Langsung ke konten utama

Kesaksian Ma Huan tentang Leluhur Jawa dari Tiongkok


Dalam narasi sejarah, catatan Ma Huan merupakan manuskrip sejarah primer yang banyak digunakan dalam acuan dan studi sejarah.

Dari banyaknya paparan/pendapat sejarah, penulis sering menjumpai dalam narasi sejarah ataupun dalam diskusi sejarah khususnya tentang penggolongan masyarakat jawa atas catatan Ma Huan (Ying Yai Sheng Lang) terjadi banyak salah interprestasi(tafsir) hingga dimasa sekarang, kesalahan ini disebabkan dari awal penafsiran yang mengandung unsur "sentimen anti tiongkok" oleh para ahli kolonial barat sehingga terjadi pembelokan/manipulasi fakta sejarah nusantara/Indonesia khususnya jawa.


Menurut penulis, kesalahan yang paling fatal adalah tentang klasifikasi(penggolongan) dan identifikasi masyarakat(suku) jawa, dimana dalam catatan Ma Huan ada 3 klasifikasi/golongan penduduk di jawa oleh ahli kolonial barat ditafsirkan sebagai berikut, golongan pertama adalah para pedagang dari negeri barat nusantara, golongan kedua adalah orang cina yang tinggal di jawa dan yang ketiga adalah golongan pribumi.


- Tafsir Yang Keliru/Salah


Tahukah anda kalau tafsir atas 3 golongan masyarakat jawa tersebut sangat KELIRU, bukan pada catatan Ma Huan tetapi ada pada kesalahan penerjemahan dari catatan tiongkok(aksara hanji) kedalam bahasa inggris.


Seperti yang diketahui bahwa aksara hanji itu adalah aksara turunan aksara logogram yang mengandung simbol tertentu. Agaknya dalam penterjemahaan dalam bahasa inggris terjadi kesalahan penerjemahaan dan tafsir sehingga menjadi fakta(kesaksian) sejarah yang terkandung dalam catatan Ma Huan menjadi rancu dan kabur.



Berikut cuplikan penerjemahan dalam bahasa indonesia yang bersumber dari terjemahan dalam bahasa inggris :


" Negeri (jawa) ini terdiri dari tiga kelas(golongan) penduduk. Salah satunya adalah orang-orang muslim. Orang-orang ini berasal dari kerajaan sebelah barat Nusantara, yang ber-imigrasi sebagai pedagang; (dan) dalam hal pakaian dan makanan mereka pantas dan bersih.


Kelas yang lain adalah orang-orang Cina. Mereka berasal dari propinsi Kuang tung(Guandong,Fujian), dan dari Chang (chou) dan Ch'uan (chou) dan tempat-tempat lainnya yang pergi (bermigrasi dimasa dinasti tang) dari sana dan tinggal(menjadi penduduk) di negeri ini. Makanan mereka bersih juga (dan) sebagian dari orang-orang cina ini memeluk agama Islam, bertobat dan berpuasa.


Sisanya adalah masyarakat pribumi, mereka sangat jelek dan mukanya aneh, rambutnya kusut tak bersisir, bertelanjang kaki, pemuja setan. Negeri ini ada diantara negeri iblis seperti yang disebut dalam buku-buku budha. Makanan orang-orang ini sangat kotor dan buruk, seperti ular, semut, dan segala serangga serta ulat, yang dimatangkan (sedikit) dengan dipanggang dan kemudian dimakan. Anjing-anjing yang mereka pelihara makan dari tempat makan yang sama dg mereka, dan tidur dg mereka pada malam hari, (dan) mereka tidak merasa jijik."

(Ying Yai Sheng Lang, hal.93)


Pada penggolongan yang kedua, berasal dari aksara hanji Táng-Rén 唐人 (Teng-Lang dalam bahasa hokkien) diterjemahkan dengan kata ORANG-ORANG CINA,  terjemahan dan tafsiran ini JELAS SANGAT SALAH, aksara TANG 唐 dan REN 人 itu adalah aksara simbolik yang jika keduanya digabungkan mempunyai makna "masyarakat dinasti Tang" atau "orang tiongkok dimasa dinasti Tang".

Yang jadi pertanyaan adalah, kenapa Ma Huan tidak menggunakan kata MING-REN 明人(masyarakat/orang dinasti Ming) atau ZHONG-GUO-REN 中國人(masyarakat/orang tiongkok atau sering disingkat Zhong Hua 中華) ???

