Langsung ke konten utama

Bukti Catatan Terawal Bangsa Eropa Tentang Leluhur Jawa Berasal dari Cina (Tiongkok)


Pada masa penjajahan kolonial belanda, belanda tidak hanya menajajah secara politik dan ekonomi saja, tetapi menghancurkan(memanipulasi) sejarah dan budaya nusantara, bahkan memutus hubungan mata rantai leluhur nusantara khususnya jawa dengan leluhurnya(tiongkok) dengan mengkotak-kotakkan antara pribumi dan cina, belanda sangat menyadari betul ikatan kuat antara cina dan jawa sebagai keturunan dari tiongkok mengancam hegemoni belanda atas kekuasaan(penjajahan) di nusantara, melalui(mendatangkan) para ahli-ahli barat dibidang pendidikan, sejarah, budaya, bahasa, seni dll, yang juga dibantu oleh para pujangga2 kraton untuk mensosialisasikan label "Pribumi" dan "anti Cina" untuk memisahkan "Jawa" dan "Cina" dimana keduanya adalah keturunan Tiongkok yang dahulu tidak ada perbedaan tersebut, yang pada akhirnya kolonial belanda menghancurkan dan memanipulasi sejarah dan leluhur jawa. Tetapi apapun yang telah belanda lakukan tetap saja bukti kebenaran tidak hilang sepenuhnya seperti pepatah jawa "Gusti Ora Sare" meskipun ahli-ahli belanda telah melakukan manipulasi yang sempurna. 


Berikut Bukti catatan-catatan terawal para penulis eropa sebelum belanda melakukan cleansing culture and history atas sejarah jawa dan nusantara.


Diogo de Couto mencatat bahwa "banyak orang menegaskan orang Jawa adalah keturunan Cina (muitos ... affirmam procederem delles Chins os jaos. Dec.IV, III, 1). 


Tema yang asama timbul kembali dalam tulisan Edmund Scott, yang dari 1603 sampai 1605 tinggal di loji Inggris di Banten. Ia menonjolkan apa yang sekarang agaknya disebut "Sumbangan budaya" orang Cina. setelah melukiskan sebuah perayaan besar di kota- terutama jenbis tontonan - ia mengakhirinya dengan kalimat: " All these inventions the javans have been taught in former times by the Chyneses".


William Methold yang tak lama kemudian sering mondar-mandir ke India dan tepi Teluk Bengali, jadi diluar nusantara, juga menyebar tradisi bahwa orang Cina dahulu menguasai seluruh Samudra Hindia : " Ada beberapa orang yang berkata kepada kami sendiri bahwa orang Cina dahulu menjadi penguasa semua negeri itu dan telah meluaskan kekuasaan mereka sampai pulau Madagaskar." Kami sebut pula Wouter Schouten, yang berada di hindia selama kuartal ketiga abad ke -17, dan telah meninggalkan kisah yang sangat menarik tentang jawa. Tanpa ragu ia menulis bahwa orang Jawa "merasa bangga menyatakan diri sebagai keturunan orang Cina yang dahulu dibuang dari negerinya, lalu terpaksa mengembara dengan penuh derita dan pada akhirnya menetap di pulau Jawa-Besar yang bahagia lagi subur itu.


Salah seorang dari mereka yang paling akhir memeberitakan kebenaran lama itu rupanya adalah Abbe de Raynal, yang dalam Histoire philosophique et politique-nya masih mencatat bahwa "penduduk pulau itu(Jawa)...menganggap dirinya keturunan Cina, meskipun agma ataupun adat istiadatnya tidak lagi sama dengan istiadat Cina". Bahwa tradisi itu telah hilang pada abad ke-19 tidak mengherankan sama sekali. Orang cina sedikit demi sedikit kemudian berhenti membaur dan orang eropa(penjajah) bakal memisahkan mereka dari "orang pribumi", dengan menganggap mereka " orang asing timur". untuk selanjutnya dari kedua belah pihak tidak ada yg berminat mengembangkan kecocokan Cina-Jawa yang dulu pernah mereka miliki itu, meskipun hal itu sudah sekian lama tertanan kuat.


Oleh. Koh Tzu


Referensi sumber: Nusa Jawa Silang Budaya (hal.46-47)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d