Langsung ke konten utama

Selayang Pandang Genetika DNA Orang Indonesia di Mata Ahli Genetika

---->> Anda Berasal dari Mana? Menelusuri Asal Usul Orang Indonesia lewat DNA

Isu keberagaman Indonesia masih hangat diperbincangkan. Indonesia memiliki lebih dari 700 bahasa dan 500 populasi etnik dengan budaya yang beragam. Keberagaman bahasa, etnik, dan budaya inilah yang membuat para peneliti tertarik mengulik asal usul orang Indonesia. Para ahli genetika Indonesia menggunakan tes DNA untuk memberikan informasi secara akurat mengenai hal tersebut.

Inisiasi tes DNA Majalah sejarah Historia.id beberapa bulan terakhir mengumpulkan 16 orang Indonesia untuk berpartisipasi dalam Proyek DNA Penelusuran Leluhur Orang Indonesia Asli. Partisipan berasal dari berbagai profesi dan latar belakang. Beberapa nama yang turut dalam proyek ini adalah Najwa Shihab, Ariel NOAH, Mira Lesmana, Ayu Utami, dan Riri RIza. Pemimpin Redaksi Historia.id Bonnie Triyana menjelaskan, proyek pengujian tes DNA bertujuan untuk untuk mengetahui asal-usul orang Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk menekan isu politik identitas di Indonesia. Bonnie melihat, banyak orang menganut politik identitas. Tak jarang isu agama juga dijadikan komoditas politis. Terlebih saat ada dua preferensi politik identitas yang dianut masyarakat. Dalam berpolitik, orang cenderung mengikuti kelompok atau memilih pemimpin yang memiliki kesamaan identitas, misalnya berasal dari suku bangsa atau agama yang sama. "Adanya pengetahuan leluhur asli melalui tes DNA merupakan pengetahuan penting yang memberikan pencerahan bahwa masalah pribumi dan non pribumi tidak relevan lagi," kata Bonnie dijumpai di Museum Nasional, Selasa (!5/10/2019). Tes DNA adalah data ilmiah Deputi Fundamental Eijkman Institute Prof Dr Herawati Aru Sudoyo mengatakan, tes DNA dilakukan untuk mengetahui lebih jauh tentang asal usul orang Indonesia dan menilik kembali siapa nenek moyang kita. "Tes DNA mampu memberikan data ilmiah soal komposisi ras, penelusuran nenek moyang, dan juga lini masa kehadiran ras," kata Hera yang juga dijumpai di Museum Nasional Jakarta. Menurut Hera, informasi yang didapat dari tes DNA akan membantu kita mengetahui siapa diri kita sebenarnya. Bukan tidak mungkin, nenek moyang kita berasal dari benua dan budaya yang berbeda dari apa yang kita kira selama ini. Misalnya saja, kedua orangtua kita adalah orang Jawa, begitu pula dengan kakek nenek kita. Tapi siapa yang tahu, nenek moyang kita siapa? Ini seperti Najwa Shihab yang diketahui memiliki 10 fragmen DNA dari 10 nenek moyang berbeda setelah berpartisipasi dalam proyek DNA ini. Dengan pengetahuan mendalam soal DNA, Hera berharap masyarakat Indonesia dapat lebih bertoleransi dan memahami perbedaan satu sama lain, agar keutuhan bangsa dan budaya tetap terjaga. "Karena dari 16 sampel yang kita pamerkan di Museum Nasional ini, bahkan tidak ada yang pribumi asli. Maksudnya yang 100 persen real orang Indonesia. Kebanyakan dari mereka, besar presentasenya adalah keturunan atau nenek moyangnya, Afrika," ujar Hera. Hera menuturkan, sebenarnya ada tiga cara untuk mengetahui asal usul manusia. Pertama dan paling akurat adalah dengan tes DNA. Kemudian juga bisa dilihat dari akar bahasa dan budaya seseorang. Bahasa dan budaya sebenarnya dapat ditelusuri sampai ke akarnya. Namun yang jadi persoalan, bahasa dan budaya di Indonesia jumlahnya ada ratusan dan sangat mudah tercampur satu dengan lainnya. Hal inilah yang membuat penelusuran bahasa dan budaya demi mengetahui asal usul manusia sulit dilakukan. Jika bahasa dan budaya sangat mungkin mengalami perubahan, hal itu tak terjadi pada DNA. DNA yang mengalir dalam diri kita tidak akan pernah berubah, meski kita lahir dan tinggal di daerah manapun dan diteliti pada usia berapapun, hasilnya tetap sama. "Sebenarnya mempelajari bahasa dan budaya itu bisa ditarik sampai mana asalnya, tetapi itu rentan sekali. Sebab banyak juga bahasa ataupun budaya itu yang saling ambil. Jadi tidak benar-benar asli kepunyaan, tapi kalau DNA mau diambil dari kecil sampai tua juga tetap itulah, enggak akan berubah," terangnya.
Tes DNA Manusia Purba Menjawabnya Hasil Proyek DNA tersebut dipamerkan di Museum Nasional, 15 Oktober - 10 November 2019. Pameran ini menampilkan 16 responden dari berbagai macam latar belakang, yang DNA-nya telah diuji laboratorium di Australia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Anda Berasal dari Mana? Menelusuri Asal Usul Orang Indonesia lewat DNA", https://sains.kompas.com/read/2019/10/16/123959423/anda-berasal-dari-mana-menelusuri-asal-usul-orang-indonesia-lewat-dna?page=all#page2.
Penulis : Ellyvon Pranita
Editor : Gloria Setyvani Putri
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tanya: mungkin yang dapat disebut manusia pribumi asli di jawa adalah homo (pithecanthropus) erectus (manusia jawa / sangiran),
Jawab: itupun diduga berasal dari afrika.. dalam konteks manusia purba, iya betul pithecantropus, sudah punah tahun 400.000sm. tapi dalam konteks manusia modern, tidak, karena manusia modern yg tinggal di jawa dan berkerabat dengan aborigin baru datang tahun 60.000sm di jawa. sampai australia&papua tahun 40.000sm, semuanya datang dari afrika

