Langsung ke konten utama

Makna Kata RWA, BHINEDA, BHINEKA Dalam Maniskrip Kuno Jawa

 


二化 ER-WA/R-WA diucapakan RWA sama dengan JI-WA, ER-WA atau R-WA dari kata ER dan WA(HUA/HWA) yang maknanya :

二 ER atau R artinya DUA

Dialek lain :

Kanton : JI, NGEI

Hakka (Khek) : NGI

Min Dong (Fu Zhou/Fu Chow/Hok Chow) : NE

Min Nan (Fu Jian/Hok Kien) : JI, GI, LI

Teochew : RI, JI

Wu (Shanghai) : HER/ER/R, NYI

Vietnam : NI/NHI

Zhuang : NGEI/NGI


化 HUA atau WA/HWA artinya MENJADI, JADI, SEBAGAI, ADALAH, UKURAN (BILANGAN), LARUT/MELEBUR, MENCAIR, MENYATU

Dialek lain :

Kanton : FA/VA

Hakka (Khek) : FA

Min Dong (Fu Zhou/Fu Chow/Hok Chow) : HUA/UA

Min Nan (Fu Jian/Hok Kien) : HOA/OA, HUA/WA/UA

Teochew : HUE

Wu (Shanghai) : HO

Vietnam : HOA/OA


二化 ER-HUA atau R-WA artinya SEBAGAI DUA atau JADI DUA atau DUA YANG LARUT atau DUA YANG MENYATU/MELEBUR

Kata R-WA atau R-OA/R-UA yang maknanya DUA YANG MENYATU diucapkan dalam dialek Hokkien dan Kanton adalah JI-WA.

Kata ER-HUA/ER-WA atau R-WA(R-UA/RA) atau juga diucapkan sebagai R-UO/R-O(ROH/RUH) atau yang dikenal sebagai ROH/RUH.


Kata R-WA atau R-UA/R-UO atau RO sebagai yang bermakna DUA dalam bahasa Jawa, yaitu LO-RO/RA atau LO-R-WA yang mana kata LO dari kata 老 LAO artinya ORANG TUA sebagai yang merujuk kepada BAPAK dan IBU.


Kata RWA diucapkan juga sebagai RUO/RO atau RUA/RA yang bermakna DUA YANG MENYATU (MELEBUR), diungkapkan pertama kali oleh Em-Pu Tan Tu Lar didalam bukunya SUTASOMA yang beberapa kata R-WA disebutkan seperti, "R-WA Ne-Ka" dan "Mang-R-Wa", seperti dalam kakawin tersebut :

Hyang Budha tampahi Ciwa raja dewa

Rwaneka dhatu winuwus, wara Budha wecwa

Bheneki rakwa ring apan keno parwanosen

Mangka jinatwa lawan Ciwatatwa tunggal

Bhineka tunggal ika tan hana dharma mangrwa


Kata R-WA menjadi konsep sebagai RWA BINEDA yang menjadi dasar dari Kakawin Sutasoma.

Kata BHINEDA dari kata BI, NE dan DA/DAI (TA/TAI) yang maknanya :

比 BI atau BHI artinya METAFORA, PERBANDINGAN ANALOGI, MENYELARASKAN, PERBEDAAN, BERSEBELAHAN, BERDEKATAN, BERSISIAN. KEHARMONISAN

逆 NI atau NE artinya BERLAWANAN, BERSEBRANGAN

大 DA/DAI (TA/TAI) artinya SANGAT BESAR, TERTINGGI

比逆大 BI-NI-DA atau BHI-NE-DA artinya YANG TERTINGGI BERLAWANAN DALAM KESELARASAN


Jadi secara garis besar makan kata 比逆大 RWA BHI-NE-DA artinya SEBAGAI DUA YANG TERTINGGI BERLAWANAN SEBAGAI METAFORA UNTUK KESELARASAN.

Makna tersebut merupakan terjemahan atau representasi dari 太極 TAI-JI (TAI-CHI) artinya KEMUTLAKAN YANG TERTINGGI dengan DUA POLARITAS (DUALITAS TERTINGGI) yaitu 陰陽 YIN-YANG.


