Langsung ke konten utama

Aksara Kuno Burung cacing (Bird-worm seal script)

Skrip/aksara Segel/Cap Burung Cacing atau dikenal dengan Bird-worm seal script (simplified Chinese: 鸟虫篆; traditional Chinese: 鳥蟲篆; pinyin: Niǎo Chóng Zhuàn) adalah sejenis aksara/abjad kuno yang berasal dari Tiongkok.

Karakter Cina 鸟 (鳥 dalam bahasa Cina tradisional; Niǎo dalam Pinyin) berarti "burung". Karakter Cina 虫 (蟲 dalam bahasa Cina tradisional; Chóng di Pinyin) berarti makhluk apa pun yang terlihat seperti "cacing", termasuk cacing invertebrata dan reptil seperti ular dan kadal (dan bahkan naga Cina). Karakter 篆 berarti "cap (skrip)".

Nama lain untuk jenis skrip segel ini:

    Niao-Chong Script (Cina sederhana:: 虫 书; Cina tradisional: 鳥 蟲 書; pinyin: Niǎo Chóng Shū). Huruf Cina 书 (書 dalam bahasa Cina tradisional; Shu dalam Pinyin) di sini berarti "naskah".
    Karakter Niao-Chong (Cina sederhana: 鸟 虫 文; Cina tradisional: 鳥 蟲 文; pinyin: Niǎo Chóng Wén). Huruf Cina 文 (Wén dalam Pinyin) di sini berarti "karakter".

Ada dua subkategori (sub-gaya):

1. Bird seal script/Aksara Segel Burung (bahasa Cina sederhana: 鸟 篆; bahasa Cina tradisional: 鳥 篆; pinyin: Niǎo Zhuàn. Atau, bahasa Cina sederhana: 书 书; bahasa Cina tradisional: 鳥 書; pinyin: Niǎo Shū [1])
        Dalam gaya ini, beberapa bagian karakter/aksara memiliki kepala dan ekor seperti burung yang ditambahkan. Tanda gaya burung adalah kombinasi dari dua bagian: karakter skrip segel lengkap dan satu (kadang-kadang dua) bentuk burung.

2. Worm seal script/Aksara segel cacing (Cina sederhana: 虫 篆; Cina tradisional: 蟲 篆; pinyin: Chóng Zhuàn. Atau, Cina yang disederhanakan: 虫 书; Cina tradisional: 蟲 書; pinyin: Chóng Shū)
        Dalam gaya ini, beberapa atau semua guratan berliku, sehingga menghasilkan karakter seperti cacing, tetapi tidak ada burung tambahan

Segel skrip berevolusi dari Oracle Bone Script, dan menyimpang ke dalam berbagai bentuk pada periode Musim Semi dan Musim Gugur, setelah kekuatan/kejayaan dinasti Zhou berkurang dan Tiongkok mulai membelah diri menjadi berbagai negara.

Jenis skrip segel ini pertama kali muncul di era pertengahan periode Musim Semi dan Musim Gugur. Kemudian menjadi populer selama periode Musim Semi dan Musim Gugur, dan paling populer selama periode Negara Berperang. Itu sering terlihat di kerajaan selatan, seperti Kerajaan Wu (kira-kira sekarang Provinsi Jiangsu), Kerajaan Yue (kira-kira sekarang Provinsi Zhejiang), Kerajaan Chu (kira-kira sekarang provinsi Hunan dan Hubei), Kerajaan Cai, Kerajaan Xu, dan Kerajaan Song . Setiap negara bagian di Tiongkok selama Periode Negara-Negara Berperang memiliki jenis naskah/aksaranya sendiri-sendiri.

Jenis aksara/skrip segel ini menurun setelah Dinasti Qin, kemungkinan besar karena penyatuan skrip penulisan oleh Qin Shi Huang (disatukan ke dalam skrip segel kecil), setelah penyatuannya dengan Tiongkok, meskipun mereka digunakan selama Dinasti Han. [2 ]

Naskah/aksara Segel Burung sering terlihat pada barang-barang antik perunggu dan besi dari Kerajaan Yue (kira-kira sekarang Provinsi Zhejiang). Naskah itu digunakan pada senjata perunggu dan besi, seperti pedang, untuk menunjukkan kepemilikan atau tanggal penyelesaian. Karakter yang terukir pada Pedang Goujian yang terkenal memberikan contoh yang bagus. Beberapa contoh skrip segel burung dapat dilihat di atau di wadah dan batu giok periode itu. Naskah cap/segel burung juga kadang-kadang digunakan di segel Dinasti Han (terutama segel giok), serta beberapa atap ubin dan batu bata. [3]

Naskah/aksara segel cacing lebih umum digunakan, dan mungkin berasal dari Kerajaan Wu (sekarang kira-kira Provinsi Jiangsu) atau Kerajaan Chu (sekarang kira-kira Provinsi Hunan dan Provinsi Hubei). Contohnya dapat dilihat pada senjata perunggu antik, wadah, batu giok, dan segel (terutama segel perunggu Dinasti Han), [4] dan bagian konstruksi atau dekoratif seperti ubin, dll. Karakter pada Tombak Fuchai yang terkenal akan bagus contoh kategori skrip segel ini.