Tanya: menurit sejarah asal orang indonesia itu kebanyakan dari Yunan/hunan china, apa betul ?
Jawab: iya. itu salah satu cara nenek moyang kita sampai ke tanah indonesia. penyebaran manusia kan dengan cara migrasi seperti itu.

--------------------------------------

---->>> Tak Ada Pribumi, Begini Tes DNA Tentukan Asal Usul Orang Indonesia

Tes DNA dengan 16 responden acak orang Indonesia yang dilaksanakan oleh majalah sejarah online Historia.id dalam Proyek DNA Penelusuran Leluhur Orang Indonesia Asli mengungkapkan bahwa ternyata, tidak ada yang dinamakan manusia pribumi atau asli Indonesia. Proyek DNA ini bertujuan untuk memberikan informasi asal-usul orang Indonesia sesungguhnya.
Berkaitan dengan tes proyek DNA ini, banyak pembaca yang bertanya bagaimana tes DNA tersebut dilakukan dan kenapa hasilnya bisa jauh di luar dugaan orang Indonesia pada umumnya. Baca juga: Anda Berasal dari Mana? Menelusuri Asal Usul Orang Indonesia lewat DNA Metode Proyek DNA 16 responden dalam proyek DNA ini merupakan penanda DNA. Mereka mewakili 70 etnik dari 12 pulau yang ada di Indonesia dan dipilih secara acak. Nah, struktur genetika atau DNA dari 16 responden tersebut, akhirnya yang memberikan informasi terkait asal usul manusia Indonesia. Hasil tes DNA mereka menunjukkan, tak ada satu pun dari responden yang benar-benar orang Indonesia asli, atau biasa kita sebut sebagai pribumi. Ini artinya, hasil tes DNA dari penanda genetik (16 responden) memperlihatkan bukti adanya pembauran beberapa leluhur yang datang dari periode maupun dari jalur yang beragam. Bagaimana tes DNA dilakukan? Penelitian genetik ini memakai DNA mitokondria yang diturunkan melalui jalur maternal ibu, kromosom Y yang hanya diturunkan dari sisi paternal ayah, serta DNA autosom yang diturunkan dari kedua orang tua. Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) merupakan asam nukleat yang menyimpan semua informasi tentang genetika. DNA inilah yang menentukan jenis rambut, warna kulit, dan sifat-sifat khusus manusia. Dijelaskan Deputi Fundamental Eijkman Institute Prof Dr Herawati Aru Sudoyo, DNA dapat diperoleh dari materi biologis apapun. "Jadi sumbernya bisa darah, usap pipi, saliva (Air liur), dan lain-lain. Dites yang dilakukan itu digunakan materi dari sel-sel yang diambil dari saliva," ujar Herawati di Museum Nasional, Selasa (15/10/2019). 