Langsung ke konten utama

Perang Malaka dan Portugis dan awal Kontak Portugis dengan Kaisar Ming


 Dalam sejarah Portugis Kesultanan Malaka disebut sebagai kerajaan bawahan dari Kaisar Tiongkok (tributary state of china encompasses suzerain kingdom from china).

Pada 1509, Diogo Lopes de Sequeira dikirim ke Malaka oleh raja Portugal Manuel I dengan empat kapal untuk menjalin kontak dengan Kesultanan Malaka. Awalnya, Sequeira diterima dengan baik oleh Sultan Mahmud Syah (1488-1528). Namun kemudian di tolak dikarenakan Sultan Mahmud Syah mendapatkan laporan bahwa Portugis akan menguasai pelayaran dan perdagangan di Samudra Hindia dengan menguasai jalur laut di semenajung Malaka. Beberapa orang (19 orang) ditangkap termasuk duta Portugis di Siam (Thailand) Duarte Fernandez dan beberapa dibunuh, tetapi kapal-kapalnya berhasil lolos.

Berita bahwa Raja Portugis akan menguasai Lautan Samudra Hindia dan memonopoli perdagangannya disebutkan dalam Mare Clausum artinya Laut tertutup bagi pelayaran negara-negara asing yang hanya digunakan untuk pelayaran dan perdagangan Portugis (yang kemudian Spanyol) atas dukungan Kepausan (Katolik) dan dilegalitaskan dalam Perjanjian Alcantara pada 1479 dan Perjanjian Tordesillas pada 1494.

Misi ini yang dibawa oleh Dom (Don) Afonso de Albuquerque pertama kali dengan menutup semua jalur pelayaran laut bagi negara-negara lain selain Portugis yang melintasi jalur Samudra Hindia, Samudra Atlantik, Laut Merah, Teluk Persia dan Samudra Pasifik.

Dan juga untuk memutuskan pedagang kerajaan-kerajaan dibawah Kaisar Ming di Asia Tenggara dengan pedagang Venesia di ottoman (Konstantinopel atau istambul).

Portugis membangun benteng dan pelabuhan (port) Emmanuel atau Immanuel di Ko Chi atau Ko Chin, kerala, India yang setelah menundukkan Raja tersebut pada tahun 1503. Nama Emmanuel / Immanuel merupakan nama yang merujuk kepada nama Raja Portugis Manuel I.

Sejarah Kochi atau Khochin atau Kozhikode atau kalkuta merupakan wilayah pos pelayaran dan perdagangan dibawah Dinasti Tang, seperti yang disebutkan oleh Marco polo (keluarga Marco Polo baik ayah dan pamannya merupakan duta yang ditunjuk oleh Hulagu Khan saudara Kubilai Khan yang di tempatkan di Beijing pada masa dinasti Yuan 1261-1291, keluarga Polo merupakan berasal dari Venisia) setelah kembali dari Beijing dan juga oleh Wang Da Yuan 1311-1350 dalam bukunya Tao I Chih pada masa Dinasti Yuan.

Kochi atau Kochin pada abad ke-15 merupakan kerajaan dibawah Kekaisaran Ming dengan disebut sebagai 可亦里 KEYILI (awalnya merupakan keluarga kerajaan 龜茲 Qiu Chi atau Ku Chi yang wilayahnya di sungai Yi Li atau Illi Xin Jiang dan Kazhakstan, leluhurnya yang terkenal sebagai Kumarajiwa atau Jiu Mo Luo Shi/Chiu Mo Lo Shih 344-413 M), penguasanya mendapatkan stempel kekaisaran Ming yang dikirim melalui Zheng He (Cheng Ho) dan menganugrahkan gelar 鎮國 之山 Zhen Guo Zhi Shan, Gunung yang Melindungi Negara seperti yang dituliskan oleh Ma Huan dalam bukunya dan juga dengan dibuktikannya prasasti batu yang berisikan proklamasi kerajaan Kochin yang ditulis langsung oleh Kaisar Yongle (Ming) dan diberikan melalui Cheng Ho.

Dom (Don) Afonso de Albuquerque ditunjuk sebagai Gubernur India yang ke-dua pada tahun 1509 di Kochi, kerala, India dan pada tahun 1510 dia menaklukkan GOA, India.

