Langsung ke konten utama

Budaya Liangzhu di Zhejiang Teluk Hang Zhou


良渚 文化, Liang Zhu Wen Hua artinya Budaya Liangzhu

Budaya Liangzhu menempati wilayah besar di Delta sungai Yangtze China, yang mengalir ke Laut Cina timur, antara 5.300 dan 4.300 tahun yang lalu atau sekitar 3300-2250 SM.

Budaya Liangzhu merupakan budaya Neolitik yang mengikuti budaya yang sebelumnya yaitu :

河姆渡 文化 He Mu Du Wen Hua (baca Ho Mu Tu Wen Hwa) artinya Budaya Ho Mu Tu pada tahun 5500-3300 SM
馬 家 浜 文化, Ma Jia Bang Wen Hua artinya Budaya Ma Jia Bang pada tahun 5000-3350 SM
崧 澤 文化, Song Ze Wen Hua artinya Budaya Song Ze pada tahun 3800-3300 SM

Dari sejarah-sejarah Neolitik termasuk Budaya Liangzhu para ahli dan sejarahwan berpendapat bahwa runutan sejarah tersebut merupakan cikal bakal atau awal suatu peradaban yang kemudian disebut sebagai peradaban proto-Austronesia.

Budaya ini kemudian berkembang populasinya kemudian disebut sebagai Austronesia yang termasuk menempati populasi sebagai Tai-Kadai.

Budaya Liangzhu mengalami perkembangan yang maju didalam masa pra-sejarah atau budaya Neolitik yang terletak di wilayah Zhejiang di teluk Hang Zhou (Tiongkok bagian Timur).

Sebuah sistem transpotasi air dan irigasi yang sangat besar dibangun 5.000 tahun yang lalu dalam perkembagan sejarah Tiongkok.

Liangzhu adalah salah satu kelompok masyarakat pertama yang diketahui telah menggunakan teknik pertanian yang canggih dengan sistem irigasi dan penanaman padi yang maju pada masanya.

Sistem bendungan yang digali dan ditemukan baru-baru ini digunakan oleh masyarakat Liangzhu, sebuah kelompok komunitas masyarakat Neolitikus yang misterius dikenal dengan artefak batu giok yang menakjubkan.

Menurut para ahli diperkiraan dibutuhkan paling sedikit 3.000 orang dan dalam proses hampir sepuluh tahun untuk membangun jalur tranpotasi dan irigasi air, yang mendorong kembali tanggal sistem air Tiongkok paling kompleks yang diketahui sekitar 5.100 tahun yang lalu.

Para ahli menemukan serangkaian bendungan tinggi dan rendah, serta tanggul atau bendungan yang mereka katakan adalah salah satu sistem yang menggunakan perencanaan dan rekayasa irigasi perairan terbesar dan tertua di dunia.

Orang-orang Liangzhu menempati wilayah besar disepanjang tepi Sungai Yangtze yang besar di China, yang mengalir ke Laut Cina timur.

Banyak situs wilayah komunitas Liangzhu, 300 di antaranya telah ditemukan sejauh ini, tinggal di sepanjang tepi sungai di rumah-rumah panggung dalam kelompok-kelompok keluarga untuk menghindari banjir.

Liangzhu, yang berkembang antara 5.300 dan 4.300 tahun yang lalu, adalah di antara komunitas kelompok masyarakat pertama yang diketahui telah menggunakan teknik pertanian yang canggih pada masanya seperti sistem irigasi dan penanaman padi.

Untuk mencapai prestasi pertanian yang maju dan mengesankan ini, masyarakat perlu mengelola aliran air di sekitar Delta sungai Yangtze dengan cermat.

Ini dibuktikan yang dilakukan pada Kota Kuno Liangzhu, kota metropolitan kuno dengan budaya terbesar, yang ditemukan di lingkungan lahan basah.

Kota Liangzhu mempunyai Enam gerbang kota yang ditemukan sejauh ini digunakan sebagai pintu masuk saluran air yang menghubungkan jaringan atau transpotasi air di luar dan dengan satu di dalam kota.

Para peneliti dari Institut Relik dan Arkeologi Budaya Provinsi Zhejiang, dengan dibantu dari seorang ahli di University College London, berangkat untuk mengeksplorasi bagaimana masyarakat kuno yang misterius cara mengendalikan atau mengelola tranpotasi dan irigasi air ini.

Mereka menggunakan citra satelit, data penampakan jarak jauh, dengan sampel arkeologi dan pemodelan geografis selama proyek empat tahun antara 2009 dan 2013.

Dari hasil studi dan penelitian bahwa Bendungan dibangun dengan sangat cepat mengingat ukuran dan skala mereka yang cukup luas, rekan penulis studi Dr Yijie Zhuang, yang mempelajari arkeologi Cina di UCL, kepada Newsweek .