16 partisipan diminta menempelkan air liurnya dengan sebuah korek kuping dan dimasukkan ke dalam sebuah wadah agar dapat diteliti gen yang ada di dalam liur tersebut. Dihubungi Kompas.com, Rabu (16/10/2019), Hera menjelaskan setelah sampel DNA diambil, kemudian diisolasi, lalu diperbanyak jutaan kali dengan teknik PCR (polymerase chain reaction), dimurnikan. Memperbanyak DNA sampai jutaan kali bertujuan untuk mencari marka spesifik "ancestry dengan menggunakan referensi yang sudah ada dalam bank DNA. "Ada yang tanya, kenapa kok bisa (sampel DNA) hanya dari air liur atau bercak darah? Kalau itu sebenarnya urusan teknologi. Tapi yang kita lakukan secara teknisnya, kita memperbanyak DNA yang ada tersebut sampai jutaan kali, karena itu kita mampu untuk melihat perbedaan-perbedaan (hasil gen) itu,” kata Prof Hera. Meski semua pokok biologis dari tubuh manusia bisa dijadikan sampel untuk uji DNA, tapi air liur dan bercak darah dianggap sebagai pokok biologis yang mudah dianalisis dengan struktur gen yang ada. Lamanya proses deteksi DNA dari awal pengambilan sampel sampai mendapatkan hasilnya dari laboratorium Australia, hanya dibutuhkan tiga minggu saja. Menanggapi banyaknya peminat yang ingin melakukan tes DNA untuk mengetahui identitas asalnya, diakui Hera bahwa Indonesia sendiri belum bisa melakukannya. Namun bagi masyarakat yang ingin melakukan secara pribadi di laboratorium komersial, umumnya harus mengeluarkan biaya Rp 5,7 juta per tes. Hasil tes proyek DNA "Tes DNA ini mampu memberikan data ilmiah soal komposisi ras, penelusuran nenek moyang dan juga lini masa kehadiran ras," kata Hera. Selain itu menurut Hera, informasi penting yang didapatkan dari tes DNA memberikan pencerahan asal usul, pengaruh luar dan budaya yang menjadikan kita orang Indonesia. Dengan pengetahuan mendalam soal DNA, harapannya dikatakan Hera, kita lebih bertoleransi, mampu memahami perbedaan satu sama lain, dan menjaga keutuhan bangsa dan budaya. "Karena dari 16 sampel yang kita pamerkan di Museum Nasional ini bahkan tidak ada yang pribumi asli. Maksudnya yang 100 persen real orang Indonesia, kebanyakan dari mereka besar presentasenya adalah keturunan atau nenek moyangnya, Afrika," ujar Hera. Baca juga: 16 Responden Indonesia Dites DNA, Ternyata Tidak Ada Pribumi Sementara itu, Direktur Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dra Triana Wulandari mengatakan, program dan pameran Asal Usul Orang Indonesia (ASOI) di Museum Nasional rencananya akan digelar lebih besar lagi tahun depan. "Tahun depan akan dibuat pameran yang lebih besar, dan mudah-mudahan semuanya bisa ikut tes. Kami sendiri juga belum. Pameran ini penting banget untuk memberitahukan bahwa Indonesia itu beragam, dan kita semua bersaudara," tutur Triana.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Ada Pribumi, Begini Tes DNA Tentukan Asal Usul Orang Indonesia", https://sains.kompas.com/read/2019/10/17/090137423/tak-ada-pribumi-begini-tes-dna-tentukan-asal-usul-orang-indonesia?page=all#page2.
Penulis : Ellyvon Pranita
Editor : Gloria Setyvani Putri

