Langsung ke konten utama

Lingga Yoni Dalam Tradisi Tiongkok Kuno Feng Shan 封禪


Dalam sejarah di Indonesia, Lingga Yoni merupakan bagian pemujaan dari agama Hindu aliran Siwa atau Siwais, dimana Lingga melambangkan alat kelamin pria (siwa) dan Yoni melambangkan alat kelamin perempuan (parwati/durga= sakti siwa) dimana para ahli kolonial/barat berpendapat bahwa agama Hindu Siwa dengan Pemujaan Lingga Yoni ini berasal dari budaya dan kepercayaan di India yang dibawa oleh bangsa indo arya/eropa yang datang ke wilayah India sekitar tahun 1500 SM dan menyebar ke nusantara sekitar abad ke-4 M dengan teori brahmanya yang didukung secara mayoritas oleh para ahli kolonial barat yang kemudian diikuti oleh para ahli di Indonesia hingga sekarang.


Perlu diketahui bahwa teori dan pendapat ahli kolonial barat itu merupakan bagian dari propoganda mereka yang sangat sesuai dan mendukung politik Devide Et Empera yang digunakan pihak kolonial untuk melanggengkan penjajahan khusuanya di asia termasuk asia tenggara/nusantara. 


Kalau dianalisis secara mendalam bahwa Agama atau Kepercayaan Siwa dengan Lingga Yoni sebagai tempat/pusat pemujaannya sebenarnya sangat berkaitan dengan budaya kemakmuran atas sistem pertanian khususnya padi, karena itulah kepercayaan Siwa juga menghormati sapi sebagai hewan yang membantu mengolah sawah untuk mencapai kemakmuran pertanian padi, dan binatang sapi dilambangkan menjadi tunggangan dewa Siwa,  untuk lebih jelasnya tentang asal usul budaya hindu bisa sibaca disini https://lontarsejarah.blogspot.com/2019/10/asal-usul-budaya-dan-kepercayaan-vedic.html?m=1


Seperti yang dijelaskan diatas, bahwa kepercayaan Hindu Siwa jelas dibawa oleh bangsa yang berbudaya pertanian, bangsa Indo arya/eropa yang datang ke India pd sekitar tahun 1500 SM bukanlah bangsa yang berbudaya pertanian tetapi berbudaya nomaden atau berpindah tempat dengan ciri khas berburu, begitu juga dengan bangsa dravida tidak menunjukkan berbudaya pertanian, sedangkan disisi timur india ada bangsa austrik(tai kadai dan austronesia) yang memiliki budaya pertanian yang sudah berkembang ratusan bahkan ribuan tahun di tiongkok khusunya bagian selatan, tenggara dan timur.


Budaya pertanian padi dibawa ke asia tenggara/nusantara dan india oleh bangsa austronesia dari wilayah selatan timur tiongkok dan taiwan, begitu juga dengan agama/kepercayaan mereka(bangsa austronesia) juga dibawa serta ke kepulauan pasifik, asia tenggara/nusantara dan india bahkan sampai ke madagaskar di afrika. 


Agama/kepercayaan Siwa dengan Lingga Yoni sebagai tempat pemujaannya merupakan tradisi kuno bangsa austronesia yang merupakan keturunan dari bangsa tiongkok (huaxia) yang masih mempertahankan tradisi dan kepercayaan pemujaan altar langit yang berbentuk Lingga dan Yoni yang dimaksudkan untuk mensyukuri kemakmuran pertanian padi yang diberikan Tuhan/Tian. Berikut akan dijelaskan sejarah tentang pemujaan altar langit (Lingga Yoni)



封禪 FENG SHAN atau FENG CHAN/CHEN atau FENG ZHEN/ZEN

封 "FENG" = Merupakan upacara persembahan atau penghormatan kepada Langit / Surga yang ditujukan kepada KAISAR LANGIT yang disebut sebagai upacara 祭天 JI TIAN (CHIH TIEN).

Menurut tradisi Tiongkok Kaisar Langit bertempat di 紫微宫 ZI WEI GONG artinya ISTANA UNGU TERLARANG atau ISTANA KAISAR GIOK seperti yang disebutkan di dalam bagian langit kutub utara tradisi (astrologi) Tiongkok yang di sebut sebagai 紫微垣 ZI WEI YUAN artinya BATAS UNGU TERLARANG.


Kata 紫微 ZI WEI ini apa kemudian menjadi nama ISTANA atau TAMAN yang di kenal di Jawa sebagai SRI WEI DA-R I...

