cerita yang lebih jauh dari itu.

Satu-satunya petunjuk adalah kisah-kisah/cerita-cerita budaya suku Yue/Yi (Austronesia) ditempat asalnya (tiongkok) dimana cerita Wisnu/Kresna dibawa ke Nusantara dan India.

Di tiongkok, ada sebuah cerita kuno tentang dewa yang mempunyai mata ketiga di tengah dahi dengan nama Dewa Er-Lang atau Narayana 那羅延, kisah Dewa ini sangat melegenda di daratan tiongkok termasuk suku Yue/Yi (Austronesi) yang sangat menghormati Dewa Er-Lang /Narayana, bahkan ada yang memujanya sebagai avatar. Berikut akan dijelaskan kisah asal muasal dari Dewa Wisnu atau Er Lang Shen dalam lingkup budaya Yue/Yi (Tiongkok) :

NA RUO YAN A atau NARAYANA merupakan nama lain dari WEI ZI NO atau WISNU, kata "NARAYANA" merupakan dialek lain di ucapkan sebagai NA LUO YAN 那羅延.

Kata 眼 YAN sendiri dapat bermakna MATA.
NARAYANA merupakan sebutan lain untuk ERLANG SHEN atau dalam dialek Hokkien JI LONG SIN yang mempunyai MATA di dahinya.

NARAYANA juga menjadi panggilan untuk YANG JIAN seorang Kaisar yang mendirikan Dinasti SUI atau Kaisar WEN pada tahun 581-618 M.[2]

Kata 楊 YANG dalam dialek tiongkok kuno di ucapkan sebagai LANG.
ERLANG SHEN dalam legendanya pernah menaklukkan sepasang Burung HONG atau Burung Pualam dengan Busurnya(Panah) yang kemudian menjadi tunggangan ERLANG SHEN (sama seperti WISNU dengan tunggangannya burung GARUDA atau JATAYU).

Nama YANG JIAN sebagai ERLANG SHEN juga sebagai inspirasi cerita yang ditulis oleh JIN YONG (LOUIS CHA) dengan trilogi 射鵰 三部曲 SHE DIAO SAN BU QU atau Kadang disebut Pendekar Rajawali dengan tokohnya YANG GUO atau YO KO.

Garuda atau Hong yang kemudian dikenal di Jawa dan Indonesia, burung ini disebut sebagai burung E LANG karena sebagai tunggangan dari ERLANG SHEN. Untuk kisah DEWA ERLANG (ERLANG SHEN) dapat dibaca dibawah ini:

--- Kisah Para Dewa dan Ajaran Tao ---
KISAH DAN ASAL USUL DEWA LANGIT ERL LANG SHEN - JI LONG SIN 二郎神 杨戬 mencapai kesempurnaan menjadi Ngo Heng Tay Tee 五行大帝. (BLN 6 TGL 26 IMLEK)

Menurut sejarah, Er Lang Shen (二郎神) atau Ji Long Sin (Hokkian) adalah putra seorang Gubernur dari propinsi Sichuan, Li Bing yang hidup pada jaman dinasti Qin yang saat itu diperintah oleh Qin Xiao Wen Wang.
Pada waktu itu sungai Min (Minjiang), salah satu cabang sungai Yang – Zi yang bermata air di wilayah Sichuan, seringkali mengakibatkan banjir di wilayah Guan-kou (dekat Chengdu). Sebagai gubernur yang peka akan penderitaan rakyat, Li Bing segera mengajak putranya, Er Lang, meninjau daerah bencana dan memikirkan penanggulangannya.
Rakyat Guan-kou yang sudah putus asa menghadapi bencana banjir yang tiap kali menghancurkan rumah dan sawah ladangnya, tampak pasrah dan mengandalkan para dukun untuk menghindarkan bencana. Para dukun menggunakan kesempatan ini untuk memeras dan menakut-nakuti rakyat. Dikatakan bencana banjir itu diakibatkan karena Raja Naga ingin mencari istri. Maka penduduk diharuskan tiap tahun mengirimkan seorang gadis untuk dijadikan pengantin Raja Naga di sungai Min itu. Maka tiap tahun diadakan upacara penceburan gadis di sungai yang dipimpin oleh dukun dan diiringi oleh ratap tangis orang tua sang gadis.
Li Bing bertekad mengakhiri semua ini, dan berusaha menginsafkan rakyat bahwa bencana dapat dihindarkan asal mereka mau bergotong-royong memperbaiki aliran sungai. Usaha ini tentu saja ditentang para dukun yang melihat bahwa ia akan rugi apabila rakyat tidak percaya lagi kepada mereka. Untuk menghadapi mereka, Li Bing mengatakan bahwa putrinya bersedia menjadi pengantin Raja Naga untuk tahun itu. Dia minta sang dukun memimpin upacara. Sebelumnya, Li Bing memerintahkan Er Lang untuk menangkap seekor ular air yang besar, dimasukkan dalam karung dan disembunyikan di dasar sungai.
Pada saat diadakan upacara “mengantar pengantin” di tepi sungai, Li Bing mengatakan kepada dukun kepala, bahwa ia ingin sang Raja Naga menampakkan diri agar rakyat bisa melihat wajahnya. Sang dukun marah dan mengeluarkan ancaman. Tapi Li Bing yang telah bertekad mengakhiri prakteknya yang kejam ini, berkeras agar sang dukun menampilkan wujud Raja Naga. Karena keadaan yang sudah memungkinkan untuk bertindak, Li Bing memerintahkan putranya Er Lang agar terjun ke sungai dan memaksa sang Raja Naga keluar. Setelah menyelam sejenak Er Lang muncul kembali sambil menyeret bangkai ular air itu ke tepi.
Penduduk jadi gempar. Li Bing menyatakan bahwa sang Raja Naga yang jahat sudah dibunuh, rakyat tidak usah khawatir akan gangguan lagi dan tidak perlu mengorbankan anak gadisnya setiap tahun. Setelah itu Li Bing mengajak rakyat untuk bergotong-royong membangun bendungan dan waduk, untuk mengendalikan sungai Min. Usaha ini akhirnya berhasil dan rakyat daerah itu terbebas dari bencana banjir. Untuk memperingati jasa – jasa Li Bing dan Er Lang di tempat itu kemudian didirikan kelenteng peringatan.