Ribuan lebih pekerja mengerjakan lebih dari 10 juta kaki kubik tanah galian selama satu dekade untuk membangun bendungan, yang ditemukan oleh peneliti.

Irigasi ini untuk mensuplai dari jaringan selokan, kanal dan parit yang membentang lebih dari 18 mil (29 km) untuk mendukung aliran sungai yang utama.

Transpotasi dan irigasi air dibangun 'secara terpisah' bagi kemajuan dan perkembangan kerajaan, menurut peneliti, dengan yang digunakan untuk kepentingan penduduk kota itu mempunyai irigasi sendiri, menurut para ilmuwan.

Lahan pertanian padi yang digunakan oleh Liangzhu menjadi meningkat berkat peningkatan ketersediaan air, yang menyebabkan kelompok dapat bertahan bahkan berkembang dalam populasinya.

"Skala transformasi lanskaping perencanaan di Liangzhu memang tak tertandingi pada masanya, sehingga membuka jendela bahwa bagaimana sistem transpotasi dan irigasi air yang digunakan merupakan sumber asal dan pengembangan yang luas dalam isolasi (kelompok tertutup)," tulis para peneliti, yang dipimpin oleh Dr Bin Liu, Institut Provinsi Zhejiang, di dalam makalahnya .

Kota Kuno Liangzhu saat ini merupakan di dalam perlindungan Unesco, yang berdasarkan atas segi ekonomi, agama dan politiknya.

Juga termasuk atas potensi artefak peninggalan budaya yang digali seperti artefak batu giok, yang ditemukan oleh masyarakat didalam makam para anggota bangsawan.

Artefak giok sering dimakamkan bersama dengan para bangsawan Liangzhu, sementara anggota masyarakat biasa dimakamkan dengan tembikar atau gerabah (tempayan).

Juga termasuk tembok kota, fondasi arsitektur besar, makam, altar, tempat tinggal, dermaga, dan bengkel kerja menyiratkan keberadaan kota kuno terbesar di Zaman Neolitikum akhir di wilayah dibawah perairan Sungai Yangtze, " menurut World Heritage Center yang dicatat ke dalam pendaftaran situs untuk perlindungan UNESCO.

Arsitektur gaya rumah pada masa ini dibangun dengan cara Rumah Panggung yang panjang yang dapat menampung beberapa keluarga.

Gaya Arsitektur Rumah Panggung yang panjang masih ditemukan pada gaya rumah orang suku Dai Ak Kalimantan dan beberapa di wilayah Indonesia.

Makalah disadur dr paparan Kang Janonone Kusumo di group 覓 探以 MI TAN-I 道佑 TA(TAO)-YU 周華 JA-WA (ZHOU-HWA) 周遺 JA-WI (ZHOU-WI)
referensi:
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Hemudu_culture
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Majiabang_culture
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Songze_culture
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Liangzhu_culture
https://www.sott.net/…/370355-Oldest-known-waterway-system-…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Kedukan Bukit - Palembang

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor D.146. --->>>Teks Prasasti Alih Aksara     svasti śrī śakavaŕşātīta 605 (604 ?) ekādaśī śu     klapakşa vulan vaiśākha dapunta hiya<m> nāyik di     sāmvau mangalap siddhayātra di saptamī śuklapakşa     vulan jyeşţha dapunta hiya<m> maŕlapas dari minānga     tāmvan mamāva yamvala dualakşa dangan ko-(sa)     duaratus cāra di sāmvau dangan jālan sarivu     tlurātus sapulu dua vañakña dātamdi mata jap     sukhacitta di pañcamī śuklapakşa vula...

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber...

Prasasti Yupa / Mulawarman dari Kutai

Prasasti Yupa atau Prasasti Mulawarman, atau disebut juga Prasasti Kutai, adalah sebuah prasasti yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai. Terdapat tujuh buah yupa/Tugu (sementara yang ditemukan) yang memuat prasasti, namun baru 4 yang berhasil dibaca dan diterjemahkan. Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa (Pa-Lao-Wa /Lao-Lang) dan dalam bahasa campuran sansekerta dan Yi (Hok-Lo / Ge-Lao) Kuno, yang diperkirakan dari bentuk dan jenisnya berasal dari sekitar 200 Masehi sesuai catatan kanung retawu terawal yg berkisar abad ke-2/3 M, meskipun sebagain sejarahwan menduga sekitar pd tahun 400 M. Prasasti ini ditulis dalam bentuk puisi anustub.[1] Isi prasasti yupa/mulawarman menceritakan Raja Mulawarman yang memberikan sumbangan kepada para kaum Brahmana berupa sapi yang banyak. Mulawarman disebutkan sebagai cucu dari Kudungga, dan anak dari Aswawarman. Prasasti ini merupakan bukti peninggalan tertua dari kerajaan yang beragama Dharma (Hindu?) di Indonesia. Nama Kutai umumnya digu...