----------------------------------------

--->>> Faktanya, Semua Orang Indonesia "Imigran", Tidak Ada yang Pribumi

JAKARTA, - Di Indonesia, ada beragam jenis manusia, mulai dari Jawa yang keling, Sunda yang putih, Tionghoa yang sipit, sampai Papua yang hitam. Lalu, siapa sebenarnya pribumi? Peneliti Eijkman Institute Profesor Herawati mengatakan, perbedaan fisik diakibatkan oleh adanya pencampuran genetik yang terjadi di tubuh manusia. Peristiwa ini berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu dari sejumlah gelombang migrasi. Gelombang migrasi pertama terjadi sekitar 60.000 tahun lalu. Bermula dari Afrika, manusia menyebar ke berbagai daerah. Saat itu, kepulauan yang kita lihat di peta Indonesia belum terbentuk. Kalimantan, Jawa, dan Sumatera masih menjadi satu dataran luas yang disebut Sundaland dengan luas sekitar 1.800.000 Km. Kemudian, Wallacea menjadi daerah sendiri yang kini bisa dikenali dengan wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku. Sementara itu, Papua masih satu daratan dengan Australia. Gelombang migrasi kedua terjadi sekitar 30.000 tahun yang lalu dengan datangnya orang-orang Austro-asiatik. Di antara lain mereka berasal dari Vietnam dan Yunan. “Kemudian bercampur dengan yang (gelombang) pertama kan atau yang pertama tadi sudah jalan terus ke timur sampai ke Papua,” kata Herawati dalam acara Wallacea Week 2017 di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin (16/10/2017). Gelombang migrasi ketiga datang dari Formosa atau Taiwan sekitar 6.000-5.000 tahun yang lalu. Meski datang terakhir, Herawati berkata bahwa orang-orang Formosa juga turut berpengaruh terhadap bahasa astronesia yang sekarang digunakan. Meski demikian, pencampuran genetika tak berhenti sampai di situ. Diapit oleh Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, Indonesia yang merupakan pusat perdagangan dunia memungkinkan percampuran genetik terjadi lebih banyak. “Jadi ketika DNA seseorang dites, nanti bisa didapatkan ada China, India, dan Eropa. Kalau Minang kita sudah periksa, ada Eropanya karena itu kawasan maritim,” kata Herawati. Penelitian Herawati dan koleganya pada tahun 2017 menggunakan sampel DNA dari 500 orang yang berasal dari 25 tempat di regional Asia. Dia juga membandingkan genetika yang telah tersedia di bank genetika dari penelitian sebelumnya. Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) itu menuturkan, dalam konteks indonesia, tidak ada genetika dominan yang menguasai dari barat ke timur. Dari ujung utara, genetika Austro-asiatik lebih banyak. “Kemudian yang kedua, campurannya astronesia yang dapat dari Formosa tadi, terus baru yang lain. Makin ke timur makin banyak (percampuran),” kata Herawati. Dia melanjutkan, pencampuran itu juga bisa menjelaskan perbedaan fisik. Karena itu evolusi. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain, semua akan seleksi dan adaptasi, sesuai dengan teorinya Wallace atau Darwin. Yang selamat adalah mereka yang berhasil melewati medan yang sulit. Adanya migrasi dan analisis DNA juga dapat menjelaskan keberadaan pribumi atau orang Indonesia asli. Bila pribumi sering kali diartikan sebagai orang yang telah mendiami suatu tempat selama beberapa generasi, sains berkata sebaliknya. “Pribumi itu 100 persen. Nah, yang 100 persen mana kalau kamu melihat hasilnya tadi? Tidak ada satupun yang 100 persen,” kata Herawati. Baca tentang Jernih Melihat Dunia