Afonso de Albuquerque mendapatkan kesempatan untuk menaklukkan Malaka ketika Kesultanan Malaka menolak duta Diogo Lopes de Seqeuira dan menawan 19 orang Portugis.

Afonso de Albuquerque berangkat dari India ke Malaka pada April 1511, dengan 1.200 pria dan 17 hingga 18 kapal. Tujuan Albuquerque adalah untuk memutuskan perdagangan kerajaan dibawah kaisar Ming (Asia Tenggara) dengan pedagang Venesia di ottoman (konstatinopel atau istambul).

Serangan pertama oleh Portugis gagal pada tanggal 25 Juli 1511, tetapi berhasil menaklukan Malaka pada bulan Agustus 1511, meskipun ada perlawanan yang kuat dengan kehadiran artileri di sisi Malaka.

Atas kemenangan tersebut, Tristão da Cunha mengirimkan hadiah-hadiah yang melimpah termasuk gajah diperuntukkan keuskupan Agung yaitu Paus Leo X di Roma yang kemudian gajah tersebut dinamai oleh Paus bernama Hanno .

Kesultanan Malaka setelah mengalami kekalahannya kepada Portugis Sultan pergi ke Muar, Johor dan kemudian ke Kampar, Riau, Sumatera. Setelah perampasan kekuasaannya oleh Portugis Sultan dari Kampar langsung melaporkan kepada Kaisar Ming.

Pada tahun 1515 Raja Manuel I ingin menjalin hubungan diplomatik yang resmi dengan Kekaisaran Ming dengan mengutus Fernao Pires de Andrade dan Tome Pires sebagai seorang duta besar yang juga keduanya merupakan Apoteker dari kerajaan Portugis.

Raja Manuel I sebelumnya mendapatkan informasi dari para penjelajah portugis atas peluang potensi keuntungan perdagangan dengan Tiongkok yang sebelumnya dilaporkan Jorge Alvares pada 1513 dan Rafael Perestrello 1516.

Jorge Alvares pada bulan Mei 1513 mendarat di pulau 屯門 Tun Men atau 屯門澳 Tun Men Ao atau Tun Mun atau Tun Mun Ou dialek Kanton, dalam sebutan portugis Tam Ao didepan muara sungai Mutiara atau 珠江 Zhu Jiang (Chu Kiang), di pulau itu dia mendirikan sebuah Tugu Padrao sepetri juga yang di bangun di Sunda kelapa tugu Padrao sekitar tahun 1512-1513 di sekitar Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat.

Sedangkan Rafael Perestrello (sepupu dari Christophus Columbus) pada tahun 1516 yang hanya sampai di Guang Zhou, keduanya hanya mendapatkan ijin dari pejabat setempat yang dilarang melakukan perdagangan lebih jauh ke dalam yang memasuki daratan Tiongkok.

Pada tahun 1517 Fernao Pires de Andrade dan Tome Pires dengan menggunakan 7 kapal dagang yang bersenjatakan meriam dengan penerjemah seorang Muslim (yang kemudian waktu di pengadilan Kaisar Ming mengaku sebagai orang Tiongkok yang bernama Huo Zhe A-San sebelum dieksekusi oleh pengadilan Ming) berangkat membawa misi dari Raja Manuel I. Fernao Pires de Andrade telah dipilih untuk menjalankan misinya di Lisbon pada 1515, dengan profesinya sebagai seorang apoteker ke dua orang tersebut ditugaskan untuk mencari informasi tentang jenis obat-obatan sebagai bahan farmasi yang digunakan di Tiongkok untuk kepentingan Portugis dan Eropa.

Pada tanggal 15 Agustus 1517 armada kapal laut Fernao Pires de Andrade merapat di Muara Sungai Mutiara atau 珠江 Zhu Jiang (Chu Kiang) di wilayah Zhongshan, Guangdong armadanya diberhentikan oleh komandan angkatan laut setempat. Fernao meminta izin perdagangan Sutra dan Porslen keramik untuk pergi ke Kanton tetapi pejabat tersebut memintanya menunggu waktu sebulan setelah mendapatkan izin dari pejabat di Kanton. Fernao menolak untuk menunggu izin perjalanannya dia memaksa untuk melanjutkan pelayarannya ke hulu menuju kanton, komandan angkatan laut tetsebut akhirnya memberikan izin untuk melanjutkan perjalanannya dengan di pandu oleh kru pejabat angkatan laut tersebut.

