Langsung ke konten utama

DA YANG 大 洋 (baca TA YANG) Dalam Tinjauan Analisis Kesejarahan


Tempo hari ada seseorang yang berpendapat bahwa "Dapunta" itu dari bahasa Malayu Kuno yaitu dari ḍa pu n ta = "beliau tuan kita".

Kata "da" ditafsirkan sebagai beliau, kata "pu n" ditafsirkan sebagai tuan, dan kata "ta" ditafsirkan sebagai kita.

Sekilas tafsiran ini kelihatan biasa saja tetapi kalau di perhatikan dan dianalisis secara mendalam tafsiran tersebut lebih tepat sebagai pendekatan cocokologi tanpa didasari pemahaman sejarah yang cukup tentang latar belakang sejarah tokoh sejarah yang menyandang gelar tersebut, selain itu si-penafsir tidak cukup baik dalam pemahaman bahasa melayu kuno.


Kalau dianalisis kata "da"=beliau, "pu n"=tuan, "ta"=kita, ini tidak mempunyai acuan kata bahasa yang baku, contoh kata "da" bisa dirujukan sbg "sudah"(selesai) atau "muda" atau  "datu"(raja) atau "dasar" atau bahkan diartikan "dapat", jadi intinya kata tersebut ditafsirkan atas dasar suka2 atau cocokologi si-penafsir saja alias otak atik gathuk.


Untuk mengetahui makna gelar yang disandang oleh seorang tokoh sejarah seharusnya mengetahui trackrecord (latar belakang) sejarahnya berdasarkan bukti (manuskrip) yang bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya untuk mendukung tafsiran gelar tersebut (Dapunta).


Gelar Dapunta di nusantara pertama kali disandang oleh Dapunta Yang Sri Jayanasa,

Berdasarkan catatan manuskrip dari prasasti kedukan bukit, beliau berasal dari kota Minhang-a Tamwan (diteluk timur tiongkok, baca di https://lontarsejarah.blogspot.com/2020/09/minanga-tamwan-dalam-prasasti-kedukan.html?m=1 ), selain itu bahasa yg dipakai dalam prasasti tersebut adalah bahasa wu-yue (bahasa kuno akar bahasa melayu-jawa) yang juga dikenal dgn bahasa austronesia, serta ditulis dalam aksara worm-bird script (aksara burung cacing) yg dikenal dengan aksara palawa yang sebenarnya berasal dari teluk timur tiongkok.

Kata "Dapunta Yang" ditulis ditranslate dan ditulis kedalam aksara yue/yi (aksara burung cacing) yang dikenal dengan aksara palawa oleh ahli barat. Kata "Dapunta Yang" ditulis dalam aksara logogram tiongkok kuno.


Sebelum kita memahami kata "Dapunta Yang" seyogyanya  harus dapat memisahkan suku kata - suku kata yg benar dalam pengucapannya atau homophonenya atau bunyinya atau dialeknya sebab terkait dengan nama yang terdapat di sejarah sehingga kita dapat mengerti dari kata tersebut.

Karena ini terkait tradisi untuk pengucapan atau dialek atau homophone atau bunyi dan bahasa bagi orang Yue/Yi atau I untuk kemudian dijadikan menjadi aksaranya yang berdasarkan dengan suku kata, seperti kata Da Pun Ta, kata ini harus jelas berdialek Da Pun jangan berubah Dan Pu sebab nanti maknanya menjadi berbeda.

Kata Da Pun sendiri ini sudah jelas karena kata PUN sama maknanya dengan PAN maknanya sebagai WILAYAH BAWAHAN atau WILAYAH PERBATASAN atau WILAYAH DIBAWAH KEKAISARAN.

Kata FAN atau PAN atau PUN sendiri merupakan kependekan dari kata FAN ZHEN yang merupakan WILAYAH PENYANGGA yang bertanggung jawab kepada GUBERNUR JENDRAL WILAYAH (KOMISARIS JENDRAL WILAYAH) yang di sebut sebagai JIE DU SHI.

JIE DU SHI sendiri kadang hanya disebutkan sebagai SHI artinya JENDRAL YANG MEMBAWAHI PASUKAN.

Sistem JIE DU SHI dan FAN ZHEN ini diterapkan pada pemerintahan Kekaisaran TANG.

Kata PUN atau PAN kemudian menjadi gelar yg disebutkan seperti di prasasti dengan gelar PAN ANG KAR AN atau PAN EM BAH AN, berikut ini penjelasan lengkapnya:


大 洋 DA YANG baca TA YANG artinya SAMUDRA YANG LUAS atau LAUTAN YANG BESAR


Kata DA YANG atau TA YANG sering digunakan dalam bahasa Tiongkok untuk menyebutkan Samudra atau Lautan yang Luas.