Dalam tradisi Tiongkok kuno Upacara FENG dilaksanakan dengan membuat ALTAR BUNDAR dari tanah atau batu di puncak gunung TAI SHAN sebagai penghormatan atau persembahan kepada KAISAR LANGIT untuk mendapatkan restu (legitimasi) sebagai 天子 TIAN ZI (TIEN TZU) artinya PUTRA LANGIT.


Dalam Tradisi Tiongkok kuno dalam merepresentasikan LANGIT atau SURGA disimbolkan dengan bentuk BULAT/BUNDAR atau LINGKARAN yang diaplikasikan kedalam barang seperti Batu GIOK 璧 BI (PI) yang banyak ditemukan di Tiongkok pada makam para bangsawan dalam situs Neolitik prasejarah Tiongkok.

"SHAN/CHAN/CHEN/ZHEN/ZEN" = Persembahan kepada Bumi / Tanah yang ditujukan kepada DEWI BUMI yang disebut sebagai upacara persembahan 祭地 JI DI/JI DE (CHIH TI/ CHIH TE).


Kata 禪 SHAN/CHAN/CHEN/ZHEN/ZEN sendiri artinya MELEPASKAN, DHAYANA, MEDITASI, MEDITASI YANG MENDALAM, KONTEMPLASI, ALTAR LANTAI DASAR, UNTUK UPACARA RITUAL KE ALAM, POSISI DUDUK DALAM MEDITASI ZEN, UNTUK TURUN TAHTA, UNTUK MENYERAHKAN, UNTUK MEWARISI, UPACARA RITUAL.

Upacara SHAN/CHAN/CHEN/ZHEN/ZEN dilakukan dibawah kaki gunung atau dibukit yang lebih rendah dari puncak TAI SHAN biasanya di bukit LIANG FU/LIANG SHAN untuk penghormatan atau persembahan kepada DEWA/DEWI BUMI/TANAH (社 SHE : DEWA BUMI, ALTAR UNTUK DEWA BUMI) yang telah memberikan Biji-bijian (Makanan), hasil bumi lain dan AIR dengan membuat ALTAR BUJUR SANGKAR (KOTAK) dari Tanah atau Batu.


Dalam tradisi Tiongkok kuno dalam merepresentasikan BUMI atau TANAH disimbolkan dengan BUJUR SANGKAR atau KOTAK yang diaplikasikan ke barang seperti Batu GIOK 琮 CONG (TSUNG) yang banyak ditemukan di Tiongkok pada makam para bangsawan dalam situs Neolitik prasejarah Tiongkok.

祭 JI (CHIH) dialek lain : Kanton ;ZAI/JAI, ZEI/TSI, Hakka ; CHI, JI, Min Bei(Pei)/Jian'Ou ; CI/TSI, Min Dong/Fu Zhou ; CIE/TSI, Min Nan/Hokkien ; CHE/TSE, CIE/TSI, Teochew ; ZI/TSI, Wu/Shanghai ; JI/TI, ZI/TSI, artinya : UNTUK PERSEMBAHAN, UNTUK UPACARA, UNTUK BERKORBAN, UNTUK PERSEMBAHAN KEPADA NENEK MOYANG.

祗 ZHI (CHIH) dialek lain : Kanton ; ZI/TSI, JI, Min Nan/Hokkien ; CHI/TSI, artinya : HORMAT

社 SHE (SHE), dialek lain : Kanton ; SE, Hakka ; SA, Min Bei(Pei)/Jian'Ou ; IA, Min Dong/Fu Zhou ; SIA, Min Nan/Hokkien ; SIA, Wu/Shanghai ; ZO/TSO, artinya DEWA TANAH, ALTAR UNTUK DEWA TANAH, KELOMPOK KELUARGA, KOMUNITAS, MASYARAKAT.

Kata 祭地 JI DI (CHIH TI) atau TSI TI/SI TI dengan makna PENGHORMATAN TANAH atau PERSEMBAHAN TANAH, kata SI TI yang kemudian digunakan ke dalam bahasa JAWA yang bermakna TANAH...