  References

    Shuowen Jiezi, by Xu Shen. (It mentioned the bird-worn seal script was one of the eight writing scripts in Qin Dynasty ("秦书八体"), so it was still used in Qin Dynasty.)
    《鸟虫书通考》 (General Study of Bird-Worm Seal Script), by CAO Jinyan (曹锦炎); ISBN 978-7-80512-849-8.[5]
    《鸟虫篆大鉴》 (The Great Collection of Bird-Worm Seal Script), by Xu Gupu (徐谷甫); ISBN 7-80569-368-4; Shanghai Bookstore Press.[6]

Yutang Lin (1967). Yutang Lin (ed.). The Chinese theory of art: translations from the masters of Chinese art. Putnam Sons. p. 44. Retrieved 11 October 2011.(the University of Michigan)
Qi Huang (2004). Gong Qi; Jerry Norman; Qi Huang; Helen Wang (eds.). Chinese characters then and now. Volume 1 of Ginkgo series (illustrated ed.). Springer. p. 34. ISBN 3-211-22795-4. Retrieved 11 October 2011.
《鸟虫篆印技法解析》(The Analyses on the Techniques of Bird-Worm Script Seals), by Gu Songzhang(谷松章); ISBN 7-5366-7659-X, ChongQin Press
Hudong.com Chinese Encyclopedia: The seal of bird-worm script
Book information: General Study of Bird-Worm Seal Script, by CAO Jinyan; Shanghai Painting and Calligraphy Press; June 1999 Archived March 8, 2010, at the Wayback Machine

    The Great Collection of Bird-Worm Seal Script, by Xu Gupu; Shanghai Bookstore Press.

   sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Bird-worm_seal_script

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasasti Kedukan Bukit - Palembang

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor D.146. --->>>Teks Prasasti Alih Aksara     svasti śrī śakavaŕşātīta 605 (604 ?) ekādaśī śu     klapakşa vulan vaiśākha dapunta hiya<m> nāyik di     sāmvau mangalap siddhayātra di saptamī śuklapakşa     vulan jyeşţha dapunta hiya<m> maŕlapas dari minānga     tāmvan mamāva yamvala dualakşa dangan ko-(sa)     duaratus cāra di sāmvau dangan jālan sarivu     tlurātus sapulu dua vañakña dātamdi mata jap     sukhacitta di pañcamī śuklapakşa vula...

Prasasti Canggal / Gunung wukir Desa Kadiluwih Magelang

Prasasti canggal atau dikenal juga dengan nama Prasasti Gunung Wukir merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah akan keberadaan dan kebesaran kerajaan Mataram. Peninggalan kerajaan Mataram Kuno tersebut ditemukan di wilayah Magelang tepatnya berada di Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam Magelang. Sebagaimana peninggalan sejarah pada masanya prasasti ini juga dibuat dengan sebuah batu bertuliskan aksara pallawa serta memuat simbol dalam menunjukkan waktu pembuatannya. Simbol yang terdapat dalam menggambarkan angka tahun berbunyi Sruti-Indriy- Rasa yang kemudian diterjemahkan oleh para peneliti dengan angkat tahun 654 saka atau enem-limo-papat (dalam bahasa jawa) yang berarti bertepatan dengan tahun masehi ke- 732. Prasasti canggal memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti sanjaya sebagai penguasa di wilayah jawa sebagai pengganti raja Sanna yang telah tiada. Selain hal tersebut prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno ini juga ber...

Prasasti Yupa / Mulawarman dari Kutai

Prasasti Yupa atau Prasasti Mulawarman, atau disebut juga Prasasti Kutai, adalah sebuah prasasti yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai. Terdapat tujuh buah yupa/Tugu (sementara yang ditemukan) yang memuat prasasti, namun baru 4 yang berhasil dibaca dan diterjemahkan. Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa (Pa-Lao-Wa /Lao-Lang) dan dalam bahasa campuran sansekerta dan Yi (Hok-Lo / Ge-Lao) Kuno, yang diperkirakan dari bentuk dan jenisnya berasal dari sekitar 200 Masehi sesuai catatan kanung retawu terawal yg berkisar abad ke-2/3 M, meskipun sebagain sejarahwan menduga sekitar pd tahun 400 M. Prasasti ini ditulis dalam bentuk puisi anustub.[1] Isi prasasti yupa/mulawarman menceritakan Raja Mulawarman yang memberikan sumbangan kepada para kaum Brahmana berupa sapi yang banyak. Mulawarman disebutkan sebagai cucu dari Kudungga, dan anak dari Aswawarman. Prasasti ini merupakan bukti peninggalan tertua dari kerajaan yang beragama Dharma (Hindu?) di Indonesia. Nama Kutai umumnya digu...