Tahukah anda kalau Ma Huan ingin menunjukkan bahwa leluhur masyarakat/rakyat(suku) jawa itu adalah orang tiongkok dimasa dinasti Tang yang datang(pindah) ke jawa dari wilayah Guandong(Fujian), Changzhou, Ch'uanzhou dan tempat lain ditiongkok yang disebutkan oleh Ma Huan, hal ini sesuai dengan deskripsi keterangan Ma Huan tentang penduduk/masyarakat jawa di tuban, berikut petikannya:


Tu-pan (Tuban), orang asing menyebutnya’Tu-pan”, adalah sebuah wilayah yang dihuni lebih dari seribu keluarga, yang dipimpin oleh 2 pemuka (pejabat?) untuk memimpin. Kebanyakan(penduduknya) berasal dari propinsi Kuang Tung(Guangdong,Fujian) dan daerah administrasi Chang Chou pada pusat wilayah(tiongkok), yang telah bermigrasi dan menetap (turun temurun) di wilayah ini. Unggas, kambing, ikan dan sayuran sangat murah. (Ying Yai Sheng Lang, Hal.89)


Jadi sudah sangat jelas bahwa masyarakat(suku) jawa itu ada pada klasifikasi/golongan yang kedua yang disebut dengan keturunan TANG REN.

Adapun golongan yang ketiga adalah manusia/orang Tanah(Tǔ-Dì-Rén 土地人) , disini juga terjadi kesalahan/pembelokan tafsir, para ahli barat menafsirkan dengan makna pribumi yang dirujukkan untuk penduduk asli/pribumi, padahal aksara tersebut bukan bermakna pribumi tetapi bermakna "Orang kelas Rendah/Budak" lebih tepatnya mereka adalah budak orang jawa yang sering disebut dengan Budak Jengki, hal tersebut sangat cocok dengan deskripsi golongan yang ketiga yang dijelaskan dalam catatan Ma Huan, kata Tǔ-dì-rén 土地人 itu sebenarnya artinya manusia kelas rendah yang ditujukan untuk sebutan (golongan) budak, jadi bukan diterjemahkan menjadi "manusia tanah" kemudian ditafsirkan menjadi "manusia pribumi" (=penduduk asli), hal ini jelas sebuah penyimpangan dan pengaburan makna dari aksara hanji/logogram yang ditulis oleh Ma Huan.


Dan apa yang dijelaskan(kesaksian) oleh Ma Huan sangat cocok dengan catatan kesaksian para penulis awal eropa yang datang ke jawa, yang menyatakan bahwa orang jawa adalah keturunan tiongkok/cina dan mereka bangga karenanya sebelum orang barat(kolonialis) misahkan keduanya (jawa dan cina), silahkan baca disini https://lontarsejarah.blogspot.com/2020/09/bukti-catatan-terawal-bangsa-eropa.html?m=1


- Apakah para ahli kolonial barat tidak mengetahui bahwa orang jawa adalah keturunan tiongkok?


Para ahli kolonial barat adalah orang yang berpendidikan dan berpengetahuan luas serta mempunyai logika yang ilmiah, mereka bukan tidak tahu tentang hal tersebut tetapi lebih karena mereka lebih berpihak pada kepentingan kolonialisme(penjajahan) oleh negara barat yang sesuai dengan politik mereka yang sesuai dengan catatan buku "Architects of Deception" yang ditulis oleh Juri Lina, tentang 3 cara untuk menghancurkan suatu bangsa oleh bangsa barat yang salah satunya untuk menghancurkan sejarah dan leluhurnya dari bangsa yang dijajahnya, baca di sini https://lontarsejarah.blogspot.com/2020/09/politik-barat-menghancurkan-sebuah.html?m=1 

Yang diimplementasikan oleh oleh belanda di wilayaj hindia belanda(indonesia) dengan politik devide et empera.


Jadi dari apa yang dijelaskan, bisa disimpulkan bahwa para ahli kolonial barat melakukan MANIPULASI DAN DUSTA SEJARAH NUSANTARA/INDONESIA untuk kepentingan mereka, dan pada saatnya nanti MANIPULASI DAN DUSTA SEJARAH yang mereka lakukan lambat laun pasti akan terbongkar!, Dan seperti pepatah jawa "Gusti Ora Sare" yang artinya Tuhan tidak tidur dan kebusukan(dusta) yang disembunyikan suatu saat pasti akan terbongkar !


Akhir kata, mengutip catatan Abbe de Raynal dalam bukunya "Histoire philosophique et politique"disebutkan bahwa "penduduk pulau itu(Jawa)...menganggap dirinya keturunan Cina, meskipun agama ataupun adat istiadatnya tidak lagi sama dengan istiadat Cina". Bahwa tradisi itu telah hilang pada abad ke-19 tidak mengherankan sama sekali. Orang cina sedikit demi sedikit kemudian berhenti membaur dan orang eropa(kolonial penjajah) bakal memisahkan mereka dari "orang pribumi", dengan menganggap mereka " orang asing timur". untuk selanjutnya dari kedua belah pihak tidak ada yg berminat mengembangkan kecocokan Cina-Jawa yang dulu pernah mereka miliki itu, meskipun hal itu sudah sekian lama tertanan kuat.



Oleh. Koh Tzu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d