Langsung ke konten utama

Prasasti Pedang Goujian (Raja Yue/Yi)

Pedang Goujian (simplified Chinese: 越王勾践剑; traditional Chinese: 越王勾踐劍) adalah artefak manuskrip arkeologis dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (771-403 SM) yang ditemukan pada tahun 1965 di Hubei, Cina. Dibuat dari perunggu, terkenal karena ketajaman dan ketahanannya terhadap noda yang jarang terlihat pada artefak yang sudah sangat tua. Artefak manuskrip bersejarah Tiongkok kuno ini saat ini dimiliki dan disimpan oleh Museum Provinsi Hubei.

Pada tahun 1965, ketika penelitian arkeologi dilakukan di sepanjang saluran air utama kedua Waduk Sungai Zhang di Jingzhou, Hubei, serangkaian makam kuno ditemukan di Kabupaten Jiangling. Penggalian dimulai pada pertengahan Oktober 1965, berakhir pada Januari 1966, akhirnya mengungkapkan lebih dari lima puluh makam kuno Negara Chu.

Lebih dari 2.000 artefak ditemukan di situs tersebut, termasuk pedang perunggu berhias prasasti, yang ditemukan di dalam peti mati bersama dengan kerangka manusia. Peti mati itu ditemukan pada bulan Desember 1965, di situs Wangshan # 1, 7 kilometer (4,3 mil) dari reruntuhan Ying, yang saat ini disebut Jinancheng 纪 南), ibukota kuno Chu.
Bagian dari teks kuno, 
lit. 'Raja Yue dibuat secara 
pribadi' (越王 自 作)

Pedang itu ditemukan terselubung di sarung kayu yang selesai dengan pernis hitam. Sarung itu hampir pas dengan tubuh pedang. Menghunus pedang itu mengungkapkan pisau yang tidak ternoda, meskipun makam itu direndam dalam air bawah tanah selama lebih dari 2.000 tahun.

Di satu sisi pedang, dua kolom teks prasasti terlihat. Delapan karakter/aksara ditulis dalam aksara kuno (aksara Yi kuno), yang sekarang dikenal sebagai Bird-worm seal script/ skrip cap Burung-cacing (secara harfiah "karakter burung dan cacing", karena dekorasi rumit dari coretan yang menentukan), sebuah varian dari skrip segel. Analisis awal teks menguraikan enam karakter, "Raja Yue" (越王) dan "membuat pedang ini untuk penggunaan pribadi [nya]" ((自 劍). Dua karakter yang tersisa diasumsikan sebagai nama Raja Yue.

Dari asal pedang pada 510 SM hingga kehancurannya di tangan Chu pada 334 SM, sembilan raja memerintah Yue, termasuk Goujian, Lu Cheng, Bu Shou, dan Zhu Gou. Identitas raja dalam prasasti pedang memicu perdebatan di kalangan arkeolog dan sarjana bahasa Cina. Diskusi dilakukan sebagian besar melalui surat, dan melibatkan cendekiawan/ahli terkenal seperti Guo Moruo. Setelah lebih dari dua bulan, para ahli Mulai membentuk konsensus bahwa pemilik asli pedang itu adalah Goujian (勾踐), Raja Yue menjadi terkenal karena ketekunannya pada saat kesulitan.

Panjang pedang Goujian adalah 55,6 sentimeter (21,9 in), termasuk gagang 8,4 sentimeter (3,3 in); bilah berdiameter 4,6 sentimeter (1,8 in) di alasnya. Pedang itu memiliki berat 875 gram (30,9 ons). Selain pola rhombi gelap berulang di kedua sisi pisau, ada dekorasi kristal biru dan pirus. Genggaman pedang diikat oleh sutera, sedangkan pommel terdiri dari sebelas lingkaran konsentris.
Sewaktu dipinjamkan ke Singapura untuk dipamerkan sebagai bagian dari pameran pertukaran budaya pada tahun 1994, seorang pekerja secara tidak sengaja menabrak pedang dengan kasing, sehingga menghasilkan 7-milimeter (0,28 in) celah pada pedang. Sejak itu, Cina tidak mengizinkan pedang diambil dari negara itu, dan pada tahun 2013 secara resmi menempatkan pedang ke dalam daftar peninggalan budaya Tiongkok yang dilarang untuk dipamerkan di luar negeri.

sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Sword_of_Goujian

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber

Prasasti Kudadu Gunung Butak

Prasasti Kudadu ditemukan di lereng Gunung Butak yang masuk dalam jajaran Pegunungan Putri Tidur. Gunung Butak berada dalam wilayah perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prasasti Kudadu bertarikh 1216 Çaka atau bertepatan dengan 11 September 1294 M, dengan menggunakan aksara Kawi Majapahit. Prasasti ini dipahatkan pada lempeng tembaga (tamra praśasti) yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardha Anantawikramottunggadewa. Prasasti Kudadu atau yang dikenal juga dengan Prasasti (Gunung) Butak – sesuai dengan lokasi ditemukan prasasti – menyebutkan tentang pemberian anugerah raja Kertarajasa Jayawardhana kepada pejabat Desa Kudadu berupa penetapan Desa Kudadu sebagai sīma untuk dinikmati oleh pejabat Desa Kudadu dan keturunan-keturunannya sampai akhir zaman. Para pejabat Desa Kudadu itu mendapat anugerah demikian karena telah berjasa kepada raja sebelum dinobatkan menjadi raja dan masih bernama Narārya Saṃgrāmawijaya. Pada waktu itu, Sa