Langsung ke konten utama

Makna kata Cah Ang-On dalam lagu Lir Ilir



Tembang jawa yang berjudul lir iler merupakan tembang kiasan yang mempunyai makna yang sangat dalam, tembang ini digubah oleh Sunan Kalijaga, tembang ini sangat susah dimengerti oleh orang awam tentang falsafah/ajaran yang ingin disampaikan oleh pembuatnya.


Untuk lebih jelasnya berikut petikan lagu lir ilir dan maknanya:


Cah Ang-on... Cah Ang-on

Penekno Blimbing Kuwi

Lunyu-lunyu yo penekno

Kanggo basuh Dodo Tiro...


Kata CAH ANG-ON 剎 紅安 merujuk pada anak kecil merah atau yang disebut dengan紅孩兒 HONG HAI ER  yang menggambarkan/melambangkan tempat di wilayah Tan Tien Tengah (di Dada) atau 中 丹田 Zhong Dan Tian.


Secara keseluruhan tembang ini merepresentasikan ajaran Nei Tan (內丹 Nei Dan) atau Nei Kung (內功 Nei Gong) atau Ma Nei Kung (無內功 Wu Nei Gong) atau Chi Kung (氣功 Qi Gong) atau yang istilah paling baru disebut sebagai “Kultivasi di dalam Diri”.


Makna LIR I LIR atau LI-ER I LI-ER artinya DUA KEKUATAN YANG TERPISAH DIDALAM DIRI, yang di maksud “Dua kekuatan” tersebut adala Yin – Yang atau Positif dan Negatif yang terkadung di dalam 氣 Chi (Qi) artinya NAFAS atau ENERGI.


Makna kata TANDURE adalah menanam, mengolah, menjaga, meningkatkan dan menggunakan (memanen) seperti selayaknya kita dalam MENANDUR Padi atau tanaman yang berguna.


Kata TANDURE sendiri sebagai penggambaran (kiasan) dari definisi kata KULTIVASI DIRI yang maknanya adalah penanaman, pengolahan, penempaan, peninggkatan dan pengendalian bagi Fisik (Raga), Emosional (Mental) dan Spiritual (Kejiwaan) didalam diri (jiwa dan raga) secara terus menerus hingga mencapai jalan Kesatuan.


Makna kata WONG SE artinya WARNA KUNING, kata WONG SE = 黃色 HUANG SE, sedangkan kata MI LI-ER artinya MEMPERBANYAK ATAU MEMPERBAIKI DIDALAM DIRI.


Dalam diri manusia terdapat Tiga tempat yang mempengaruhi FISIK, MENTAL dan SPIRITUAL yang disebut sebagai 三寶 SAN BAO (SAM PO) yaitu : 精 CHING (JING), 氣 CHI (QI) dan 神 SHEN.


Tempat yang paling bawah yang terletak dibawah pusar (perut) yang disebut 精 CHING (JING) artinya INTI atau ESSENSI yang merupakan tenpat ZAT HALUS atau 丹 TAN (DAN) yang BERWARNA KUNING seperti yang disebutkan dalam tembang tersebut dengan kata WONG SE artinya WARNA KUNING, tempat dimana NAFAS dan INTI (ESSENSI) yang akan membentuk dan membangun RAGA (FISIK).


Tempat yang di tengah terletak di tengah “Dada” atau “Dodo” yang disebut 氣 CHI (QI) artinya NAFAS atau ENERGI VITAL yang merupakan tenpat ZAT HALUS atau 丹 TAN (DAN) yang berwarna MERAH, seperti yang disebutkan dalam tembang tersebut dengan digambarkan (kiaskan) sebagai 界紅安 CAH ANG-ON artinya BAGIAN TEMPAT MERAH, tempat dimana NAFSU, EMOSI dan SEMANGAT yang akan membentuk dan membangun MENTAL.


Tembang ini merupakan penggambaran atau representasi dari Kakawin NAWA RUCHI atau juga Serat BIMO SUCHI.

Sedikit penjelasan mengenai tembang LIR I LIR yang di karang oleh Sunan Kalijaga, jika ingin memahami makna isi keselurahan dari tembang tersebut direferensikan untuk mempelajari 三丹田 SAN TAN TIEN (SAN DAN TIAN) atau 三寶 SAN BAO (SAM PO)


Oleh.

真 皓腦內

Kang Jan Honone / Zhen HaoNaoNei ▶ 覓 探以 MI TAN-I 道佑 TA(TAO)-YU 趙華 JA-WA (ZHAO-HWA) 趙遺 JA-WI (ZHAO-WI)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d