Langsung ke konten utama

Karuhun Ajaran Leluhur Kuno Sunda


Sejarah kuno tatar Sunda (Taruma) banyak dimanipulasi/dikaburkan oleh para ahli kolonial barat, termasuk asal usul budaya, bahasa dan keyakinan/kepercayaan kuno sunda.


Dalam manuskrip prasasti-prasasti sunda kuno (Taruma), sering kali dirujukkan kepada india khususnya bahasa dan aksaranya, padahal kalau dikaji lebih dalam bahwa bahasa dan aksara sunda kuno berasal dari budaya bangsa Yue/Austronesia asli yang mempunyai ilmu seni dan kebudayaan sangat maju (ribuan tahun sebelum masehi) malah dianggap menyerap/meniru budaya india yang lebih terbelakang pada masanya, hal tersebut sangat tidak logis tapi anehnya sejarah indonesia yang anti kolonial justru mengadopsi pemikiran ahli kolonial, dan itu terjadi dimasa sekarang ini ANEH BIN AJAIB.


Selain sejarah, bahasa dan aksara sunda kuno yang dikaburkan, keyakinan/kepercayaan sunda kuno juga dimanipulasi oleh ahli kolonial barat dengan membuat gambaran/pendapat bahwa keyakinan/kepercayaan sunda kuno adalah Hindu yang berasal dari India yang dibawa oleh para brahmana sesuai teori brahmana yang mereka ciptakan untuk menghilangkan/memutus sejarah leluhur sunda, disini kita bisa melihat bahwa pendapat itu sangat merendahkan leluhur nusantara khususnya sunda dimana seakan-akan leluhur sunda itu bodoh dan tidak memiliki budaya dan agama, untuk itulah menjadi tugas kita bersama untuk meluruskan sejarah yang dibengkokkan oleh kaum kolonial tersebut berdasarkan budaya asli bangsa yue atau lebih dikenal dengan bangsa austronesia yang berasal dari tiongkok timur dan taiwan.


Berikut ini akan di jelaskan tentang kepercayaan kuno sunda yang sebenarnya:


Ajaran Kuno Sun Da di kenal sebagai 教儒魂 KA RU HUN atau 寶魂 BAO(PO) HUN atau BOU HUN/BU HUN merupakan ajaran TAO dan RU JIAO (Kongfu Zi/ Konghu Tzu).


Ajaran kuno tersebut mengajarkan 三魂 SAN HUN atau TIGA JIWA yang merupakan Harta yang paling Berharga bagi setiap manusia yang disebut sebagai 三寶 SAN BAO (PO) atau SAM PO atau SAM BOU(BU).


SAN HUN atau Tiga Jiwa merupakan ajaran yang menjelaskan diri(diri sejati) Manusia yang disebut 魂 HUN dan 魄 PO, HUN yang berarti JIWA dan PO berarti RAGA atau TUBUH yang kembali ke BUMI.


SAN BAO(PO) atau SAM PO diajarkan pertama kali oleh Lao Zi (Lao Tzu) yang disebutkan pada Kitab Dao De Jing (Tao Te Ching) pada Bab 67 atau Ti Lak Cap Cit (Hokkien) atau Di Liu Shi Qi (Mandarin).

Di wilayah Sun Da untuk itu ketika pengucapan salamnya menggunakan "SAM PO RA SUN", dan dijawab/dibalas dengan RA-EM-PE-Z(S).


㹛恩 拜自 RAO-EN PEI-ZI atau RA-EM PE-Z(S) artinya WELAS ASIH (BELAS KASIH) YANG HALUS DENGAN MEMBUNGKUK MEMBERI PENGHORMATAN DIRI


㹛恩 RAO-EN 拜自 PEI-ZI atau RA-EM PE-Z(S)

㹛 Rao/Ra : Baik, Bagus, Berbudi luhur, Halus, Lembut

恩 En (En/Em) : Kebaikan, Karunia Kasih, Kasih sayang, belas kasih (welas asih), Rahmat

拜 Bai (Pai/Pei) : Memberi Hormat, Menghormati, Membungkuk memberi penghormatan

自 Zi (Tzy/Tzh(Tz)) : Pribadi, Diri, Diri sendiri (Diri saya)


Oleh.

真 皓腦內

Jan Honone/Zhen Haonuonei 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d