Kata DA YANG atau TA YANG ini digunakn dalam prasasti maupun catatan sejarah di Nusantara yang merujuk kepada Raja SRI WIJAYA dengan gelar DA PUN TA YANG SRI JAYA NASA 671–702 M


Kata 導 藩 DA PUN sendiri bermakna UNTUK MEMIMPIN ATAU MEMBAWAHI BAGIAN WILAYAH WILAYAH DI BAWAH KEKAISARAN TIONGKOK YANG MASA ITU PERIODE KEKAISARAN DINASTI TANG 618–907 M

導 DAO artinya UNTUK MEMIMPIN, UNTUK MEMBIMBING, UNTUK MENGERAHKAN, UNTUK MELAKUKAN

DAO atau DO juga diucapkan juga dengan berdialek lain yaitu :

KANTON dialek : DOU/TOU

HAKKA/KHEK dialek : THO/TO

MIN NAN/HOKKIEN dialek : TO, DOI

TEOCHEW dialek : DAO/TAO

WU/SHAGHAINESE dialek : DAW/DA

藩 FAN/PAN artinya PERBATASAN, NEGARA BAWAHAN, BAGIAN WILAYAH KEKAISARAN TIONGKOK

FAN atau PAN diucapkan dengan dialek lain yaitu :

KANTON dialek : FAN/PAN

MIN NAN/HOKKIEN dialek : HOAN/HUAN, PHUAN/PHUN

Jadi kata 導 藩 大 洋 DA PUN TA YANG artinya UNTUK MEMIMPIN DAN MENGELOLA BAGIAN WILAYAH WILAYAH KEKAISARAN TIONGKOK YANG BERADA DI SAMUDRA YANG LUAS


Catatan Tambahan tentang Sejarah Perjalanan Dapunta Yang


Dalam sejarah literatur perjalanan Yi Jing atau I Cing, tidak menyebutkan tentang Sri Wijaya dalam penaklukkan Ma Lao Yu.

Hanya saja ini disebutkan dalam buku Prof Dr Slamet Mulyana yang berjudul SRI WIJAYA tentang perdebatan atas tanggapan Prof George Coedes dan Prof Khrom tentang pemaknaan arti Siddhiyatra yang berusah diterangkan atau ditafsirkan oleh Prof Coedes, sedangkan Prof Khrom yang didukung oleh Prof Nilakanta Sastri menyebutkan kata tersebut sebagai Jayasiddhayatra yang berpendapat artinya atas kemenangan terhadap kerajaan Ma Lao Yu, yang kata Siddhiyatra dan Jaya Siddhayatra terdapat dalam prasasti kedukan Bukit.

Namun perdebatan ini juga tidak menjawab atas persoalan tentang kata MINANG-A TAMWAN sendiri seperti yang disebutkan dalam buku Prof DR Slamet Mulyana tersebut.


Di dalam prasasti tersebut seharusnya sudah jelas disebutkan bahwa Da Pun Ta Yang pada tanggal 11 di bulan WAISAKA melakulan upacara Siddhayatra.

Dalam upacara perayaan Hari Suci WAISAK disebut juga dengan TRI SUCI WAISAK yang prosesisinya sendiri dimulai beberapa hari sebelum puncak perayaan WAISAK yang jatuh tempat tanggal 15 atau pada saat bulan purnama, proses upacara atau ritual dimulai oleh DA PUN TA YANG pada tanggal 11 seperti yg disebutkan dalam prasasti kedukan bukit.

Proses perayaan ini bisa kita lihat sekarang pada acara Hari WAISAK di BOROBUDUR dengan beberapa hari sebelumnya mengambil AIR SUCI di sendang JUMPRIT dan API SUCI di MERAPEN

Proses ini seperti yg dilakukan oleh DA PUN TA YANG pada tanggal 11 bulan WAISAK sebelum dia mengarungi SAMUDRA lautan.

Kata ini juga kembali di sebutkan sebagai Jayasiddhayatra ketika DA PUN TA YANG tiba dengan SELAMAT ATAU SUKSES dengan penyebutan JAYA atau CAI YA artinya SUKSES yang sebelumnya atas proses upacara yang dilakukan untuk memperingati hari WAISAK dengan proses TRI SUCI WAISAK


Kata JAYA atau CAI YA juga dapat diartikan MENANG ketika DA PUN TA YANG setelah MENANG dalam mengarungi Lautan.

Kata TA dalam DA PUN TA YANG...

Kata TA ini jika merujuk suatu penghormatan untuk itu kata TA juga dapat disebut sebagai TAI yang juga ditulis sebagai DA atau DAI.

Biasanya kata TA ini dikuti oleh nama profesi atau subjeknya, seperti DA REN atau DAI REN (baca TA REN atau TAI REN) untuk menyebut atau memanggil atasan yg lebih hormat (contoh : bawahan kepada atasan atau Menteri kepada Raja/Kisar).

DA GE (baca TA KE) atau TA KO... panggilan untuk Kakak Tertua, DA SHI FU / DAI SHI FU baca TA SHI FU / TAI SHI FU / YA SHU HU / TAI SHI HI artinya GURU BESAR , DLL.

jadi jika ditemukan kata DA PUN TA harus diikuti sebagai PROFESINYA atau SUBJEKNYA.


Oleh. Kang Janhanone & Koh Tzu


Ref.

Sejarah Dinasti Tang (xin tang shu)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d