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Faktanya, Semua Orang Indonesia "Imigran", Tidak Ada yang Pribumi", https://sains.kompas.com/read/2017/10/17/070700023/faktanya-semua-orang-indonesia-imigran-tidak-ada-yang-pribumi?page=all#page2.
Penulis : Lutfy Mairizal Putra

----------------------------------------------

--->>> 16 Responden Indonesia Dites DNA, Ternyata Tidak Ada Pribumi

KOMPAS.com- Tes DNA dengan 16 responden acak orang Indonesia yang dilaksanakan oleh majalah sejarah online Historia.id dalam Proyek DNA Penelusuran Leluhur Orang Indonesia Asli mengungkapkan bahwa ternyata, tidak ada yang dinamakan manusia pribumi atau asli Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Deputi Fundamental Eijkman Institute Prof Dr Herawati Aru Sudoyo pada peresmian acara pameran Asal Usul Orang Indonesia (ASOI) di Museum Nasional, Selasa (15/10/2019). “Kalau dari sudut genetika dari data ilmiah, kalau pribumi harusnya 100 persen Indonesia. tapi hasilnya, dari 16 responden semuanya bercampur (asal moyangnya), tidak ada yang 100 persen Indonesia. Jadi tidak ada yang bisa mengklaim pribumi asli,” kata Herawati di Museum Nasional, Selasa (15/10/2019). Berikut Kompas.com rangkumkan beberapa data dari responden yang mengikuti tes DNA dan dipamerkan dalam pameran ASOI yang akan digelar sampai 10 November 2019 mendatang. Baca juga: Anda Berasal dari Mana? Menelusuri Asal Usul Orang Indonesia lewat DNA
1. Swastika Noorsabri Wiraswasta asal Yogyakarta yang berkulit gelap dan bermata besar ini mengaku sebagai keturunan Jawa asli, karena kedua orangtuanya juga kelahiran Yogyakarta. Namun, hasil tes DNA menunjukkan bahwa pria yang akrab disapa Sabri ini memiliki tingkat kandungan ras Tionghoa paling tinggi di antara presentase asal moyang lainnya. “Lihat kulit saya, mata saya. Ternyata kandungan ras Chinese-nya, Tionghoanya saya jauh lebih besar daripada Grace Natalie. Ini juga mengejutkan saya dan sekarang saya merasa lebih berhak sebagai (keturunan) Tionghoa daripada Grace Natalie,” kata dia sambil tertawa.
 2. Grace Natalie Sebaliknya, Grace Natalie yang disindir oleh Sabri, ternyata memiliki presentase gen nenek moyang paling besar dari wilayah Asia Timur. Grace juga memiliki gen yang berasal dari wilayah seperti India dan juga Afghanistan. “Ini membuktikan kita tidak bisa mengklaim bahwa kita pribumi, dan juga Indonesia itu memang bercampur-campur lalu menjadi satu bangsa bernama Indonesia, dan kita harus bangga itu,” kata Grace dalam kesempatan yang sama. \
3. Solikhin Seorang satpam asal Tegal, Jawa Tengah juga mendapat pengalaman serupa Sabri. Sebelum diberi tahu hasil tes DNA-nya, Solikhin merasa sebagai orang Jawa tulen yang lahir di suatu Jawa dan memiliki dua orangtua yang juga lahir di Jawa. Namun, hasil dari tes Proyek DNA menunjukkan bahwa presentase nenek moyang terbesarnya berasal dari negara Afghanistan.
 4. Riri Riza Penulis skenario dan produser film yang lahir di Makassar ini juga mendapat kejutan serupa. Hasil tes dalam proyek DNA menunjukkan bahwa nenek moyangnya 42,4 persen berasal wilayah Asia Selatan, terutama beberapa bagian di Negara India. Selain itu, dia juga memiliki gen yang berasal dari Asia Timur sebesar 33,95 persen.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "16 Responden Indonesia Dites DNA, Ternyata Tidak Ada Pribumi ", https://sains.kompas.com/read/2019/10/16/173700123/16-responden-indonesia-dites-dna-ternyata-tidak-ada-pribumi-?page=all#page2.
Penulis : Ellyvon Pranita
Editor : Shierine Wangsa Wibawa