Kata ER-WA atau R-WA atau R-OA/R-A/RA atau R-HO/R-O/R-OH/RO yang maknanya DUA YANG MENYATU/MELEBUR digunakan pada kata RA-SA atau RO-SO, dengan kata :

仨 SA artinya TIGA yang merujuk kepada TIGA BAGIAN TUBUH atau 三 丹田 SAN DAN TIAN (SAN TAN TIEN) atau 三寶 SAN BAO (SAN PO).


Jadi makna RA-SA atau RO-SO artinya DUA DARI TIGA yang dimaksud TIGA adalah TIGA BAGIAN seperti (LANGIT, MANUSIA dan BUMI atau KEPALA, DADA dan PERUT) atau KEDUA DALAM TIGA KESATUAN.

Letak RA-SA / RO-SO terdapat di DADA atau di bagian ke-dua pada Tubuh manusia.



RWA(RUO) BHINEDA

RWA dari kata ER dan WA(HUA/HWA) yang maknanya :

二 ER atau R artinya DUA

化 HUA atau WA/HWA artinya MENJADI, JADI, SEBAGAI, ADALAH, UKURAN (BILANGAN)

二化 ER-HUA atau R-WA artinya SEBAGAI DUA atau JADI DUA atau DUA BILANGAN.

Kata RWA diucapkan juga sebagai RUO atau RO yang bermakna DUA.

BHINEDA dari kata BI, NE dan DA/DAI (TA/TAI) yang maknanya :

比 BI atau BHI artinya METAFORA, PERBANDINGAN ANALOGI, MENYELARASKAN, PERBEDAAN, BERSEBELAHAN, BERDEKATAN, BERSISIAN. KEHARMONISAN

逆 NI atau NE artinya BERLAWANAN, BERSEBRANGAN

大 DA/DAI artinya SANGAT BESAR, SANGAT LUAS, TERTINGGI, TERTUA

比逆大 BI-NI-DA atau BHI-NE-DA artinya YANG TERTINGGI BERLAWANAN DALAM KESELARASAN


Jadi secara garis besar makan 比逆大 RWA BHI-NE-DA artinya SEBAGAI DUA YANG TERTINGGI BERLAWANAN SEBAGAI METAFORA UNTUK KESELARASAN.

Makna tersebut merupakan terjemahan atau representasi dari 太極 TAI-JI (TAI-CHI) artinya KEMUTLAKAN YANG TERTINGGI dengan DUA POLARITAS (DUALITAS TERTINGGI) yaitu YIN-YANG


Kata RWA BHINEDA diungkapkan oleh EM-PU TAN TU-LAO-R dalam KAKAWIN SUTA SOMA.


Rwa Bhineda juga terdapat dalam kitab Sastra Jendra. kata Jen-Dra atau Zhen Du Er Wa(Hua) secara garis besar maknanya Sebagai Dua Tingkat Kenyataan (Realitas).


apakah kata BHINEDA sama dengan kata BHINEKA?


secara garis besar pemahamannya sama

Kata Bin dalam Bin-Ne-Ka adalah :

繽 BIN artinya BERLIMPAH, BERAGAM, BANYAK, WARNA YANG BERCAMPUR

逆 NI atau NE artinya BERLAWANAN, BERSEBRANGAN

個 GE atau KA/KO/GA/GO artinya TUNGGAL, SATU


Jadi makna 繽逆個 BIN-NE-KA artinya DALAM KESATUAN BERAGAM (BERLIMPAH) YANG BERLAWANAN atau DALAM KESATUAN BERAGAM YANG BERPASANGAN

Sebagai contoh 8 arah mata angin + di tengah berisi 2 yaitu Atas dan Bawah yang akan menjadi 10, yang merepresentasikan 10 Batang Langit atau 十天干 SHI TIAN GAN.

10 Batang Langit atau 十天干 SHI TIAN GAN berpasangan (sebagai korelasi dari YIN-YANG) akan disebut sebagai LIMA ELEMEN atau 五行 WU XING, LIMA ELEMEN ini saling berkaitan atau saling berselaras dalam Kesatuan.


Oleh. 

真 皓腦內

Jan Honone / Zhen HaoNaoNei ▶ 覓 探以 MI TAN-I 道佑 TA(TAO)-YU 趙華 JA-WA (ZHAO-HWA) 趙遺 JA-WI (ZHAO-WI)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d