Sesampai di Kanton armada kapal portugis menyalakan meriamnya sebagai tanda penghormatan dan persahabatan namun hal tersebut menjadikan suatu yang mengagetkan dan menakuti bagi penduduk dan Pejabat di Kanton. Pejabat Kanton sangat berwaspada dengan orang portugis, setelah kerajaan Malaka yang merupakan kerajaan bawahannya telah ditaklukkan oleh portugis.

Kepada pejabat di Kanton orang portugis menjelaskan bahwa penaklukkan Malaka disebabkan oleh orang portugis membantu para pedagang Tiongkok yang ditindas oleh kerajaan Malaka.

Alasan ini menjadikan pejabat di Kanton semakin tidak mempercayai orang portugis, karena dalam Hukum aturan pada pemerintahan Kaisar Ming menetapkan perdagangan ke luar negeri untuk individu atau swasta dilarang dan hanya pemerintah kekaisaran yang dapat melakukan perdagangan tersebut yang disebut sebagai Hukum 海禁 Hai Jin.

Setelah Pejabat Propinsi Guangzhou datang para pejabat portugis diterima di Kanton.

Simao Pires de Andrade

Simao Pires de Andrade merupakan saudara dari Fernao Pires de Andrade yang tiba di pulau Tun Men (pulau yang diperuntukkan bagi para pedagang asing) pada tahun 1519.

Simao langsung pada awal langsung membuat kesan buruk terhadap orang portugis dengan membangun sebuah benteng di pusat pulau Tun Men dengan peresmiannya (seremoninya) melakukan eksekusi terhadap seorang portugis dan dia juga melarang seluruh orang asing berdagang di pulau tersebut tidak terkecuali untuk orang Siam dan orang Asia Tenggara (patani) lainnya yang juga di larang dalam berdagang sehingga banyak kapal (junk) dari orang siam dan patani dirampas oleh Simao.

Tidak hanya itu Simao juga memukul pejabat Tiongkok yang ketika itu mengingatkan akan otoritas dari kekuasan Kaisar Ming dan bahwa di pulau tersebut merupakan dibawah aturan Kekaisaran Ming setelah pejabat tersebut mendapatkan laporan atas tindakan dari Simao.

Pelanggaran terbesar bagi Simao merupakan penculikan anak-anak muda Tiongkok disepanjang pantai Tiongkok selatan untuk dijadikan budak-budak yang diperdagangkan di Malaka dan India, sebagai bukti atas perbuatan Simao banyak anak laki dan perempuan dari orang kaya Tiongkok yang sebelumnya hilang kemudian waktu banyak ditemukan di wilayah Diu, India Barat.

Semua prilaku buruk Simao menjadi berita dan perhatian bagi pejabat istana di Beijing dan sangat mengecam atas perbuatan tersebut.

Simao berhasil melarikan diri dari pulau Tun Men setelah mengetahui penolakan kedutaan Portugis oleh Kaisar Ming.

Bulan Mei 1520 Fernao Pires de Andrade dan Tome Pires dari Kanton telah sampai di istana Nanjing, seorang penerjemah Hou Zhe A-San menyuap Kasim Jiang Bin untuk mempertemukan Tome Pires dengan Kaisar. Penerjemah yang dibawa oleh duta Portugis juga telah menyuap pejabat Guangzhou Wing Ting Ju ketika di Kanton meminta izin dalam melanjutkan perjalanannya menuju Nanjing. Penerjemah tersebut mengaku bahwa dia merupakan wakil dari Kerajaan Malaka, namun kemudian waktu oleh pejabat Deng Kai Song membongkar bahwa dia bukan wakil dari Malaka dan penerjemah tersebut merupakan orang Tiongkok yang bernama Hou Zhe A-San yang kemudian di eksekusi oleh pengadilan kaisar Ming atas perbuatannya.