---------------------------

--->>> Tak Ada Pribumi, 4 Gelombang Migrasi Jadikan Kita Manusia Indonesia

Proyek DNA Penelusuran Leluhur Orang Indonesia Asli yang dilaksanakan media daring khusus sejarah, Historia.id, telah meneliti 16 responden yang dipilih secara acak. Hasil penelitian menyimpulkan, tidak ada yang dinamakan manusia pribumi atau asli Indonesia. 16 responden dalam proyek DNA ini merupakan penanda DNA. Mereka mewakili 70 etnik dari 12 pulau yang ada di Indonesia dan dipilih secara acak. Ahli genetika membuktikan, tak ada pewaris gen murni di Indonesia. Manusia Indonesia adalah campuran beragam genetika yang awalnya berasal dari Afrika. Deputi Fundamental Eijkman Institute Prof Dr Herawati Aru Sudoyo yang terlibat dalam proyek ini mengatakan, mayoritas DNA yang mengalir dalam 16 responden besar presentasenya adalah keturunan Afrika.

Hera mengatakan, berbagai studi ilmiah terkait tes DNA orang Indonesia yang baru saja dilakukan, maupun studi-studi terdahulu menunjukkan adanya pengaruh berbagai gelombang migrasi leluhur dalam DNA yang tinggal di Indonesia. "Apa itu "pribumi'? Penelitian kami dan juga didukung oleh berbagai penelitian sesudahnya di berbagai lembaga memperlihatkan pengaruh berbagai gelombang migrasi leluhur dalam DNA orang yang tinggal di kepulauan Nusantara," kata Hera melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Rabu (16/10/2019). "Jadi kita bisa melihat motif DNA leluhur yang berhubungan dengan pengembaraan Homo sapiens, keluar dari Afrika," imbuh dia. Empat gelombang migrasi Nusantara yang kita tinggali terdiri dari ratusan suku bangsa juga bahasa. Hal ini menarik bagi para peneliti genetika untuk menelusuri dari mana kita berasal dan siapa saja leluhur kita. Apakah benar nenek moyang kita memang asli orang Indonesia yang sudah menempati bumi pertiwi sejak ratusan ribu tahun lalu? Ternyata jawabannya tidak. Penelitian yang dilakukan Profesor Herawati menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah strategis yang mengalami empat gelombang migrasi manusia modern (Homo sapiens). Manusia modern (Homo sapiens) telah mengembara selama ratusan ribu tahun dari Benua Afrika. Mereka menyebar ke seluruh pelosok dunia, termasuk Nusantara (kepulauan yang membentang dari Sumatera sampai Papua dan sebagian besar kini menjadi wilayah Indonesia). Disebutkan ada empat gelombang migrasi manusia modern. Berikut penjelasannya: Gelombang pertama Sekitar 50.000 tahun yang lalu, gelombang migrasi pertama dari Homo sapiens sampai di Nusantara. " Migrasi pertama datang dari Afrika melewati jalur selatan Asia menuju Paparan Sunda," kata Hera dijumpai di Monumen Nasional Jakarta, Selasa (15/10/2019). Hera melanjutkan, keturunan dari migrasi gelombang pertama mengembara sampai ke Australia. Mereka bermigraasi pada periode Pleistosen Akhir (sekitar 11.500 tahun lalu) dan periode Holosen Awal (sekitar 11.000 tahun lalu). Gelombang kedua Gelombang migrasi kedua adalah manusia modern yang datang dari Asia daratan sekitar 4.300 sampai 4.100 tahun lalu. Hera menjelaskan, para penutur Austro-asiatik mulai bermigrasi ke Vietnam dan Kamboja melewati Malaysia hingga ke Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Kala