FENG SHAN/CHAN/CHEN/ZHEN/ZEN DIREPRESENTASIKAN LING-GA YON-I

嶺個 LING-GA dan 園姬 YON-I

Upacara persembahan kepada LANGIT dan BUMI juga direpresentasikan ke dalam simbol 嶺個 LING-GA dan 園姬 YON-I

嶺個 (Traditional) / 岭个 (Simple) ; LING GA

嶺 LING = PUNCAK GUNUNG, PUNGGUNG GUNUNG, PEGUNUNGAN

個 GE (KO/GE'O ), (Kanton) : GO, KO, (Hakka): KE/GE, KAI/GAI, (Min Dong/Fu Zhou) : GO/KO, GA/KA, (Min Nan/Hokkien) : KO/GO, E, GE/KE, LE, (Teochew) : GO/KO, GAI/KAI, (Wu/Shanghai) : GE'O

= TUNGGAL, SENDIRI, INDIVIDU, BAGIAN, SATU, TINGGI, UKURAN, TERPISAH, SECARA TERPISAH

園姬 (Traditional) / 园姬 (Simple) YAN I / YüAN I / YUN I / YOAN I / YON I

園 YUAN (yüan), (Kanton) : YUN/JYUN, (Hakka) : YEN/IEN, YAN/IAN, (Min Dong/Fu Zhou) : HUONG, (Min Nan/Hokkien) : OAN/UAN, HNG, HUIN, (Teochew) : HNG, (Wu/Shanghai) : HYOE

= TANAH UNTUK DITANAMI, TAMAN, KEBUN, LAHAN, LAPANGAN, TANAH/LAHAN PERSEGI, LAHAN/LAPANGAN BERBENTUK BUJUR SANGKAR

姬 JI (CHIH) / YI (I) = KECANTIKAN/KEINDAHAN, WANITA, PUTRI, SELIR KAISAR

Karakter 姬 JI (CHIH) atau YI (I) dapat diucapkan sebagai ZHEN (CHEN) yang pengucapannya sama dengan 禪 SHAN (CHAN/CHEN) dalam 封禪 FENG SHAN

嶺個 LING-GA dengan makna BAGIAN PUNCAK GUNUNG atau PUNCAK GUNUNG YANG TINGGI merupakan simbol representasi dari FENG sebagai upacara persembahan atau penghormatan kepada LANGIT atau SURGA, sedangkan...

園姬 YON-I/YUAN-I/YAN-I/YOAN-I yang bermakna TANAH/LAHAN SEBAGAI WANITA (IBU) yang merupakan simbol representasi dari SHAN/CHAN/CHEN/ZHEN/ZEN sebagai upacara persembahan atau penghormatan kepada BUMI/TANAH dan AIR.


LANGIT/SURGA dan BUMI merupakan suatu yang di sucikan bagi tradisi Tiongkok, untuk itu ada pepatah Tiongkok kuno menyebutkan 父天而母地 FU TIAN ER MU DI (FU TIEN ER MU TI) artinya BAPAK/AYAH LANGIT DAN IBU BUMI/PERTIWI (TANAH), yang sejalan dalam pepatah JAWA yaitu "BAPAK ANGKASA DAN IBU BUMI" atau "IBU BUMI DAN BAPAK ANGKASA".

LANGIT/SURGA yang disimbolkan dengan BULAT atau BUNDAR dan BUMI/TANAH yang disimbolkan dengan BUJUR SANGKAR atau KOTAK ini juga di representasikan kedalam bentuk tradisi KO-IN (KO-IN, Laki-laki dan Perempuan/Ibu) di Tiongkok.

Dalam tradisi Tiongkok disebutkan dalam 礼记 王制 Li Ji Wang Zhi : Kitab Ritual dalam Bab Peraturan Kerajaan “天子祭天地,诸侯祭社稷” Tian Zi Ji Tian Di, Zhu Hau Ji She Ji (Tien Zhu Chih Tien Ti, Chu Hou Chih She Chih) artinya : Putra Langit (Kaisar) melakukan persembahan kepada Langit Dan Bumi, sedangkan Pangeran dan Pejabat Bawahan hanya melakukan persembahan kepada Dewa Bumi dan Pertanian.


UPACARA 禪 SHAN/CHAN/CHEN/ZHEN/ZEN MENJADI TRADISI UPACARA RITUAL DI JAWA DAN NUSANTARA

封禪 FENG CHAN (SHAN/ZHEN/CHEN) kadang disebut juga sebagai 封禪 大典 FENG CHAN DA DIAN (FENG CHAN TA TIEN, (Kanton) : DAI TIN/TAI TIN, (Min Nan/Hokkien) : TAI TIAN/TAI TIEN), dengan makna UPACARA BESAR FENG CHAN.

Kata 典 DIAN yang artinya UPACARA dalam dialek lain diucapkan DIENG...