Pejabat Istana Bejing telah menerima laporan bahwa duta dari kerajaan portugis telah tiba di Nanjing, namun demikan pejabat istana Beijing mempertimbangkan kedutaan tersebut setelah sebelumnya menerima laporan atas penaklukan kerajaan bawahannya yaitu Malaka dan sejumlah laporan atas perbuatan keji yang dilakukan oleh seorang portugis yaitu Simao de Andrade di pulau Tun Men. Setelah kematian kaisar Zhengde pada bulan April tahun 1521 dan digantikan Kaisar Shi Zong mengeluarkan dekrit melalui Sekertaris Kekaisaran Agung atau 內閣 Nei Ge (Nei Ke) atau 內閣大學士 Nei Ge Dai Xue Shi (Nei Ke Tai Sue Shih) menolak kedutaan portugis dan mengusir para pedagang portugis dengan menahan Tome pires dan Fernao Pires de Andrade di Kanton dengan catatan akan dibebaskan kembali setelah portugis mengembalikan kesultanan Malaka.

Kedutaan portugis merasa keberatan atas keputusan tersebut, Fernao Pires de Andrade dan Tome Pires kembali dan tiba di Kanton pada bulan September 1521, sesampai di Kanton Fernao Pires de Andrade dan Tome Pires dipenjara di propinsi Guangdong hingga sampai tutup usianya. Dalam sebuah catatan menyebutkan Tome Pires meninggal pada tahun 1524 di penjara Guangdong.

Atas dekrit Kaisar tersebut langsung di respon pejabat-pejabat Tiongkok dalam upaya mengusir pedagang portugis terjadi peristiwa pertempuran seperti :

- Pertempuran di pulau Tun Men dibawah komandan 汪鈜 Wang Hong 1521, di pihak Portugis dibawah komandan Diogo Calvo, Duarte Coelho dan Ambrósio do Rego.

- Pertempuran di lepas laut barat pantai Lantau yang disebut sebagai pertempuran 西草灣之戰 Xi Cao Wan Zi Zhan atau Sai Tso Wan Si Shan dibawah komandan 汪鈜 Wang Hong, 張嵿 Zhang Ding, 柯榮 Ke Rong dan 王應恩 Wang Ying En dengan kekuatan 300 Kapal dan 80 Jung Besar pada tahun 1522, di pihak Portugis dibawah Komandan Martim Afonso de Mello Coutinho.

Partisipasi Kerajaan Jawa sebagai kerajaan dibawah Jekisaran Ming dalam pertempuran melawan Portugis.

Disebutkan bahwa Kesultanan Demak mengirimkan Kapal perangnya dibawah Pati Unus pada ekspedisi pertama pada tahun 1513 ketika membantu kesultanan Malaka melawan Portugis, namun halnya Pati unus mengalami kekalahan yang kemudian kembai ke Demak.

Pati Unus kemudian melakukan ekspedisi ke-dua pada tahun 1521 untuk membantu pertempuran di pulau Tun Men (Tuen Mun dialek Kanton, kata 門 "Mun" mempunyai makna yang sama untuk pulau 家兒 夷門 Ka-R I Mun dilepas pantai Jepara), pada pertempuran ini Adipati Unus gugur, sehingga dia dijuluki sebagai "Pangeran sabrang lor" atau Pangeran yang gugur di laut utara.

Pati Unus dalam kronik Kelenteng Talang Cirebon dan kelenteng Sam Po Kong disebut namanya sebagai Yat Sun, dia merupakan Mantu dari Raden Patah (Ji Sun atau Jin Bun dalam kronik kelenteng Talang dan Sam Po Kong).

Pada tahun 1527 Pangeran Jayakarta atau Fatahilah menyerang Portugis di Sunda Kelapa.


Oleh.Kang Janonone ▶ 覓 探以 MI TAN-I 道佑 TA(TAO)-YU 周華 JA-WA (ZHOU-HWA) 周遺 JA-WI (ZHOU-WI)


Referensi:

https://en.m.wikipedia.org/wiki/List_of_tributar

ies_of_China

https://en.m.wikipedia.org/wiki/

Afonso_de_Albuquerque

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Mare_clausum

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Treaty_of_Alcáço

vas

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Treaty_of_Alcáço

vas

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Malayan–Portuguese_war

http://www.imperialchina.org/Ming_Dynasty.html

https://en.m.wikipedia.org/wiki/

Battle_of_Tunmen

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Battle_of_Shanca

owan

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pati_Unus

Komentar

  1. Apa buktinya demak bawahan dinasti Ming? Kalau mengirim upeti itu bukan bawahan. Tapi tanda persahabatan. Kacau deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apakah adipati2 dijawa seperti adipati tuban yg mengirim upeti pd majapahit itu bentuk kerjasama atau kepatuhan(bawahan) ???

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d