Pendapat lain mengatakan bahwa sebetulnya Er Lang Shen adalah Zhao Yu, yang hidup pada jaman dinasti Sui (581 — 618 M). Dia sebenarnya adalah orang yang bertapa dan mendalami ajaran Dao di Gunung Qing Cheng.
Kemudian Kaisar Sui Yang Di (605 – 617 M) memaksanya turun gunung dan mengangkatnya sebagai walikota Ji Zhou. Ia pernah membunuh seekor naga yang ganas di sungai dekat kota itu. Oleh penduduk kota ia kemudian diangkat menjadi Er Lang Shen. Pada waktu itu ia berumur 26 tahun.
Setelah Kerajaan Sui runtuh, ia menghilang tak tentu rimbanya. Pada suatu ketika sungai Jiazhou kembali meluap. Di antara halimun dan kabut yang menyelimuti daerah itu, terlihat seorang pemuda menunggang kuda putih, diiringi beberapa pengawal, membawa anjing dan burung elang, lewat di atas sungai itu. Itulah Zhao Yu yang turun dari langit. Untuk mengenang jasa – jasanya penduduk mendirikan kelenteng di Guan-kou dan menyebutnya Er Lang dari Guan-kou.
Pada masa Dinasti Tang, Kaisar Tang Tai Zhong memberi gelar Jendral Gagah Berani kepada Zhao Yu. Oleh Kaisar Zhen-zong dari dinasti Song, ia diberi gelar Qing Yuan Miao Dao Zhen Jun (Ceng Goan Biau To Cin Kun — Hokkian) atau malaikat berkesusilaan bagus dari sumber yang jernih. Gelar itu sering disingkat menjadi Qing Yuan Zhen Jun atau Ceng Goan Cin Kun. Hari lahirnya diperingati pada tanggal 26 bulan 6 Imlek.

Mengenai nama Yang Jian, ada dua versi yang menceritakan asal usul nama tersebut. Versi pertama berasal dari cerita Xi You Ji (See Yu Ki – Hokkian) bab 7 yang mengisahkan bahwa untuk menangkap Sun Wu Kong yang mengacau Istana Langit, Guan Yin menganjurkan memanggil seorang malaikat sakti, yang masih terhitung keponakan Yu Huang Da Di dan berkedudukan di Guan Jiang Kou. Nama malaikat ini adalah Er Lang Zhen Jun (Ji Long Cin Kun – Hokkian). Sun Wu Kong mengenalinya sebagai putra adik perempuan Yu Huang Da Di yang menikah dengan seorang terpelajar dari keluarga Yang (Nyoo, Yo — Hokkian) yang bernama Yang Tian You.

Menurut apa yang dituturkan dalam novel Feng shen (Hong sin -Hokkian) bab 40, Er Lang Shen bernama Yang Jian (Yo Cian – Hokkian). Dalam buku tersebut Yang Jian memperkenalkan diri sebagai berikut “hamba adalah Yang Jian, murid Yu Ding Zhen Ren (Giok Teng Cin Jin – Hokkian) dari Gua Lembayung Emas, di gunung Yu Quan Shan ” Yang Jian dapat berubah menjadi 73 rupa dan sakti mandraguna. Ia kemudian menjadi orang suci berikut badan kasarnya. Dalam kisah ini, Yang Jian diperintahkan oleh gurunya untuk membantu pasukan Raja Wu yang sedang berperang dengan pasukan Zhou.
Dari kesaktian yang dipelajarinya inilah, maka Yang Jian dapat menolong ibunya dari penjara di bawah gunung Tao Hua yang diterimanya sebagai hukuman karena menikah dengan seorang manusia biasa. Dengan kesaktian ini pula, Yang Jian membunuh sembilan dari sepuluh dewa matahari yang ditugaskan oleh Kaisar Pualam untuk memanggang ibunya sampai mati. Dalam kisah tersebut, Dewa matahari ke – 10 selamat berkat permintaan dari putri ketiga Raja Naga Laut Barat pada Yang Jian dengan menjelaskan betapa pentingnya matahari bagi kehidupan di muka bumi. Putri inilah yang kemudian menikah dengan Yang Jian.
Adapun Kaisar Pualam, yakni paman Yang Jian sendiri menyesali kekejamannya terhadap adiknya dan untuk menebusnya, beliau mengangkat Yang Jian sebagai dewa penegak hukum langit bergelar Er Lang Shen. Namun karena Dewa Er Lang belum bisa memaafkan pamannya, maka dia menolak tinggal di kahyangan dan memilih untuk menetap di kota Guan Jiang Kou. Itulah sebabnya mengapa saat Sun Wu Kong mengacau di Istana Langit, Er Lang Shen tidak ada dan harus dipanggil dulu dari Guan Jiang Kou.

Oleh.
真 皓腦內
Jan Honone

Referensi:
1) https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kresna

2) https://en.m.wikipedia.org/wiki/Emperor_Wen_of_Sui

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d