典 DIAN (TIEN), Kanton : DIN/TIN... Hakka/Khek : TIEN/DIEN... Min Dong/Fu Zhou : DIENG/TIENG... Min Nan/Hokkien : TIAN, TIEN... Teochew : DIANG/TIANG, DIENG/TIENG... Wu/Shanghai : TI

Upacara 禪 SHAN/CHAN/CHEN/ZHEN/ZEN atau juga disebut juga sebagai 祭地 JI DI (CHIH TI) atau TSI TI menjadi tradisi di JAWA dan NUSANTARA untuk upacara Ritual penghormatan dan persembahan kepada DEWA Bumi/Tanah

Kata 典 DIENG bermakna UPACARA merupakan nama GUNUNG di wilayah JAWA TENGAH yang juga nama gunung tersebut disebutkan sebagai nama gunung yang pertama di dalam kronik atau kitab 壇土 方個 老爾安 TAN-TU PANG-GE LA-R AN yang merupakan kronik/kitab sejarah di JAWA.

壇 TAN artinya ALTAR

土 TU artinya BUMI

方 PANG/FANG artinya BUJUR SANGKAR, TEMPAT, WILAYAH, BUMI, TANAH PADAT

個 GE artinya TUNGGAL, SENDIRI, INDIVIDU, BAGIAN, INI, SATU/TUNGGAL, TINGGI, UKURAN, TERPISAH

老 LA/LAO/LUO artinya TUA, KUNO, SEPANJANG WAKTU, SANGAT, SELALU, TERHORMAT, BERPENGALAMAN

爾 ER/R artinya JADI, MENJADI, DEMIKIAN, BEGITU, SEPERTI ITU

安 AN artinya MENGANUGRAHKAN, MELIMPAHKAN, MENEMPATKAN, AMAN, TENANG, MENENANGKAN, DAMAI, MUNTUK MEMASANG


Secara histori Gunung Dieng merupakan tempat Upacara SHAN/CHAN/CHEN/ZHEN/ZEN yang awal oleh para pejabat atau bangsawan Tiongkok untuk melakukan persembahan atau penghormatan Bumi/Tanah dalam rangka pembuatan lahan di Tanah Jawa.

Kata 禪 SHAN/CHAN/CHEN/ZHEN/ZEN yang fungsinya sebagai Upacara Ritual persembahan dan penghormatan kepada Dewa Tanah digunakan sebagai nama atau sebutan tempat pelaksanaannya yang di kenal sekarang sebagai 禪地 CHAN DI atau CAN DI sebagai tempat pelaksanaan Upacara Ritual 祭地 JI DI (CHIH TI) : Upacara ritual persembahan dan penghormatan kepada Dewa/Dewi Bumi/Tanah.

Pemaknaan tersebut dapat dilihat dari arsitektur bangunan di setiap CHAN DI/ CAN DI di JAWA dan NUSANTARA yang gaya arsitektur bangunan di dasar atau fondasinya dengan BUJUR SANGKAR atau KOTAK yang mengelilinginya seperti pada bangunan CHAN DI di BOROBUDUR, PRAMBANAN, BATU JAYA (Kerawang), MUARA TAKUS (Jambi), dll...

Tradisi penghormatan atau persembahan kepada Bumi/Tanah yang telah memberikan Biji-bijian, hasil Bumi dan Air yang kemudian menjadi tradisi TU-EM PENG(FENG)-AN

土 TU artinya BUMI

暗 EM/AM (AN) artinya GELAP, TERSEMBUNYI, RAHASIA

豐 PENG(FENG) artinya SUBUR, BERLIMPAH, KAYA, BANYAK

安 AN artinya MENGANUGRAHKAN, MELIMPAHKAN, MENEMPATKAN, AMAN, TENANG, MENENANGKAN, DAMAI, MUNTUK MEMASANG (MENJALANKAN)

SEJARAH ASAL UPACARA FENG SHAN / CHAN / CHEN / ZHEN / ZEN

Feng Shan atau Feng Chan/Chen/Zhen/Zen ( Cina : 封禪 ), juga disebut sebagai upacara Persembahan FENG dan SHAN, adalah ritual resmi yang dilakukan oleh Putra Surga/Langit (Kaisar Dinasti Zhou dan Kaisar Tiongkok selanjutnya) untuk memberi penghormatan kepada surga/langit dan bumi. Pengorbanan biasanya dilakukan di Gunung Tai Shan, sebagai puncak tertinggi sebagai upacara ritual 封 FENG untuk mendapatkan legitimasi atau Mandat dari Surga/Langit dan di bukit Liangfu/Liang Shan sebagai upacara ritual 禪 SHAN/CHAN/CHEN/

ZHEN/ZEN untuk persembahan dan penghormatan ke Bumi/Tanah.

Menurut Catatan Sejarahwan Agung, upacara FENG merupakan ritual dengan membuat altar BUNDAR/BULAT dari tanah di puncak Gunung Tai dan memproklamirkan jasanya untuk legitimasi dari Kaisar Surga/Langit.

