Langsung ke konten utama

Hanoman Dalam Identifikasi Kesejarahan


Dalam kisah pewayangan banyak tokoh-tokoh yang dikenal oleh masyarakat nusantara khususnya jawa dan sunda, cerita kisah pewayangan biasanya menceritakan bagian tertentu saja dari kisah Bharatayuda dan Ramayana yang diklaim oleh India sebagai cerita budaya mereka, perlu diketahui bahwa kedua epos cerita tersebut banyak mengambil cerita dan tokoh dari suku Yue/Yi atau lebih dikenal dengan bangsa Austronesia dalam ilmu linguistik.


Salah satu tokoh pewayangan yang cukup fenomenal adalah tokoh Hanoman yang dikenal dengan kepahlawanannya yang berani masuk kerajaan alengka diraja untuk menyelamatkan dewi Shinta dan sempat dilagukan dan terkenal dalam lagu yang berjudul "Anoman Obong" yang diciptakan oleh Ranto Edi Gudel.


Tokoh Hanoman juga dikenal dengan Anjanipura (putra Dewi Anjani) dalam kisah pewayangan merupakan tokoh yang diadopsi dari sebuah kisah kuno di pulau Hainan Tiongkok, hingga kini wilayah ini masih dihuni oleh suku Yue/Yi atau Li. Dalam sejarahnya tokoh ini dikenal daratan tiongkok dengan nama lain yaitu Sun Go Kong sebagai raja kera yang mengobrak-abrik kahyangan. Berikut penjelasan singkat tentang asal usul  tokoh Hanoman:


猴岛 Hou Dao artinya Pulau Monyet sebutan lengkapnya wilayah ini adalah 南湾猴岛 Nan Wan Hou Dao artinya Teluk Selatan Pulau Monyet


Pulau Monyet terletak wilayah 三亚 San Ya Pulau Hai Nan. Dari sinilah legenda tokoh Hou Nou Man (Hanoman) di tulis yang juga sama sebagai tokoh Sun Wu Kong atau Sun Go Kong.


Di pulai Hai Nan ini juga terdapat gunung yang disebut 五指山 Wu Zhi Shan artinya Gunung Lima Jari yang di dalam legenda Sun Go Kong mendapat pelajaran berharga di apit (ditindih/dipenjara) Gunung Lima Jari oleh sang Buddha.


Pada masa Dinasti Tang wilayah Hai Nan di sebut sebagai Prefektur Zhen, atau Zhen Zhou 振 州 , 振 ZHEN berdialek lain diucapkan ZAN, SAN, ZEN, SEN, SIN.

Kata ZAN atau JAN juga menjadi nama AN JAN I (Anjani) sebagai ibu dari Hanoman.


Oleh. Kang Janhanonone


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d