itu, wilayah Sumatera, Jawa, dan Kalimantan masih berupa daratan yang menyatu. Gelombang ketiga Gelombang migrasi ketiga terjadi pada periode Holosen, tepatnya sekitar 4.000 tahun yang lalu. Saat itu manusia modern penutur Austronesia yang berciri ras Mongoloid membawa paket budaya neolitik berupa gerabah, beliung, seni, bahasa, teknologi, maritim, pengolahan makanan, serta domestikasi hewan. Untuk diketahui, ras Mongoloid ciri fisiknya antara lain memiliki rambut berwarna hitam lurus, bercak mongol pada saat lahir, dan kelopak mata sipit. Selain itu, perawakan ras Mongoloid seringkali berukuran lebih kecil dan pendek daripada ras Kaukasoid. Gelombang keempat Nah, gelombang migrasi keempat adalah perpindahan manusia modern pada zaman sejarah. Saat migrasi gelombang keempat terjadi, manusia modern dari India, Arab, dan Eropa masuk ke Nusantara. "Pada masa ini, pembauran terjadi semakin kompleks. Genetika manusia yang tinggal di Nusantara atau Indonesia juga beragam. Sudah sulit dikenali lagi, mana lagi yang disebut gen dari Indonesia asli," terang Hera. Efek perjalanan dari empat gelombang itu Sebagai peneliti genetika terkemuka Indonesia, Hera menerangkan, keempat fase gelombang migrasi yang terjadi di masa lalu itulah yang menjadikan orang asli Indonesia sangat sulit diidentifikasi. Manusia modern sejak 150 ribu tahun lalu telah mengembara dari Afrika untuk menduduki wilayah baru. Ketika mereka melewati lingkungan, iklim, dan cuaca yang berbeda-beda, itu juga ikut memengaruhi fisik yang dimiliki manusia modern itu sendiri. Sebagai contoh, ketika manusia modern berjalan menyusuri hutan lebat yang tak ada habisnya, kondisi ini disebut Hera dapat mengubah ukuran tubuh manusia modern menjadi semakin kecil. Evolusi ini untuk mencegah penguapan terjadi. Selain itu, rambut juga sedikit banyak mengalami perubahan sampai mungkin akan lebih keriting. "Jadi semua itu yang menyebabkan kita berbeda. Dalam perjalanan nenek moyang kita saat bermigrasi, alamnya, lingkungannya, iklim ataupun cuaca berpengaruh sebenarnya. Sebelum nantinya adalagi pembauran dengan manusia modern dari wilayah lain. Beragam bukan berbeda ya," tuturnya.
Dari hasil tes Proyek DNA Penelusuran Leluhur Orang Indonesia Asli oleh Historia.id dengan mengambil sampel 16 orang partisipan yang berasal dari berbagai profesi dan latar belakang. Data mengungkapkan bahwa tidak ada yang dinamakan manusia pribumi atau asli Indonesia. "Karena dari 16 sampel yang kita pamerkan di Museum Nasional ini bahkan tidak ada yang pribumi asli. Maksudnya yang 100 persen real orang Indonesia, kebanyakan dari mereka besar presentasenya adalah keturunan atau nenek moyangnya, Afrika," ujar Hera.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Ada Pribumi, 4 Gelombang Migrasi Jadikan Kita Manusia Indonesia", https://sains.kompas.com/read/2019/10/17/123200223/tak-ada-pribumi-4-gelombang-migrasi-jadikan-kita-manusia-indonesia?page=all#page2.
Penulis : Ellyvon Pranita
Editor : Gloria Setyvani Putri

----------------------

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei. Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu. Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, d