SHAN/CHAN/CHEN/ZHEN/ZEN merupakan upacara ritual pembukaan lahan di kaki gunung untuk menunjukkan rasa hormat dan terimakasih kepada DEWA Bumi/Tanah.


Upacara Ritual di Gunung Tai dimulai pada zaman prasejarah dan berlanjut dari dinasti XIA, SHANG sampai Dinasti Zhou. Selama Periode Negara-negara Berperang, Gunung Tai terletak di perbatasan antara wilayah Qi (sekarang di Lin Zi, Shan Dong) dan Lu (sekarang di Qufu, Shan Dong), para pemimpin wilayah dari kedua negara akan melakukan pengorbanan di gunung itu.

Menurut 管仲 GUAN ZHONG seorang pejabat (perdana menteri) dan filsafat dari Wilayah Kerajaan QI yang hidup 720-645 SM Periode Musim semi dan Gugur yang terdapat di dalam buku GUAN ZI 管子 (bab 50, disusun pada abad ke-4 SM) menyebutkan 72 Generasi telah melakukan upacara rirual Feng Shan seperti : Fu Xi 伏羲, Kaisar Kuning (Huang Di 黃帝), dan Kaisar Zhuan Xu 顓頊, Di Ku 帝嚳, Yao 堯, dan Shun 舜 sebagai penguasa yang telah melakukan ritual persembahan di gunung Tai Shan, dengan tujuan mendapatkan restu ke Surga/Langit sebagai awal dari dinasti pemerintahannya.


Pada 219 SM, Qin Shihuang melakukan apa yang akan dianggap sebagai upacara pengorbanan Feng dan Shan pertama dalam perayaan mempersatukan Tiongkok. Kaisar kedua yang melakukan upacara pengorbanan adalah Kaisar Wu dari Han 110 SM.


Kaisar Gaozong dari Tang 666 M melakukan upacara pengorbanan Feng dan Shan lebih sering daripada kaisar lainnya dalam sejarah Tiongkok. Pada masa Kekaisaran Tang ; Jepang, India, Persia (yang waktu itu dalam pengasingannya), Goguryeo (Korea), Baekje (Korea), Silla (Korea), Turki, Khotan, Khmer, dan Kekhalifahan Umayyah semuanya memiliki perwakilan yang menghadiri upacara pengorbanan Feng dan Shan yang dipegang oleh Kaisar Gaozong dari Tang pada tahun 666 M di Gunung Tai.


Wu Zetian pada tahun 695 M melakukan upacara pengorbanan Feng dan Shan di Gunung Song .

Kaisar Tang Xuanzong pada tahun 726 M melakukan upacara Feng Shan di gunung Tai.

Kaisar Song Zhenzong pada tahun 1008 M melakukan upacara pengorbanan Feng dan Shan di Gunung Tai.


Kemudian, para kaisar di dinasti Qing akan melakukan upacara serupa di Gunung Tai.

Menurut para sejarahwan Gunung Tai atau Tai Shan bukti keberadaan manusia dan pemukiman manusia telah ada sejak prasejarah Paleolitikum, Neolitikum dan sejarah selanjutnya yaitu Budaya 大汶口 文化 Dawen Kou Wen Hua 4100 -2600 SM dan 龍山 文化 Budaya Long Shan Wen Hua 3000-1900 SM.


Oleh.Kang Janonone 覓 探以 MI TAN-I 道佑...


Referensi:

https://baike.baidu.com/item/

%E5%B0%81%E7%A6%85

https://baike.baidu.com/item/

%E5%A4%A9%E5%B8%9D/4304?bk_fr=chain

_bottom&timestamp=1560489871295

https://baike.baidu.com/item/%E7%A5%AD%E5%9C%B0?bk_fr=chain_bottom&timestam

p=1560489927962

https://baike.baidu.com/item/

%E6%B3%B0%E5%B1%B1%E5%B0%81%E7%

A6%85?bk_fr=chain_bottom&times

tamp=1560492265113

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tantu_Panggelara

n

http://www.chinaknowledge.de/History/Terms/

fengshan.html

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Feng_Shan

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Mount_Tai

https://www.google.com/amp/s/

wuandherbuddhism.wordpress.com/2014/10/26/

religious-rituals/amp/

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Bi_(jade)

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Cong_(vessel)

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Cash_(Chinese_coin)

https://lontarsejarah.blogspot.com/2019/10/asal-usul-budaya-dan-kepercayaan-vedic.html?m=1


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d